Share

Part 5

last update Last Updated: 2025-06-30 16:57:41

'Kenapa ramai sekali? Ada apa ini dan siapa mereka?' batin Marwa terus meracau.

Demi menuntaskan rasa penasaran, ia pun turun dari mobil. Jantungnya kian berdebar. Ia terus mengayun langkah menuju pintu masuk yang terbuka lebar, dan mengintip dari balik dinding ruang tamu. Dan apa yang ia lihat begitu mengejutkannya.

Ibu mertua sedang sibuk mengeluarkan barang-barang dari dalam koper, sedangkan Kania, sang adik ipar asik bercengkerama dengan beberapa orang sahabatnya. Sementara di sudut sana, tampak suaminya tengah asik berduaan dengan seorang wanita.

Dia ... Alena. Betapa mesranya mereka. Ibu mertua dan adik iparnya seolah menutup mata dengan kemesraan mereka.

'Ya, Tuhan! Ada apa dengan mereka? Kenapa merahasiakan kepulangan ini dariku? Dan kunci ini ....' Marwa membuka telapak tangan, dimana terdapat kunci yang beberapa waktu lalu dititipkan ibu mertua padanya.

'Kata Ibu kunci rumah ini hanya ada satu, dan Ibu memercayakan rumah ini padaku. Lalu kenapa mereka bisa masuk? Waktu itu juga Mas Ammar bisa masuk ke sini tanpa meminta kunci rumah padaku. Aneh sekali. Apa Ibu berbohong padaku? Lalu kenapa di saat mereka sudah pulang, aku tidak diberitahu?'

Marwa berusaha menelan saliva untuk membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba mengering. Luka hatinya bertambah-tambah melihat ini semua.

'Ada apa dengan keluarga ini? Mereka begitu manis dan hangat di depanku, tetapi lihat apa yang mereka lakukan di belakangku? Aku benar-benar sudah tertipu. Sepuluh tahun hidup bersama Mas Ammar, kenapa aku tak bisa menilai bagaimana karakter keluarga ini? Aku memang bodoh!'

Tiga puluh menit berlalu. Tak seorang pun dari mereka menyadari keberadaan Marwa di rumah ini. Mereka terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing. Namun, kali ini Marwa tak mau diam. Ia merasa harus mendapat penjelasan atas perlakuan tak pantas ini. Ia berusaha menegarkan dirinya dan menghampiri mereka.

"Assalamu'alaikum," ucapnya dengan suara sedikit bergetar.

Mereka semua terkejut dan saling bertukar pandang. Terutama Ammar dan Alena. Mereka yang tadinya bergelendotan manja, saling melepas diri dan menjauh.

"Loh, Dek. Kok, kamu ke sini nggak izin dulu sama Mas, sih?" Ammar mulai menutupi kegugupannya dengan pertanyaan yang menyudutkan istrinya.

"Maaf, Mas. Tadi aku sudah coba menghubungimu beberapa kali, tapi nggak diangkat. Ternyata kamu sedang sibuk di sini?" Marwa melirik tajam wanita di samping Ammar. Membuat Alena tertunduk dan salah tingkah.

"Apa pun alasannya, kamu tetap nggak boleh seperti ini, Marwa. Aku ini suamimu. Kamu harus izin dulu padaku jika ingin bepergian ke suatu tempat," ucap Ammar dengan penuh penekanan.

Marwa sangat terkejut sekaligus malu, karena Ammar menegurnya di hadapan banyak orang. 'Tega sekali kamu, Mas. Harusnya aku yang marah padamu, bukan kau!' batinnya.

"Kania, kamu ajak teman-temanmu duduk di halaman saja, ya, Nak. Ini urusan orang dewasa," ujar Bu Salma, ibu mertua Marwa.

Adik ipar Marwa yang masih kuliah semester tiga itu pun mengikuti saja perintah ibunya. Ia melewati kakak iparnya dengan tatapan sinis dan senyuman mengejek.

'Ada apa dengan Kania? Kenapa dia seperti tidak suka padaku? Bukankah selama ini dia begitu manja dan sayang padaku?'

"Marwa," panggil Bu Salma. "Ayo ikut Mama ke kamar, Nak!" Suara Bu Salma terdengar begitu hangat dan berwibawa.

Tidak ada yang berubah dari sikapnya. Namun, Marwa sudah tidak lagi memercayai siapa pun di keluarga ini. Termasuk ibu mertuanya sendiri. Semua palsu!

