Share

Terusir

last update Last Updated: 2024-04-27 11:34:26

Bab 2

Terusir

Gegas aku memutar b4dan untuk mengejarnya, "Tunggu!"

Akan tetapi, tak kutemukan siapa pun. Hanya ada satu orang pelayan h0tel yang sepertinya telah selesai mengantarkan pesanan.

"Enggak ada siapa-siapa di sini. Apa aku salah lihat?"

Sekali lagi aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, sepi. Sama sekali tidak ada orang selain diriku.

Aku berniat untuk menyusuri tempat ini perlahan karena sangat yakin dengan yang tadi kulihat. Namun, baru beberapa langkah, tiba-tiba netraku menangkap sesuatu yang berkilau di lantai, sebuah anting! Ya, berarti benar tadi ada seseorang di sini.

Aku akan menyimpannya siapa tahu suatu saat nanti ini akan aku butuhkan.

Aku bergegas menuju resepsionis karena yakin dia belum jauh dan pasti masih ada di sekitar sini. Bukan aku terlalu berpikir buruk, tetapi melihat caranya seperti tadi sangat mencurigakan terlebih lagi dengan fitn4h yang kualami saat ini.

“Selamat sore,” sapaku pada resepsionis yang bertugas.

“Selamat sore, Bu, ada yang bisa kami bantu?” jawabnya seraya menatapku.

"Maaf, Mbak, apakah Mbak melihat seorang wanita yang baru saja keluar?" tanyaku.

Dua orang resepsionis yang berjaga saling beradu pandang. Lalu salah seorang dari mereka menjawab, "Mungkin bisa disebutkan bagaimana ciri-cirinya? Sejak tadi ada banyak wanita yang keluar masuk area h0tel, jadi kami tidak tahu pasti orang yang Ibu maksud," jawabnya.

"Ah, iya. Ya sudah, terima kasih, Mbak," ucapku, karena rasanya sulit untuk mencari tahu. Aku hanya melihat siluet seseorang, bagaimana mungkin aku bisa menyebutkan ciri-cirinya.

"Ke mana wanita itu pergi? Dan, apakah ada hubungannya dengan kejadian hari ini?" Aku bermonolog.

Lebih baik aku kembali ke kamar, mengganti pakaian pengantin yang masih kukenakan ini dan ... pulang. Ah, pulang? Setelah kejadian tadi, apa orang tuaku masih mau menerima? Tidak.

Aku harus pulang dan menjelaskan kepada orang tuaku. Itu bukan aku, demi Allah itu bukan diriku.

Aku tak terima diperlakukan seperti ini, dipermalukan dengan tuduh4n atas sesuatu yang tak kulakukan, dihin4, dan dianggap sebagai wanita mur4han yang memberikan tub*hnya untuk pria lain … kenapa semua ini harus terjadi? D0sa apa yang telah kubuat sehingga Tuhan menghukumku seperti ini?

Tamparan Ayah masih terasa sangat perih. Sudut bibirku r0bek dan rasa panas di pipi ini masih sangat membekas. Tak terasa air mata ini luruh lagi, rasa ses4k memenuhi dada.

Aku berdiri di depan pintu lift setelah sebelumnya menekan tanda naik. Tak lama pintu lift terbuka dan dalam keadaan kosong, hanya butuh beberapa langkah saja kini aku telah berada di dalam kotak yang akan membawaku berpindah lantai.

Enam. Itu angka yang kutekan dan perlahan pintu lift mulai menutup. Namun, di saat pintu hampir tertutup sempurna, netra ini kembali menangkap sesuatu yang membuat dada ini berdegup kencang.

Aku melihat seseorang berjalan tergesa, walaupun dia mengenakan hoodie dan topi yang hampir menutupi seluruh wajahnya, tetapi aku yakin dia seorang perempuan! Terlihat dari postur tubuh dan cara ia berjalan.

Gegas aku menekan tombol supaya pintu kembali terbuka, tetapi sayang gerakanku kalah cepat sehingga lift kini telah bergerak naik. Tak kalah akal, aku langsung menekan tombol nomor satu, artinya hanya naik satu lantai dari lobi.

