Share

Bidadari Oon dan budak kesayangannya

"Its spa time, hala hala baby! "

Tiga gadis muda dengan raga bak pragawati sedang bermanja-manja di salon andalannya : Tamara Beauty. Salon kelas atas milik Tamara Hotterstone, bunda kandung Utari Hotterstone yang terkenal sebagai sang entrepeneur yang cerdas dan menawan. Walau usianya sudah 50 tahun, tak satu keriput pun berani mendarat diwajahnya. Tak heran jika kecantikannya menurun pada anak semata wayang nya.

Bidadari-bidadari manja memanjakan raga yang lelah setelah dimaki seharian oleh Sang Bintang yang keras dan berkelas. Tubuhnya serempak dibalut handuk kimono berwarna pinky yang selembut sutra. Laura berbaring dengan indah, punggungnya dipinat-pijat oleh bencong salon yang piawai memanjakannya ; Kinan yang sibuk keramas, menatap ke arah kaca di mana paras cantiknya terpampang nyata ; Utari sibuk dengan feeds i*******m dan 100k followersnya.

"Habis ini kita spa yuks? " Ajak Laura. Ia mulai berkeluh, "capek bangets nih, sukmaku sudah dekil cin. "

Dercikan air panas mengalir dengan begitu cantik. Kini, Laura, dan Kinan mulai bertelanjang ria , melepas kinono pinkynya. Tubuhnya yang mulus mulai masuk ke dalam kolam air panas bertabur bunga tujuh rupa. Kala mereka berendam, kedamaian meresap ke dalam pori-porinya yang kecil, menghempaskan sementara problematika yang membelitnya. Konon, bunga-bunga nan harum itu bisa mengencangkan kulit-kulitnya yang kendor walau mustahil mengencangkan otak mereka yang bocor.

"Eh, kalian tahu gak, sekarang Mekdi kolabs ama BTS? Ih, ada Jimin nya unyu banget!" Dibanding nilai-nilai Pancasila, Kinan lebih paham drakor, dan info pebinor-pebinor ganas yang termahsyur di kompleksnya.

"Siapa tuh Jimin BTS? kerenan juga Aldebaran! " balas Utari dengan somse.

Walau sama-sama fashionable tapi soal film mereka hidup di dunia yang berbeda : Laura suka anime, dan Utari lebih suka sinetron kasta emak-emak asal Indonesia. Mungkin karena sedari kecil dia diasuh oleh pembantunya, jadi walau fashionnya bak Indonesian Top Model, tapi selera tontonannya Indonesia Top Babu. Kalau lagi tercerahkan dia kadang bicara soal akherat saat asyik dugem bareng kawan maksiat nya.

"Ah, segar banget ya aromanya." Lubang hidung Kinan kembang kempis. Terus membesar dan mengempis menikmati aroma lavender, rose, jasmine, dan bunga-bunga terapi yang menggelitik moncongnya.

"Lo mah nyium melati kayak nyimeng ganja, " Laura meledek Kinan. Bak Sherina, ia melihat lubang hidung Kinan lebih dekat. "Gede banget lubang idung lo, kayak terowongan Casablanca! " Laura tertawa terkekeh-kekeh tanpa rasa bersalah. Kinan memasukan bulu hidungnya yang sesekali keluar secara mandiri.

"Banyak setannya dong? " celetuk Utari yang enggan melepas bra ungu kesayangannya.

"Banyak upilnya keles! " singkat Laura.

"Kurang ajar lo! " Mata Kinan melotot bak buah jengkol, ia mulai menerkam leher Laura yang ceking. Seandanya Utari tak menghentikannya, adegan di kolam yang seharusnya panas malah menjadi adegan ganas antara dua sahabat yang saling tindih hanya karena masalah upil. Laura tak mau berita konyol masuk Lambe Turah dengan headline : tiga bidadari cantik mati konyol tersedak upil sendiri. Sekeji itulah media jaman sekarang.

"Please, kalian tuh udah gede. Dewasa dikit napa! " Sang ketua murka, menghentikan kawan-kawannya yang kadar kebodohannya sudah stadium 4. Mereka risih melihat kelakuan Utari yang main hp saat berendam — walau hpnya waterproof— sangat menunjukan jiwanya yang sudah dewasa.

