Share

Mengagumkan

Wanita dengan kulit kuning langsat dan selalu berkerudung rapi itu mengganti gaunnya dan memakai jilbab. Baju yang dia pakai sekarang berwarna krem dengan bunga-bunga kecil melingkar bertebaran hampir di ujung gaunnya. Jelita sang putri tercinta menarik gaun sang mama.

“Jelita, Sayang. Mama harus kerja, oke? Untuk apa?” Jelita menunduk.

“Oh, jangan bersedih! Jelita main sama Nenek dulu, ya? Jelita ‘kan anak baik, anak soleha.” Anak kecil itu mengangguk.

“Kemari, Sayang. Jelita ingin membeli peralatan gambar ‘kan? Mama harus kerja untuk membelinya.” Jelita terlihat berbinar. Anak kecil berusia enam tahun itu berlari ke arah neneknya yang masih ada di dapur untuk membersihkan sisa makan siang hari ini.

“Ma, Zahra pergi dulu.” Zubaedah mengelap tangannya dan keluar dari dapur untuk menyambangi sang  anak yang akan pergi bekerja. Dia mengulurkan tangannya sedangkan Zahra juga menyambut tangannya dan menciumnya. Sedangkan putri kecilnya juga melakukan hal yang sama. Zahra mencium keningnya. Putri kecilnya itu mengatakan selamat bekerja dengan jari-jarinya.

“Tentu, Sayang. Terima kasih doanya ya? Mama pergi dulu.” Di luar tukang ojek online sudah menunggu. Zahra menantang panas dan melaju bersama tukang ojek online tersebut. Hanya butuh waktu setengah jam untuk sampai ke kantor Ruben. Zahra membayar sejumlah uang setelah turun dari boncengan. Terlihat kantor tempat dia bekerja tersebut sudah sedikit ramai. Walau bisa pesan online, tapi mereka lebih senang langsung ke kantor. Sebab bisa kenal langsung dengan tour guide yang akan menjadi pemandu.

“Zahra, itu dia datang.” Terlihat seorang laki-laki dengan jambang yang baru saja tumbuh. Rambut-rambut halus mulai terlihat mewarnai wajahnya. Sekilas Zahra menatap pria itu kemudian menunduk karena memang tidak diperkenankan bagi seorang muslim perempuan menatap lawan jenisnya terlalu lama. Demikian juga sebaliknya. Sebenarnya hal itu diperuntukan agar tidak timbul perasaan yang akan mengubah tindakan menjadi sembrono.

“Iya, Bang Ruben.” Zahra duduk di depan Ruben dan pria tersebut. Pria itu sepertinya orang bule demikian sebutan untuk orang luar negeri. Zahra dengan sopan menyapa dua orang laki-laki tersebut. Keduanya berwajah khas orang Eropa dengan tinggi badan yang menjulang, berkulit putih dengan bulu-bulu halus di sekitar wajah.

“Zahra, ada pekerjaan untukmu. Silakan kalian kenalan terlebih dahulu.” Zahra mengangguk sedangkan Ruben pamit meninggalkan mereka. Salah satu lelaki itu mengulurkan tangan. Namun Zahra hanya menangkupkan tangannya saja dan mengangkat mendekatkan ke arah dada. Lelaki itu terlihat bingung tapi akhirnya mengerti.

“Oh, oke. Saya Marc. Ini teman saya Jason.” Lelaki bernama Marc tersebut mulai memperkenalkan diri menggunakan bahasa Inggris.

“Oh, saya Zahra. Saya yang akan menjadi tour guide kalian selama di Indonesia.” Marc tidak lepas pandangan terhadap Zahra. Dia sedikit heran. Biasanya, di mana pun berada para wanita akan histeris dan tidak lepas memandang tubuh atletisnya. Tapi berbeda dengan wanita bernama Zahra tersebut. Wanita khas memiliki wajah Indonesia dengan kulit kuning langsat, mata bulat lebar, bulu mata yang lebat dan iris mata yang berwarna hitam gelap. Tunggu! Matanya yang paling indah diantara anggota tubuh yang lainnya. Sepersekian detik Marc mengabsen seluruh tubuh Zahra.