Tak butuh waktu lama, kini aku telah berada di lantai satu dan bergegas turun kembali ke lobi dengan menggunakan lift lain. Gerakanku sedikit terbatas dikarenakan pakaian peng4ntin yang masih kukenakan ini sehingga aku tak bisa leluasa bergerak.

Beruntung sekali saat pintu lift terbuka, aku dapat melihat dia tengah berjalan tergesa menuju pintu keluar. Seketika aku berlari mengejarnya, kulepas sandal pengantin yang kukenakan, tak peduli jika harus menjadi pusat perhatian orang di sekitar.

“Hei, tunggu!” teri4kku berusaha menghentikan langkahnya.

Terlihat dia menoleh karena panggilanku. Namun, seketika pula dia ambil langkah seribu yang membuat jarak kami semakin menjauh. Ah, si*l! Kenapa aku harus memanggilnya.

Aku terus berlari mengejarnya sampai keluar h0tel, posisinya hanya sekitar sepuluh meter di depan. Namun, tiba-tiba sebuah mobil melewatiku dengan kecepatan tinggi dan berhenti tepat di dekatnya, seseorang membukakan pintu dan berhasil membuatnya lolos dari kejaranku.

"Astagfirullah!" Aku jatuh terjerembap karena menghindari mobil hitam yang hampir menyer*mpetku.

"Aisyah?! Ya, Tuhan!”

“Y-Yudha?”

“Apa yang terjadi, Aisyah? Kenapa kamu seperti ini? Dan ini? Bukankah ini hari pernikahanmu?” Yudha memberondongku dengan pertanyaan.

“Yudha ... bukannya kamu---“

“Ya, aku baru tiba sore ini dan langsung ke sini. Ayo, bangun!” Yudha memapahku masuk ke mobilnya.

“Aisyah, melihat keadaanmu, aku tahu kamu sedang tidak baik-baik saja. Tak usah ceritakan dulu apa yang terjadi. Kamu butuh tenang. Sekarang, kamu mau aku antar ke mana?”

“Tolong antar aku kembali ke h0tel.”

“Ke h0tel? Kamu yakin?”

“Ya, tolong antar aku, Yud.”

“Oke, baiklah ....”

Aku menyandarkan tub*h letih ini pada sandaran jok, memejamkan mata.

Semua peristiwa hari ini masih meninggalkan syok yang sangat dalam. Hatiku terasa berlubang, pikiranku kosong.

Tak butuh waktu lama untuk kembali ke h0tel yang jaraknya sangat dekat. Saat tiba di lobi, aku meminta Yudha untuk menunggu.

“Yudha ... kamu tunggu di sini, aku ganti baju dulu. Setelah ini, boleh aku minta tolong?”

“Ya ampun, Aisyah ... katakan saja apa yang harus aku lakukan?”

“Antar aku pulang.”

“Bukan masalah besar buatku. Oke, aku tunggu di sini dan kamu, bersiaplah.”

Aku meninggalkan Yudha di lobi untuk berganti pakaian dan pulang. Ya, aku harus pulang. Jika malam ini aku masih tinggal di sini, belum tentu baik untuk keselamatanku.

“Lakukan tugasmu, jangan membawa kabar tentang kegagalan!”

Aku mendengar Yudha berbicara melalui sambungan telepon dengan seseorang. Posisinya membelakangi arah kedatanganku saat aku kembali ke lobi. Sepertinya Yudha tengah memberikan satu perintah.

“Yudha ....” Kulihat Yudha melonjak saat aku memanggil namanya, ponsel dalam genggamannya hampir saja terjatuh seandainya dia kalah cepat untuk menangkapnya.

“Ehm, Aisyah ... sudah siap?”

“Sudah,” jawabku singkat.

“Oke, kita jalan.”

Sepanjang perjalanan, kami tidak banyak bicara,Yudha yang sibuk mengoceh untuk menghiburku, atau menanyakan hal-hal tidak penting agar pikiranku teralihkan dari prahara yang menimpa.

Kenyataannya, aku masih sama … masih mengharapkan Mas Adnan kembali, masih mengharapkan bahwa semua ini hanyalah bagian dari mimpi bur*kku, dan aku sebentar lagi akan bangun ….