Kinan berbisik, "cih, katanya udah dewasa, berendem kok pake kutang! "Ia terus menilik ke arah Utari. "Mana ungu lagi kayak janda! "

Laura langsung menyahut, "malu kali dia. Pentilnya ada tiga. "

"Jah, demit Kali Ciliwung kali, pentilnya tiga!" Tangan kirinya menutupi mulutnya, Kinanti menahan tawa. Utari menatap sinis ke arah kawan-kawannya yang centil. Matanya terus fokus menatap cogan-cogan tampan nan sixpack yang menghiasai beranda Instagramnya.

*****

Hari sudah petang, Cinta yang malang masih menunggu majikannya. Cinta duduk di atas kursi kayu kesepian yang tergeletak di pinggir jalan, dekat Keriting Laundry. Matanya memandang ke jalan raya, menonton roda-roda yang melintas dan berputar-berputar menggilas jalanan. Cinta meratap pada sang nasib yang belum memutar roda kehidupannya, dan nasib pengamen-pengamen dan pengemis kecil di jalan yang terus merajut asa sepanjang jalan.

"Hey Cinta, laundry is ready baby! "

Lelaki kribo nan buntal, dengan pipi seperti bapau datang kearahnya. Dia adalah Bobo, si Kribo buruk rupa pemilik Keriting Laundry : perusahaan kecilnya yang bergerak di bidang pengeringan pakaian yang meraup untung dari mahluk-mahluk bernama mahasiswa. Yang terlalu malas nyuci sendiri, tapi enggan hidup sendiri (baca : jomblo).

"Neng Cinta, ini pakaiannya udah kering. " Dengan sopan Kribo meletakkan laundryannya di atas paha Cinta yang datar.

"Makasih, " ucap Cinta pelan.

"TIDIT!" Klakson yang panjang terdengar begitu bising. Sebuah mobil BMW berwarna pink terhenti di depan Cinta yang sedang termenung. Laura keluar dari mobil tuk menjemputnya : barang-barang berharganya yang jauh lebih penting dari eksistensi Cinta yang jadi budaknya.

"Makasih banyak Cinta senpai! " ucap Laura dengan nada yang sok imut. Laura merogoh kocek seratus ribu lalu membayarkannya pada Bobo, dan selembar lima ribuan untuk budak setianya. "Ambil ini Ta, buat ongkos taksi."

"Aa Kribo gak dibilang thank you juga nih, " Kribo mengusap-usap hidungnya yang pesek. Laura paham betul lelaki bantet ini sangat menaksirnya, bahkan sedari dia masih berbentuk embrio. Dengan tampang jijay Laura berkata, "idih najis banget lo ya, udah gue bayar mahal juga pengen bilang thank you."

"Kalo gitu akang kasih gratis! " Kribo mengembalikan selembar seratus ribuan yang diberikan Laura. Laura yang sultan menolaknya, "gak usah la yaw. Jangan ngarep deh lo bisa dapetin gue kayak Beauty And The Beast. "

Kribo yang terluka hanya memasang wajah masam. Laura menjawab, "kamu toh kastanya sama si Cinta, kasta pem-ban-tu!"

Dalam mobil pinky nya, Utari memandang geli ke arah Cinta, sosok yang teramat absurd baginya. Bagaimana bisa Cinta tetap teduh kala Laura menjahilinya. Sebagai wanita seharusnya ia punya harga diri walau secuil. "Gila tuh Cinta kayak batu banget yah. Kita isengin pun gak pernah marah." Sang majikan mulai peduli pada budaknya.

"Makanya Tar, sesekali ajak dia have fun biar gak cupu-cupu amat jadi kroco. " Kinanti membalas ucapan Utari yang pandangannya begitu sibuk ke arah kosmetik yang sedang digenggamnya. Kecantikannya yang menggelora jauh lebih penting dari sang budak yang sengsara.