“Nona Zahra, apakah ada perjanjian khusus sebelum kami menandatangani surat perjanjian dengan agensi tour?” Jason sahabatnya yang berbicara kali ini karena Marc sedang sibuk mengagumi siluet tubuh milik Zahra. Sedangkan wanita cantik dengan bulu mata lentik itu mengangguk dan mulai berbicara apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan jika bekerja sama dengan dirinya. Rupanya Zahra bisa berbahasa Prancis. Itu lebih mengagumkan lagi.

***Meyyis***

Zahra mengembuskan napas halus. Dia sedikit ragu menyampaikan keinginannya. Namun dengan kekuatan istigfar dia menutup mata dan mengumpulkan keberanian untuk mengatakannya. “Baiklah, Tuan. Karena Anda yang meminta maka saya akan mengatakannya. Saya hanya meminta libur di akhir pekan karena mengurus anak saya, saya meminta beberapa menit untuk salat. Sepertinya hanya itu.” Dengan mantap Zahra menganggukkan kepalanya. Marc masih saja memandang Zahra sangat intens. Lembut suaranya, membuat lelaki itu terlena. Zahra tidak bersolek seperti wanita pada umumnya. Namun wajahnya sudah cantik natural.

“Saya rasa urusan kontrak bisa di baca dulu?” Ruben memang mengurus kontrak untuk Zahra berbeda dengan yang lainnya. Zahra adalah sahabatnya sejak SMA, selain itu pendukung paling setia saat mulai mendirikan agensi ini. Jadi ada poin-poin khusus untuk dirinya.

“Oke, kami tidak masalah. Bagaimana dengan kamu Marc?” Jason menyenggol lengan Marc hingga lelaki itu tersadar dari lamunannya.

“Oh, iya, saya juga oke.” Mereka melakukan penandatanganan itu. Jason dan Marc mengajak Zahra makan siang. Sebagai tour guidenya, maka wanita itu menuruti tapi hanya menemani saja. Wanita itu tidak memesan makanan*.

“Kamu tidak memesan?” tanya Marc.

“Maaf, Saya sudah makan siang di rumah.” Zahra menangkupkan kedua tangannya tandanya minta maaf.

“Oh, baiklah. Kamu bisa pesan minum mungkin?” Marc memanggil pelayan. Lelaki itu bertanya apa yang diinginkan Zahra. Wanita dengan kerudung yang menutupi seluruh kepalanya itu meminta segelas air jeruk saja. Maka mengangguk dan memesankan air jeruk tersebut untuk Zahra. Jason sesekali melirik ke arah Marc. Ada yang berbeda dengan sahabatnya itu. Sepertinya Marc menginginkan wanita yang ada di depannya itu. Jason dan Marc bersahabat sudah cukup lama. Marc belum pernah memandang wanita sedalam itu. Tidak berapa lama, maka segelas air jeruk sudah tersaji. Zahra mengucapkan terima kasih pada pelayan tersebut.

“Nona, mungkin hari ini cukup sekian .... “ Jason menjeda ucapannya melihat Marc masih tercenung memandang Zahra yang hanya menunduk saja. Jason menyenggol tangan Marc sehingga lelaki itu kaget dan menumpahkan segelas air putih yang ada di depannya.

“Oh, maafkan aku! Kau jadi basah.” Zahra tersenyum dan meloloskan tisu yang tersedia di meja. Dia mengusapkan tisu tersebut pada bajunya yang basah. Marc bangkit akan membersihkannya. Tapi Zahra menolak. Sehingga Marc merasa bodoh. Dia lupa dengan hal-hal yang sudah dikatakan Jason sahabatnya kemarin sore. Zahra memang berbeda. Jika wanita lain, mungkin hal itu menjadi kesempatan emas untuk dekat dengan dirinya. Tidak dengan Zahra. Dia bahkan terkesan menolak ketampanannya.

“Hati-hati, Marc. Kami akan permisi pulang, Zahra. Kamu mau numpang?” Jason menawari tumpangan kepada Zahra.

“Terima kasih tidak usah. Saya sudah pesan ojek online.” Marck masih bengong saja sehingga Jason menarik tangan Marc. Zahra menggeleng-gelengkan kepalanya merasa tingkah dua lelaki dewasa itu aneh.

“Aneh banget. Dua orang dewasa, seperti layaknya anak-anak SMP yang mencuri perhatian dari orang yang dia taksir. Tunggu! Segeer  itukah aku?” Zahra tersenyum, menertawakan dirinya sendiri. Sepertinya, tingkah bule itu sudah sedikit mencuri perhatiannya, karena sedikit berbeda

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status