Share

Bab 46: Makan Siang

Author: Duvessa
last update Last Updated: 2025-05-31 10:41:00

Seisi ruangan sontak heboh.

Citra langsung berseru, “Serius? Kita? Lunch sama CEO?”

“Iya. Kata Jefri, ini makan siang informal gitu. Mungkin Pak Al mau kenal lebih dekat sama tim kita,” jelas Retha.

Andre tertawa geli. “Biasanya ‘kan yang diajak makan itu cuma kepala divisi. Kita mah cuma remahan kerupuk!”

Sementara yang lain heboh, Isvara hanya bisa geleng-geleng kepala. Apa mungkin Alvano melakukan itu demi makan siang dengannya?

‘Ah, nggak mungkin!’ bantah Isvara dalam hati.

Namun, notifikasi dari ‘Suami’ muncul lagi.

[Lihat? Sekarang kita bisa makan bareng, tanpa ninggalin siapa-siapa.]

Jadi benar, pria itu mengajak seluruh tim untuk makan siang agar mereka bisa makan bersama?

Isvara menutup wajahnya dengan satu tangan. Rasanya ingin tertawa dan menangis sekaligus.

‘Ya ampun, Van. Kamu niat banget cuma buat makan siang bareng …’ Isvara membatin.

“Ra, ayo, kita siap-siap. Katanya jam dua belas udah mulai,” ajak Citra, yang duduk tepat di seberangnya. “Kamu kayaknya lemes banget. Ja
Duvessa

Alvano emang hobi bikin ketar-ketir deh :(

| 1
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 49: Wanita Itu Siapa?

    Dengan alis sedikit terangkat, Isvara berbelok menuju coffee shop kecil di pojokan lobi. Tempat itu tidak terlalu ramai, hanya diisi oleh beberapa pegawai kantor lain yang sedang menikmati sore dengan kopi dan laptop masing-masing.Dari kejauhan, Isvara sudah mengenali sosok perempuan yang duduk santai di sudut dekat jendela.Berdandan kasual tapi tetap berkelas. Rambut panjang dibiarkan tergerai rapi, blazer krem melapisi kaus putih tipis, dipadukan dengan celana hitam yang membingkai tubuh rampingnya. Aura model-nya tetap terasa, bahkan saat hanya duduk menunggu.“Isvara,” sapa Adisti sambil melambaikan tangan kecil dan tersenyum lebar.Isvara membalas senyum itu, sedikit kaku tapi tulus. Dia tidak menyangka bahwa yang menunggunya sore ini adalah kakak iparnya. Pertemuan pertama mereka terlalu singkat dan formal, hampir tidak sempat bertukar kalimat apa pun.Isvara mendekat, lalu dia menarik kursi di hadapan Adisti dengan pelan.“Eh ... aku harusnya manggil apa, ya?” tanyanya sembar

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 48: Menunggu

    “Tapi saya sudah menikah.”Andre terdiam. Mulutnya otomatis membentuk huruf O. Namun, tidak ada satu kata pun yang keluar. Bahkan suara napasnya pun seperti ikut menahan diri.Di sebelah Andre, Citra menatap ke depan tanpa ekspresi, seperti menolak mengakui bahwa dia duduk bersebelahan dengan biang keributan! Dalam hati, Citra berkata tegas, ‘Jangan ajak Andre ke acara formal lagi. Titik.’Sementara itu, Retha masih mempertahankan senyumnya. Namun, sorot matanya berubah. Tidak lagi teduh dan penuh harap seperti tadi, melainkan seperti seseorang yang baru saja ditinggal bus terakhir—padahal dia sudah lari dari ujung gang.“Oh ... Bapak sudah menikah?” suara Retha pelan. Terlalu pelan untuk seorang perempuan yang biasanya begitu percaya diri ketika menyampaikan target kuartal.Alvano mengangguk pelan. Tidak terganggu, tidak merasa perlu menjelaskan lebih jauh. Wajahnya tetap tenang, seperti pria yang baru saja membuat keputusan penting dalam rapat dan tahu betul keputusannya itu final.