"Ada apa ini, Ma? Kenapa Mama nggak kabari Marwa tentang kepulangan Mama dan Kania ke Indonesia? Dan ... kenapa wanita itu ada di sini bersama Mas Ammar, Ma?" tanya Marwa ketika mereka sudah ada di dalam kamar Bu Salma.

"Pertama, Mama hanya tidak ingin merepotkanmu tentang kepulangan kami. Kedua, Mama yang mengundang Alena untuk datang ke sini," jelas Bu Salma berdiri membelakangi Marwa sembari melipat tangan di bawah dada.

Singkat, padat, tetapi menyakitkan. Seolah tindakannya tak melukai perasaan menantunya. Sikapnya berubah dingin. Tidak seperti tadi.

"T-tapi kenapa Mama lakukan itu pada Marwa? Bukankah dari awal Mama sudah menitipkan kunci rumah ini pada Marwa? Lalu kenapa sekarang Mama justru takut merepotkan Marwa? Dan gimana caranya kalian bisa masuk, sedangkan Mama bilang kunci rumah ini hanya ada satu? Ini aneh banget, Ma!"

Bu Salma membalikkan badannya. "Sudahlah, Marwa. Masalah kecil seperti ini tidak usah dibesar-besarkan. Yang penting Mama sekarang sudah pulang, dan ini ... ada sedikit oleh-oleh untukmu." Bu Salma memberikan dua buah paperbag untuk Marwa. "Ini ambillah!"

"Marwa tidak butuh ini, Ma!" Ia menepis pelan paperbag yang ada di tangan mertuanya. "Marwa hanya butuh penjelasan kenapa Mama mengundang Alena ke sini? Sebenarnya menantu Mama itu siapa, Marwa atau Alena, Ma?"

Wanita bertubuh gempal itu bergeming.

"Apa Mama tadi tidak melihat bagaimana kelakuan Mas Ammar dan Alena? Kenapa Mama diam saja melihat anak laki-laki Mama yang sudah beristri bermesraan dengan wanita lain yang bukan mahramnya? Apa Mama tau apa yang telah mereka lakukan di rumah ini ketika Mama dan Kania sedang di luar negeri?"

"Marwa! Jaga ucapanmu! Jangan sembarangan memfitnah Ammar!" Suara Bu Salma mulai meninggi. "Mama rasa wajar saja Ammar begitu. Mungkin dia ingin mencari wanita yang bisa memberinya keturunan."

'Astaghfirullah!'

Marwa tak menyangka mertuanya sanggup mengatakan hal itu padanya. Padahal selama ini, selama sepuluh tahun mertuanya itu tak pernah mengungkit-ungkit masalah itu di hadapannya.

"M-maksud Mama apa? Jadi Mama sudah tau soal perselingkuhan Mas Ammar dengan Alena?"

"Perselingkuhan? Jangan asal bicara kamu, Marwa! Tidak ada yang berselingkuh. Justru mereka menjalin hubungan atas persetujuan Mama. Alena adalah wanita pilihan Mama untuk Ammar. Dia yang akan memberikan Mama cucu nantinya.

Mama sudah capek sama kamu, Marwa. Puluhan juta duit Ammar sudah habis untuk membiayai program hamil ini, tapi mana hasilnya. Sampai sekarang kamu nggak hamil-hamil juga, kan? Apa kamu nggak kasihan sama suamimu, hah? Siang malam dia bekerja untuk menafkahi kamu, seharusnya kamu itu bersyukur dan sadar diri, bukan malah protes dengan perbuatannya!"

"Tapi tetap saja itu namanya selingkvh, Ma. Mas Ammar sudah menduakan dan mengkhianati Marwa! Kenapa Mama tega melakukan hal ini pada Marwa, Ma? kenapa?" Marwa terisak.

"Apa belum jelas apa yang Mama katakan tadi? Marwa, kamu itu mandul. Lebih baik tinggalkan Ammar dan biarkan dia bahagia bersama Alena. Alena telah dinyatakan subur oleh dokter kandungan, dan setelah mereka menikah maka Mama akan segera memperoleh cucu. Sudah jelas?"

Ucapan Bu Salma begitu menyayat hati. Rasanya tak percaya. Marwa seakan tak kenal lagi dengan mertuanya itu. Segalanya berubah. Ibu, Kania, bahkan suaminya, semuanya telah menunjukkan sifat asli mereka.