"Gue punya ide. " Gemerlap bintang dan lampu kota yang berkilau memberi Utari inspirasi tuk menjadikan Cinta seorang bintang komedi malam ini. Bahkan sebuah Iphone 12 Pro Max, ia siapkan tuk mengabadikan moment-moment kelam Sang Budak yang suram.

"Cinta ke sini! " Utari melambaikan tangannya.

Cinta bergerak mengikuti perintah tuannya. Dia bertanya, "ada apa Tar?"

"Masuk mobil, hari ini kita have fun bareng."

Drap. Utari membuka pintu belakang, dan Cinta pun masuk kedalamnya. Laura menyusul Cinta, lalu duduk di samping Cinta yang mukanya penuh tanda tanya. Kira-kira akan dibawa kemana kah gadis culun tersebut? Semoga saja dia tak dijodohkan dengan duda kaya botak yang parasnya kayak tapir.

*****

Trio Oon mengajak Cinta ke dunia lain. Sebuah dunia yang tak pernah disentuh olehnya : night life. Dentuman musik yang bising bergemuruh sepenghujung malam, kilau lampu disko yang warna-warni terus berputar memancarakan sinarnya yang tak beraturan. Gadis-gadis metropolitan berbusana kurang bahan, tak malu-malu berciuman ditengah remang-remang. Sungguh, Cinta lebih memilih tersesat ke alam jin daripada harus stay lama-lama di diskotik suram yang dipenuhi mahluk-mahluk tak berahlak. Urut malu mereka seperti putus, hidup termakan gengsi. Apalah arti surga baginya bila kita bisa menikmatinya sekarang — begitulah moto anak jaman now.

Segelas wine tertuang ke atas gelas bening nan cantik. Berdiri gagah di samping botol red wine nan hijau yang masih utuh. Cinta bertanya-tanya tentang apa yang bakalan Utari lakukan padanya. Memandang tatapan Cinta yang penuh penasaran, Utara pun menjawab, "Ta, minum wine ini sampai habis. Anggap saja sebagai tanda persahabatan kita selama tiga tahun ini. "

"Cobain aja Ta, ini sehat kok. Rasanya kayak bandrek. " Laura yang mulai teler mulai meracau. Cinta bukan lah anak kemarin sore yang tak paham apa itu anggur merah. Dari masih paud sampai kuliah di Unpad, dia paham akan benda-benda nikmat nan haram. Hanya saja dia memilih tuk tak menyentuhnya.

"Maaf Tar, aku gak mau meminumnya, dosa." Sang Budak menjawab pelan. Mata Kinan yang bulat langsung keluar dari sarangnya, dia meneguk habis anggur merah yang menggairahkan. Kinan mencoba emberi teladan pada sang budak agar tetap di jalan setan. "See, sesimple itu. Gak usah mikirin dosa. Tuhan itu maha pengampun! "

"Udah Nan jangan dipaksa. " Utari mendadak jadi malaikat pelindung bagi Cinta. Cinta merasakan sedikit ketenangan, dan berjuta keraguan. Dan benar saja, dengan nada penuh tangis Utari mulai bertutur, "Cinta itu anak baik-baik. Dia itu taat dan masih perawan, minum amer dalam cawan itu bukan jalan ninjanya. "

"Terus apa dong? " Kinan kepo.

Utari merogoh tas Chanel biru dongker miliknya, nampak sebuah diary berwarna ungu dengan tulisan yang tentu sangat Cinta kenal : my wonderful journey. Dengan senyum licik alasan antagonis, Utari berkata, "mending kita baca buku aja yuks! "

Cinta terdiam. "Darimana wanita jalang ini mendapat bukuku? " pikir cinta. Ah, pasti kala bertubrukan dengan Bintang, Utari ada di sana, kala itu lah diarynya terjatuh dan Utari mengambilnya.

"Ri, balikin, itu buku punyaku! " Cinta memelas. Utari tersenyum manis. Ia mulai menuang secangkir red wine pada gelas bekas Kinan. 'Ting! ' Tangannya menyentil gelas yang menganggur, sebuah kode untuk Cinta untuk menghabisinya.