Mobil memasuki pekarangan rumah, sepi. Mama dan Papa mungkin sedang berunding untuk menghuk*m aku. Tak apa. Asalkan mereka mau mendengarkan dulu penjelasanku, tak apa jika aku benar-benar di huk*m.

Aku turun dari mobil dengan tetap ditemani Yudha. Namun, saat baru saja kaki ini melangkah, aku sangat terkejut sekaligus hancur lagi untuk kesekian kalinya. Di depan pintu, dua koper besar dan satu travel bag yang merupakan barang pribadiku, kini telah terongg*k di teras rumah.

Jelas sudah, aku tidak lagi diterima di rumah ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Akad Tanpa Malam Pertama    ENDING

    Bab 80 TAMAT “Masa, sih, itu bukan dia? Mirip banget, Ah.” ~@Dyannie_Alexander.. “Katanya udah ada konfirmasi kalau itu bukan dia, masalahnya udah beres.” ~@Adelia Bellez. “Jaman sekarang emang ngeri banget! Semua bisa dimanipulasi jadi semirip mungkin. Semangat, Kak!” ~@Rina Novita. “Kayaknya emang bukan dia deh. Itu mah cuman orang yang gak suka sama dia. Dia kan penulis sukses, makanya pada iri terus sengaja ngejebak dia pake foto palsu.” ~@Noeroel Arifin. “Ini bukan pengalihan isu, kan? Atau klarifikasinya bohong biar dia dapet simpati, terus bukunya laris lagi?” ~@HambaAllahpalingtaat. “Gue tim Kakak ini, sih, dari dulu, gak pernah ikut ngehujat.” ~@Rafika_Duri.Merasa bosan dan kesepian, pagi hariku setelah sarapan diawali dengan membuka komentar-komentar di media sosial. Ujaran kebencian yang waktu itu sempat memenuhi setiap postingan mengenai diriku, kini mulai reda. Padahal, dulu mereka orang-orang yang sama sekali tidak mengenal aku secara nyata sampai memburu ke ak

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Adnan Minta Rujuk

    BAB 79_Adnan Minta RujukBeberapa minggu kemudian, di sebuah ballroom hotel ternama …. Beberapa orang sibuk berlalu lalang, memasang pernak-pernik, menghias ruangan itu dengan beberapa yang memberikan kesan mewah dan indah. Sebagiannya lagi sibuk mendekorasi, mengatur kursi-kursi untuk tamu undangan, tata letak bunga-bungaan untuk menambah kesan mewah, dan panggung utama yang menjadi puncak perhatian dari kedua mempelai. Aku ikut andil dalam proses mempersiapkan semua ini agar hasilnya sesuai dengan yang diinginkan. Sementara Azmina …. “Aisyah!” Gadis itu memanggilku dari arah belakang. Dia datang dengan wajah berseri bersama calon suaminya, Raja yang juga memberikan kesan hangat padaku. “Mina, kok, malah ke sini? Harusnya kamu istirahat. Nanti malam, kan, acaranya jangan sampe kecapean kamu kecapean, lho,” ucapku merasa khawatir. Azmina tiba-tiba memelukku dengan erat sambil berucap, “Jangan khawatir, habis ini aku langsung pulang, kok. Aku ke sini mau bilang makasih ban

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Dilamar

    Bab 78Dilamar Malam hari setelah pulang dari acara jalan-jalan bersama keluarga, aku langsung membersihkan diri dan berganti pakaian, kemudian bersiap-siap untuk Salat Magrib berjamaah di ruang keluarga dengan Ayah sebagai imamnya. Azmina yang masih dalam proses belajar mengenal agama lebih dalam, ikut bergabung bersama kami. Aku sangat bersyukur sekali kepada karunia dan kebahagiaan yang Allah berikan padaku. Semoga kebahagiaan dan kehangatan ini bertahan selamanya. Ayah yang sejak lama tidak mengimami salatku dan Ibu dengan dalih sibuk oleh pekerjaannya, kini mulai berubah. Begitu pula dengan Ibu yang hanya sesekali masak dan lebih sering membeli lauk di luar, kini mulai membiasakan dirinya lagi untuk memasak demi keluarganya yang sudah lengkap. Kedatangan Azmina mengembalikan angin lama yang telah hilang di keluarga kami. Usai salat berjamaah, aku dan Azmina langsung masuk kamar. Kami bercengkerama sebentar sambil menunggu azan Isya tiba. “Aisyah, kamu dan Yudha bagaiman