'Lalu untuk apa lagi aku masih di sini?' lirihnya dalam hati.

Marwa menyeka air mata yang sempat jatuh ke pipi. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut mertuanya sendiri. Tanpa permisi ia pun keluar dari kamar itu meninggalkan Bu Salma.

Begitu sampai di ruang tengah, langkahnya terhenti melihat sepasang insan yang sedang duduk di sofa. Tak ada rasa bersalah, tak ada rasa canggung, dan tak ada penjelasan apa pun yang terlontar dari mulut Ammar. Seakan semua yang telah terjadi ini adalah suatu hal yang biasa saja.

Marwa menatap tajam pada Ammar dan Alena bergantian. "Selamat buat kalian!"

Ammar sedikit terkejut. Berarti Mama sudah menceritakan semuanya pada Marwa, batinnya.

"Kau ...!" Marwa menunjuk wajah Alena. "Silakan nikmati hasil rampasanmu ini! Jika kau merasa bahwa setelah ini hidupmu akan bahagia, kau salah besar, Alena! Ingat! Hukum karma itu berlaku. Tanpa kau sadari, saat ini semesta sedang menyiapkan seseorang untuk membalaskan rasa sakitku padamu, tanpa aku memintanya!"

"A-aku minta maaf, Mbak. Aku ...." Alena menjeda ucapannya. Ia tertunduk.

"Marwa ... cukup! Jangan sakiti Alena dengan ucapanmu!" bentak Ammar.

"Aku?" Marwa menunjuk dirinya. "Jadi aku, Mas, yang sudah menyakiti dia? Ngaca, kalian! Jika aku kamu anggap menyakiti, lalu apa sebutan perbuatanmu dan keluargamu ini, hah? Berpura-pura baik di depanku, tapi menikamku dari belakang!"

Napasnya kian memburu. Ia menatap Ammar dan Alena bergantian. Ia merasa sangat geram. Sungguh tak tertahankan lagi amarah yang bergejolak di dalam dada. Tanpa bisa berkata-kata lagi, ia pun pergi meninggalkan rumah yang semua penghuninya sudah seperti penghuni neraka itu.

'Sudah cukup kalian membuat hidupku menderita. Kini saatnya aku yang akan tunjukkan pada kalian tentang pahitnya hidup. Tunggu pembalasanku, orang-orang ja hat!'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Air Mata Suami dan Mertuaku   Part 5

    'Kenapa ramai sekali? Ada apa ini dan siapa mereka?' batin Marwa terus meracau.Demi menuntaskan rasa penasaran, ia pun turun dari mobil. Jantungnya kian berdebar. Ia terus mengayun langkah menuju pintu masuk yang terbuka lebar, dan mengintip dari balik dinding ruang tamu. Dan apa yang ia lihat begitu mengejutkannya.Ibu mertua sedang sibuk mengeluarkan barang-barang dari dalam koper, sedangkan Kania, sang adik ipar asik bercengkerama dengan beberapa orang sahabatnya. Sementara di sudut sana, tampak suaminya tengah asik berduaan dengan seorang wanita.Dia ... Alena. Betapa mesranya mereka. Ibu mertua dan adik iparnya seolah menutup mata dengan kemesraan mereka.'Ya, Tuhan! Ada apa dengan mereka? Kenapa merahasiakan kepulangan ini dariku? Dan kunci ini ....' Marwa membuka telapak tangan, dimana terdapat kunci yang beberapa waktu lalu dititipkan ibu mertua padanya.'Kata Ibu kunci rumah ini hanya ada satu, dan Ibu memercayakan rumah ini padaku. Lalu kenapa mereka bisa masuk? Waktu itu j

  • Air Mata Suami dan Mertuaku   Part 4

    "A-apa? Cuti? S-sejak kapan, Mey?" Marwa terkejut setengah mati mendengar pengakuan Meysie, yang merupakan sekretaris suaminya itu.Siang ini wanita itu sudah berada di kantor Ammar. Maksud hati ingin memberi kejutan untuk sang suami, tetapi malah dia yang mendapat kejutan.Sebenarnya, kedatangannya ke sini ingin memergoki suami dan selingkuhannya itu. Mungkin saja mereka juga mencuri-curi kesempatan untuk berbuat mesum di kantor ini. Jika sudah dimabuk asmara, biasanya apa saja bisa dilakukan tanpa memedulikan situasi dan kondisi."Sudah sejak lima hari yang lalu, Bu," sahut wanita berkaca mata tebal itu dengan dahi mengkerut. "Loh, memangnya Bu Marwa nggak tau soal Pak Ammar yang sedang mengambil cuti tahunan?""Hah?" Marwa terperangah dengan mulut menganga. Benar-benar tak siap menerima kejutan yang baru saja ia dapatkan. Namun, detik berikutnya ia seakan tersadar dan segera berakting agar tak terlihat ganjil."O-oh, hahaha ... aduh, kok saya bisa lupa, ya, kalau suami saya sekara