"Gue bakal nurutin perintah lo kalau lo nurut ama gue. "

"Minum, minum, minum! " Tepuk tangan yang meriah. Kinan mulai menyemangatinya, bertepuk tangan seolah ini pesta ulang tahun. Laura yang teler dan Utari yang sibuk merekam, mulai menyemangati Cinta agar menempuh jalan kesesatan. Tangan Cinta bergetar hebat, seolah-olah dia sedang menengguk saripati buah Khuldi yang akan menurunkannya ke Bumi. Pelan tapi pasti gelas wine yang tadinya jauh mulai mendekat. Sejengkal lagi menuju bibir tipis Cinta dan —

"Hup! " Utari mengambil paksa wine milik Cinta. Dengan nada kesal ia bicara, "lama banget sih lo minumnya. Lo, minum anggur udah kayak mau minum racun tikus aja. "

"I show you how to enjoy pleasure. " Utari menyilangkan kakinya yang jenjang. Kaki kirinya menimpa paha kanannya yang mulus. Sang majikan mengajarkan cara minum yang elegan. Tangannya yang lentik, mulai mengocek anggur merah secara searah sampai semuanya menyatu. Setelahnya gelas wine yang mewah didekatkan pada bibir seksinya yang merekah, dan Utari pun mulai menegguk minuman surgawi itu pelan-pelan sampai akhirnya melesat ke kerongkongannya. Satu gelas wine habis tanpa sisa.

Cinta bengong melihat kelakuan Utari yang sensual— walau nyatanya begitu. Dia masih tak sanggup meminum wine itu, walau setetes pun. Utari yang bosan langsung melempar diary milik Cinta.

"Nih, buku lo! " Utari melempar buku Cinta ke atas meja. Cinta langsung bergegas mengambilnya. Ia menatap Utari dengan tatapan penuh tanya, "kamu gak baca kisahku, kan? "

"Idih, ngapain juga gue baca kisah halu lo. "

"Alhamdulilah! " Cinta merasa lega.

Baginya itu hanyalah sekumpulan kertas berisi kisah dongeng penuh khayalan-khayalan yang menjemukan. Ia tak paham bahwa di sana terdapat inti sari kehidupan milik Cinta : kisah klasik masa kecilnya, perasaannya pada Bintang, dan kekesalannya pada Bidadari Oon yang terus saja menjahilinya. Cinta mengusap dadanya, lega para keledai tak membacanya.

"Sekarang lo ikut gue! " Utari menarik paksa tangan Cinta yang kecil, mengajaknya berlenggak lenggok di bawah sinar lampu disco yang asyik. Sungguh, jangankan clubbing, dancing-dancing tak jelas di Tikt*k pun haram hukumnya bagi Cinta. Di mata cinta diskotik sama halnya dengan panggung dangdut di pasar malam yang dihuni kuli-kuli horny dan pedangdut binal.

"Tunggu Tar, aku mah gak bisa joget. " Cinta memohon pada Utari tuk menghentikannya.

"Just do it, sis! " Utari berlenggak-lenggok. Bokongnya yang kencang, dan dress merahnya yang indah jadi perhatian buaya-buaya nakal disekelilingnya.

Adam diciptakan untuk Hawa — begitu pun sebaliknya. Tetapi Cinta diciptakan bukan untuk Kinan, Laura, atau pun Utari, menjadi budak di kampus bagi para ayam kampus, bukan lah takdir yang harus dilaluinya. Kini, Cinta mulai melawan dan menatap Utari dengan tajam. Cinta berkata, "kalo lo mau ke neraka, pergi sana sendiri! "

Plak. Cinta menampar pipi Tari dengan keras. Saking kerasnya, Cinta mulai kembali ke realita di mana ia tetap mematung dan tak berkutik melawan tiga kawannya yang nakal. Itu semua hanya khayalannya.

"Minum dulu nih biar semangat!" Kinan menegukan satu botol red wine pada Cinta secara romusha, Cinta tak berkutik dibuatnya. Dia memuntahkannya, namun separuh dari isinya sudah terlanjur tertelan. Dia panik bukan main. Masanya sebagai gadis polos dan baik telah berakhir.