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 47: Menikah

    Isvara nyaris membeku. Otaknya sibuk memproses: apakah harus menerima itu dengan senyum manis, atau menolaknya dengan sopan? Keduanya terasa sama-sama salah.Menerima itu bisa memancing tanya dari semua orang, menolak bisa dianggap tidak tahu diri—terutama oleh seseorang seperti Retha.‘Alvano! Kamu lagi ngapain, sih?!’ rutuk Isvara dalam hati. Namun, yang keluar dari bibirnya hanya senyum canggung, lengkap dengan tatapan kikuk yang sulit disembunyikan.“Terima kasih, Pak,” ucap Isvara akhirnya, pelan, nyaris seperti bisikan.Di seberangnya, Retha terdiam sejenak. Senyum manis di wajahnya berubah kaku. Tangan yang tadinya sibuk menuang teh kini menggantung di udara, seperti lupa apa langkah selanjutnya.Beberapa rekan kerja melirik—ada yang pura-pura mengunyah dengan serius, ada yang menunduk menahan senyum, dan sebagian lagi saling menyikut diam-diam di bawah meja.Situasi mulai terasa tidak nyaman. Dan seperti biasa, saat suasana makan siang kantor mulai berpotensi jadi gosip, akhir

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 46: Makan Siang

    Seisi ruangan sontak heboh.Citra langsung berseru, “Serius? Kita? Lunch sama CEO?”“Iya. Kata Jefri, ini makan siang informal gitu. Mungkin Pak Al mau kenal lebih dekat sama tim kita,” jelas Retha.Andre tertawa geli. “Biasanya ‘kan yang diajak makan itu cuma kepala divisi. Kita mah cuma remahan kerupuk!”Sementara yang lain heboh, Isvara hanya bisa geleng-geleng kepala. Apa mungkin Alvano melakukan itu demi makan siang dengannya?‘Ah, nggak mungkin!’ bantah Isvara dalam hati.Namun, notifikasi dari ‘Suami’ muncul lagi.[Lihat? Sekarang kita bisa makan bareng, tanpa ninggalin siapa-siapa.]Jadi benar, pria itu mengajak seluruh tim untuk makan siang agar mereka bisa makan bersama?Isvara menutup wajahnya dengan satu tangan. Rasanya ingin tertawa dan menangis sekaligus.‘Ya ampun, Van. Kamu niat banget cuma buat makan siang bareng …’ Isvara membatin.“Ra, ayo, kita siap-siap. Katanya jam dua belas udah mulai,” ajak Citra, yang duduk tepat di seberangnya. “Kamu kayaknya lemes banget. Ja

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 45: Memutuskan

    ‘Ngapain aja?! Alvano!’ jerit Isvara dalam hati, rasanya ingin melempar dokumen ke wajah pria itu.Kenapa Alvano jadi seagresif ini?Ya, Isvara merasa akhir-akhir ini sikap pria itu berubah. Lebih terbuka, lebih hangat, tapi dia tidak menyangka akan secepat ini. Pria yang dulu begitu formal dan terkesan menjaga jarak, kini berbicara seolah mereka sudah menikah bertahun-tahun dan tanpa beban.Namun, yang Isvara tidak tahu adalah—Alvano memang sudah memutuskan. Dia ingin berhenti bermain peran, sekarang dia ingin benar-benar mendekati Isvara. Bukan sebagai CEO, bukan sebagai partner pernikahan kontrak. Namun, sebagai laki-laki yang ingin mengenal wanita ini lebih jauh.Walaupun dengan cara yang mungkin sedikit menyebalkan, tapi itulah Alvano.“Ya ampun, Van ... jangan ngomong kayak gitu!” dengus Isvara pelan, menatap Alvano tajam dengan alis terangkat.“Ambigu banget, tahu nggak? Orang bisa salah paham kalau dengar.”Bukannya merasa bersalah, Alvano malah terlihat semakin terhibur. Entah

  • Akad Dadakan: Suami Penggantiku Ternyata Sultan   Bab 44: Sebagai Istri

    Retha tampak terkejut. “Tapi, Pak—”“Kenapa? Kamu tidak terima?” potong Alvano, tatapannya tajam.Jelas Retha tidak terima. Harusnya bawahannya yang mengerjakan semua ini. Kenapa justru dia yang diminta untuk merevisi semuanya?!Namun, tentu saja Retha tidak berani berkomentar. Dia tahu betul sifat bosnya—sekali memberi perintah, tidak ada yang bisa menyanggahnya.“T-tidak, Pak. Saya akan revisi secepatnya.”Alvano kembali menatap layar tablet di depannya. “Kita lanjut.”Rapat berlanjut seperti biasa, tapi energi dalam ruangan sudah berubah. Beberapa orang tampak lebih berhati-hati saat menyampaikan pendapat. Yang lain sibuk mencatat poin penting, tidak ingin terlihat lengah. Sementara Isvara hanya duduk diam, sesekali menatap layar laptop, sesekali mencuri pandang ke arah pria di ujung meja.Tidak ada satu pun yang menyinggung kembali soal insiden tadi.Hingga akhirnya, Alvano menutup sesi dengan singkat.“Baik. Meeting cukup sampai sini. Semua tolong kirim update sebelum jam lima.”A

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status