  • Air Mata Suami dan Mertuaku   Part 3

    "Rumah ini dikontrakkan." Marwa membaca tulisan pada selembar kertas yang menempel di pintu salah satu rumah. "Hah? Serius ini? Lalu pindah ke mana si wanita brengsek itu?"Rumah berdempet tiga itu, salah satunya adalah rumah yang pernah ditinggali Alena. Bahkan dulu Marwa yang membayar rumah kontrakan itu untuknya. Sejak wanita itu berhenti jadi ART di rumah mertuanya dan diterima bekerja di perusahaan tempat Ammar bekerja, ia tidak punya tempat tinggal lagi.Orang tuanya berada di kampung. Ia merantau ke kota untuk mengadu nasib. Karena kasihan, Marwa akhirnya memberinya tempat tinggal di sini. Uang kontrakan sepenuhnya Marwa yang tanggung. Dan itu sudah berjalan 2 tahun. Yang ia herankan, kenapa wanita itu pergi menghilang begitu saja tanpa memberitahunya?"Eh, Mbak, maaf, numpang tanya," sapa Marwa pada salah satu penghuni kontrakan yang kebetulan sedang membuka pintu, dan mengayun-ayunkan sapu di tangannya untuk membersihkan debu di lantai."Iya, Teh. Ada apa, ya?" tanya wanita m

  • Air Mata Suami dan Mertuaku   Part 2

    Hari menjelang sore ketika Marwa tiba di rumah. Wanita yang tengah dirundung kesedihan dan kekecewaan mendalam itu langsung naik ke lantai atas menuju ke kamarnya. Menghidupkan laptop yang teronggok di atas nakas, lalu menyalin rekaman video mesum suaminya ke dalam flashdisk. Hanya jaga-jaga saja, jika tiba-tiba ada kerusakan pada ponselnya.Tubuh dengan hati lelah itu luruh di atas ranjang. Mata mulai memejam. Namun, adegan demi adegan menjijikkan yang tadi ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri, terus menari-nari dalam ingatan. Membuatnya mual dan ingin muntah.Wajah wanita yang tak asing lagi baginya itu terus terbayang. Alena, wanita bekas asisten rumah tangga di rumah ibu mertuanya. Wanita muda, yang diangkat derajatnya oleh Marwa, dari seorang babu menjadi staff marketing eksekutif di perusahaan tempat suaminya bekerja.'Lalu, ini balasan wanita brengsek itu padaku, setelah apa yang telah aku korbankan untuknya? Dasar wanita tak tahu diri! Apa otaknya sudah geser, hingga lupa

  • Air Mata Suami dan Mertuaku   Part 1

    "Astaga! Suara apa itu?" Langkah Marwa terhenti sesaat setelah ia memasuki rumah mertuanya. Ia merasa seperti mendengar suara desahan dari dalam salah satu kamar. Tak ada mobil dan kendaraan apa pun terparkir di halaman. Begitu juga sandal atau sepatu. Tak ada tanda-tanda ada orang di dalam rumah, yang kosong sejak seminggu lalu itu. Ibu mertua dan adik iparnya sedang pergi berlibur ke luar negeri.Entah siapa yang tengah berada di dalam sana, dan suara-suara menjijikkan itu ... sebenarnya sedang apa mereka?"Ah, kamu nakal, Mas!" Suara itu mendayu, menggoda.Lalu suara desahan kian terdengar nyaring. Bagaimana tidak? Rumah sedang tak berpenghuni. Suara apapun akan terdengar jelas. Lagipula, aktifitas mereka tampak tak wajar, seperti yang biasa dilakukan suami istri, Marwa paham betul dan yakin sekali, bahwa ada sepasang manusia berlawanan jenis di dalam sana yang tengah melakukan perbuatan terlarang."Kamu selalu bikin aku candu dan ingin terus melakukannya." Kali ini suara seorang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status