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Kehangatan itu kembali kurasakan

    Bab 77_Kehangatan itu kembali kurasakan “Azmina?” Pria paruh baya itu menatapku dengan tatapan bingung. Dia mengaga selama beberapa menit di depan pintu masuk rumah. Sementara aku menunduk dengan canggung. “Sebenarnya bukan pilihan untuk datang ke sini, tapi Raja enggak bisa dihubungi, mungkin dia lagi enggak di apartemen atau lagi sibuk kerja—” “Ya Allah, Alhamdulillah.” Pria itu memeluk tubuhku dengan erat tanpa mengizinkan aku menyelesaikan alasanku datang kemari. Aku? Entah kenapa tak ingin menolak apalagi berontak. Dia mengusap-ngusap punggungku dengan lembut sambil berkata, “Tidak apa-apa, Sayang. Kamu tidak usah memberikan alasan apa pun untuk pulang ke rumahmu sendiri. Maafkan Ayah dan Ibu, ya.” Mendengar ucapannya, hatiku terenyuh. Tanpa sadar, air mataku jatuh tanpa diminta. Bercucuran sampai membasahi baju yang ia gunakan di bagian dada. Aku menangis seperti anak kecil. Dari dalam rumah, terdengar suara seseorang yang sangat aku kenali. “Siapa, Yah? Kok, lama? Ayo,

  • Akad Tanpa Malam Pertama    PoV Azmina

    Bab 76_Pov Azmina Pria itu datang sambil membawa sebuah keranjang kecil berisi bunga yang ia taburkan di atas pusara Ibu, kemudian menengadahkan tangannya untuk berdoa dengan wajah serius, tetapi tenang. Aku mendorong tubuh Raja untuk menjauh, lalu mendekat pada pria itu sembari menodongnya dengan pertanyaan yang penuh dengan perasaan dendam. “Apa yang Anda lakukan di sini? Berani-beraninya Anda datang ke pemakaman Ibu saya!” Dia menyelesaikan doanya, masih berdiam diri di depan pusara Ibu, menjawab pertanyaanku tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali. “Ayah datang untuk mendoakan Ibu angkat kamu, Nak. Ayah juga ingin menyampaikan rasa terima kasih karena dia sudah membesarkan dan memberikan kamu kasih sayang selama Ayah dan Ibu tidak ada di sisimu.” Aku tertawa kecil mengejek ucapan tidak masuk akalnya. Kenapa laki-laki biadab ini berperilaku seolah-olah dia adalah orang tuaku yang berbudi setelah meninggalkan aku selama ini? Setelah aku harus bertahan hidup sebagai pela*ur

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Ibu, kenapa meninggalkanku?

    Bab 75_Bu, Kenapa meninggalkanku? 77 panggilan tidak terjawab, 105 pesan belum terbaca selama tiga hari. Semuanya berasal dari orang yang sama. Aku ingin sekali mengabaikan semua pesan-pesan itu, tetapi selain dia tidak ada satupun orang di dunia ini yang berpihak padaku, yang menjadi tumpuan dan sandaranku … tidak ada. Apalagi saat ini pikiranku sangat berantakan gara-gara kondisi Ibu. Persetan dengan Rahadi! Dia harus menerima semua konsekuensinya! “Pak, berhenti di depan sana saja, ya, depan toserba.” Sopir taksi meng-iyakan permintaanku. Aku segera turun dan berlari menuju bangunan besar dan megah, lingkungan apartemen yang hanya bisa dimiliki oleh orang tertentu terlepas dari harta kekayaan mereka. Kutekan kata sandi apartemen itu melalui monitor layar sentuh di pintu apartemen. Setelah berhasil terbuka, aku langsung berlari dan memeluknya dengan erat, menangis tersedu-sedu menumpahkan semua kekesalan dan rasa sakit yang membuat isi kepalaku berantakan. Pria itu tertegu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status