Share

Bab 34: Jangan-Jangan Kamu?

Author: Duvessa
last update Last Updated: 2025-05-24 17:33:11
“Jangan-jangan kamu …”

Isvara sengaja menggantungkan kalimatnya. Matanya menatap pria di depannya tanpa berkedip, mencoba membaca bahasa tubuh Alvano.

Alvano mengangkat alis, menunggu lanjutan kalimat itu sambil tetap memegang kantong kecil berisi permen kapas dengan gambar koala.

“Jangan-jangan kamu … nyelidikin masa lalu aku, ya?” tuduh Isvara.

“Siapa yang kamu suruh? Jefri?”

Alvano mengerjapkan mata, sedikit lega, sedikit bingung, dan … sedikit terpojok.

“Apa? Nggak, aku nggak nyelidikin kamu,” jawab Alvano cepat. “Aku nggak nyuruh siapa-siapa.”

Isvara menyilangkan tangan di dada. “Terus kamu bisa tahu aku suka permen ini waktu kecil dari mana? Emangnya kamu paranormal?”

Namun, alih-alih menjelaskan, Alvano perlahan meletakkan permen itu di meja.

“Udah deh. Emang itu penting?” kata Alvano, berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Yang penting sekarang … aku udah minta maaf dengan tulus. Dan kamu …” Alvano menatap Isvara, mata mereka bertemu, “kamu maafin aku, nggak?”

Isvara tidak langsu
Duvessa

Kalau kalian suka boleh like, komen yaa :)

| 24
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 147: Gangguan Malam

    Beberapa menit kemudian, Alvano kembali muncul, menuruni tangga dengan kantong kecil di tangan. Plastik bergambar pisang berwarna kuning cerah itu langsung mencuri perhatian Isvara.“Tokyo Banana!” seru Isvara, nyaris melengking karena terlalu senang. Alvano mengangguk kecil. “Yang kamu pesen itu, ‘kan? Harusnya semalam aku kasih, tapi …” Dia tidak melanjutkan, hanya mengedikkan dagu, jelas merujuk pada pertengkaran semalam tanpa perlu menyebutkannya secara langsung.Isvara hampir saja mengulurkan tangan, refleks ingin merebut oleh-oleh yang dia pesan. Namun dia buru-buru berhenti, menatap kedua telapak tangannya yang masih belepotan bumbu dari ayam yang sedang dia siapkan.“Nanti deh, aku cuci tangan dulu–”“Nggak usah.” Alvano sudah kembali duduk di sebelahnya. Dia membuka bungkusnya pelan-pelan, seperti menyuguhkan sesuatu yang lebih dari sekadar camilan. Dengan hati-hati, dia memotong sepotong kecil dan menyuapkan ke mulut istrinya.Perempuan itu sempat terkejut, tapi tentu saja

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 146: Pelukan Tiba-Tiba

    Isvara sampai rumah tidak lama setelah langit mulai meremang jingga. Dia sibuk merapikan belanjaan di dapur, menata sayur dan daging ayam sambil bersenandung pelan. Kepalanya lumayan ringan, jauh lebih lega dibanding pagi tadi.Baru saja Isvara selesai membersihkan sayuran ketika suara pintu depan terbuka. Isvara sontak menoleh cepat, dan mendapati Alvano berdiri di ambang pintu. Masih mengenakan kemeja kerja yang tampak kusut dan dasi yang longgar di lehernya. Wajahnya lelah, tapi riak wajahnya berbeda, dan Isvara tidak tahu kenapa.“Van? Tumben udah pulang?” tanya Isvara hati-hati. Heran juga, karena biasanya Alvano pulang lebih malam.Alvano tidak langsung menjawab. Tatapannya tidak terputus pada istrinya, lama, dalam, seperti tengah menafsirkan sebuah teka-teki rumit. Lalu dalam beberapa langkah panjang, dia sudah ada di hadapan istrinya.Sebelum Isvara sempat mundur atau bahkan bertanya lebih jauh, tubuhnya sudah direngkuh erat. Lengan Alvano melingkar kokoh pada bahu Isvara, me

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 145: Siapa Pria Itu?