Kinan, Laura, dan Utari berlari ke atas panggung, naik ke atasnya dan mulai berdansa dengan menggoda. "Semuanya, its party time! "

Matanya mulai berkunang-kunang. Cinta mulai rubuh, ia mencoba mempertahankan kesadarannya. Semua yang nampak jelas kala dilihat dengan kacamata tebalnya, menjadi semakin buram. Hal yang terakhir ia lihat adalah Tiga Bidadari Oon yang menari liar di atas panggung, setelah semua itu... semuanya hitam dan kelam. She doesn't remember anything.

*****

"Dimana aku sekarang? "

Kata-kata yang diucap Cinta kala dirinya terkapar di tempat yang asing. "Apakah aku sudah ada si Surga?" Kata-kata itu pantas diungkapkan olehnya. Bagaimana tidak, kasur yang ditidurinya sajanya luasnya dua kali luas kasur kapuk yang ditidurinya di kamar kost. Cinta mendadak tertidur di ruang yang megah. Semuanya nampak begitu mustahil baginya. Lihat saja ornamen lampunya yang indah dan bermotif emas, itu semua hanya dia lihat di film-film Disney. Pemandangannya yang fantastik. Sejauh mata memandang yang ia lihat mobil-mobil yang nampak kecil, dengan bundaran air mancur yang mengalir dengan indah. Sekarang Cinta berada di sebuah apartemen mewah.

"Selamat pagi permaisuri, sudah kenyang bobonya? " Suara bass yang tegas terdengar dibelakang Cinta. Kala Cinta menengok ke belakang, Bingtang Alexander Zulkarnsen sedang duduk di sofa klasik berwarna merah. Dia bertelanjang dada dengan pemandangan perut sixpack, dan bulu lebatnya terpampang jelas. Semuanya nampak sempurna seandainya mata kirinya tak lebam, keunguan.

"Aaaargh! " Cinta berteriak kencang. Dia baru sadar, pakaiannya telah diganti. Kaos yang dikenakan sekarang bukan lah kaos putih polos bergambar beruang, tetapi sebuah gaun berwarna ungu dengan bagian lengan yang terbuka. Cinta menatap penuh ragu pada Bintang, "lo enggak ngapa-ngapain gue kan? "

"Ah, tak sudi aku menjamahmu walau sedetik pun. " Cinta sadar betul bahwa cewek cupu sepertinya bukanlah selera laki-laki kelas atas seperti Bintang. Satu hal yang mengganjal hatinya : darimana dress cantik ini berasal? Pikiran liarnya melayang-layang menatap nakal pada Bintang yang dikiranya menggantinya.

Alexandria Zulkarnsen keluar dari toilet yang transparan. Tubuhnya yang molek dibalut handuk putih bak biola tak berdawai : mengesankan. Alexia tersenyum ramah pada Cinta. "Syukurlah aikhirnya kamu bangun juga.."

Cinta paham bahwasanya yang mengganti bajunya adalah Alexia, bukan sosok Bintang seperti yang dikhayalkannya.

"Jangan dekat-dekat Lex, nanti kamu ditendang olehnya." Bintang mengancam Alexia.

"Ditendang? " Cinta tak paham.

"Jadi lo enggak ingat kejadian pas lo mabok semalem? " Bintang begitu serius, bertanya pada Cinta.

Cinta hanya tersentum kecil. Cinta semakin bingung bagaimana dia yang ngangkat galon saja tak bisa, jadi sosok tangguh yang menendang Bintang yang kekar. Ternyata mabok amer satu botol bisa buatnya seganas itu.

Bintang berjalan ke arah Cinta, dia menepuk bahu kurusnya tiga kali. Bagai kakek tua dia pun menasehatinya. "Lain kali kalo gak bisa minum jangan main di diskotik. Pergi sana naik odong-odong! "

Tangannya yang kekar memegang sebuah buku yang familiar dimatanya. Bintang menyerahkan diary ungu milik Cinta. Sungguh, Cinta mati kutu. Apalagi saat Bintang berkata, "daripada mabuk amer mendingan lo berendam di lautan sastra, terus bacain sajak-sajak indah sampai gue mabuk."

Celaka! rahasianya ketahuan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status