    Sementara itu, Isvara kini sedang berada di supermarket terdekat dari rumah. Setelah seharian mencoba tidur, atau lebih tepatnya berusaha menenangkan pikirannya yang penuh setelah semalam pingsan. Dia memutuskan keluar sebentar.Hari ini Isvara memang tidak masuk kerja. Alvano dengan tegas memintanya untuk istirahat penuh. Namun, diam terlalu lama di kamar hanya membuat pikirannya makin keruh, terus-menerus terisi ulang oleh kata-kata dari ibu mertuanya.Maka, dia memilih sesuatu yang sederhana: belanja bahan makanan. Melihat deretan sayur dan buah yang tertata rapi membuatnya merasa sedikit lebih waras.Dalam hati, Isvara ingin memasak ayam panggang rosemary, makanan favorit Alvano. Entah kenapa, ada keinginan dalam dirinya untuk membuat suaminya tersenyum malam ini. Setelah hampir dua minggu terpisah, tidakkah wajar bila dia rindu? Dan ingin menebus semua jarak, semua luka?Saat berbelok ke lorong buah. Pandangannya tertumbuk pada seorang pria tua yang sedang berjuang mengangkat sema

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 144: Masa Lalu Isvara

    ‘Wah, jangan-jangan Kak Al mau nanya soal uang yang aku pinjam dari Kak Isvara,’ pikir Aksara cepat, jantungnya sempat melompat, tapi wajahnya tetap dipasang santai.“Nanya apa, Kak Al?” tanya Aksara, ragu-ragu sambil menarik kursi dan duduk.“Mau pesan minum dulu?” tawar Alvano.“Nggak usah. Nanti aja. Hausnya belum ngalahin deg-degan,” celetuk Aksara mencoba mencairkan suasana. Namun, Alvano hanya menatapnya. Tenang, tapi tajam.Alvano mengangguk, lalu diam sejenak. Menimbang. Apakah pantas menanyakan hal ini? Namun siapa lagi kalau bukan Aksara? Dia tidak mungkin bertanya pada orang tua Isvara, atau lebih parah lagi pada Isvara sendiri, yang masih tidur lelah setelah semalam tumbang karena emosi.“Aksara …” Akhirnya Alvano bersuara.“Iya, Kak?” Aksara mengerutkan kening. Dia tahu Alvano sedang merumuskan kata-kata. “Tanya aja, Kak. Aku jawab sebisanya.”Alvano menarik napas panjang. Lalu, dengan suara rendah yang terdengar lebih rapuh dari biasanya, dia akhirnya mengutarakan, “Kalau

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 143: Konsekuensi

    Alvano menatap lembaran itu lama. Bukan untuk mempertimbangkannya. Kalau bisa, dia ingin merobeknya saat ini juga.“Papa serius?” tanya Alvano akhirnya. Bukan pertanyaan sungguhan–lebih kepada konfirmasi getir.“Papa selalu serius, apalagi soal reputasi keluarga ini,” jawab Atma. Dia menyandarkan punggung, kedua tangannya bertaut di depan dada. “Perempuan itu ... tidak memenuhi kriteria untuk menjadi pendampingmu. Bukan karena siapa dia, tapi karena apa yang dia bawa.”Alvano mengepalkan jemari. Rahangnya mengeras. “Dan menurut Papa, perceraian ini solusinya?”“Ini solusi paling logis, Van.”Logis, katanya.Memang selalu sulit bicara soal cinta pada orang yang tidak menganggap cinta relevan dalam hidupnya.Atma melanjutkan dengan suara datar, “Kamu mau kehilangan kursimu sebagai pewaris utama? Sepupu-sepupumu menunggu kamu jatuh, Van. Menunggu kamu punya titik lemah. Dan sekarang, kamu membuka celah itu.”Alvano menarik napas panjang, berusaha meredam bara yang mulai membakar tenggorok

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 142: Harus Bagaimana?

    Isvara menarik napas pendek. Lalu, menatap suaminya lebih lama, sedangkan matanya masih sembab. “Kenapa ... kamu nggak pernah cari tahu sendiri sebelumnya, Van?”Sebenarnya, Alvano sudah bisa menebak sejak lama. Dimulai dari hilangnya sebagian ingatan Isvara saat kakeknya meninggal, lalu ketakutannya pada ruangan gelap, ditambah ucapan Anita tempo hari. Semuanya seperti kepingan puzzle yang nyaris lengkap. Namun, Alvano memilih untuk tidak menyusunnya. Kalau Isvara belum siap bercerita, kenapa harus memaksa?“Karena ... aku nggak pernah ngerasa perlu gali masa lalu kamu sampai sejauh itu.” Alvano menggenggam tangan Isvara lebih erat. Matanya sendu, tapi bicaranya tegas. “Aku pikir ... semua orang berhak punya rahasia. Dan aku nggak mau nyakitin kamu dengan maksain buka kotak luka yang mungkin kamu sendiri masih susah nutupnya.”Isvara mengerjap. Ada sesuatu yang meluruh di dadanya. Pria ini, lagi-lagi, meruntuhkan egonya. “Van ... kamu ngerti ‘kan, itu juga salah satu alasan kenapa a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status