Hai, sudah update lagi. Maaf, ya, kemarin ada sedikit kendala. Insya Allah, ke depannya akan lebih rutin update. Dukung dengan masukkan buku aku ke pustaka kamu dan vote gem buat aku ya sayang. Berikan juga ulasan bintang lima kamu buat akuuu ... thanks yaaa
KUBALAS PENGHIANATANMU, MAS!"Omong kosong! Telepon dia sekarang, biar Papa yang ngomong!""Tapi, Pa-- ""Telepon Firman, Jane! Se-ka-rang!"Mau tidak mau kubuka daftar kontak di aplikasi whatsapp, menekan tombol panggil. Terdengar suara nada sambung dari panggilan video tersebut."Halo, assalamualaikum, Jane.""Wa'alaikumsalam, Mas. Kamu lagi apa? Aku kangen," ujarku."Ka-kangen?" Pasti Mas Firman kebingungan dengan ucapanku barusan.Aku melirik ke arah Papa. Ia tengah menatap dengan mata sendunya. Semoga aja Mas Firman bisa mengerti dengan maksudku barusan."Iya, Mas. Aku kangen. Oh ya, ini Papa mau ngomong sama kamu," Kualihkan panggilan video itu ke Papa."Halo, Firman, assalamualaikum," sapa Papa dengan suara serak dan pelan."Halo, Pa. Wa'alaikumsalam. Papa gimana keadaannya, udah sehat?"Papa terbatuk kecil. "Ya, seperti yang kamu lihat. Masih sering ngedrop. Kamu kok nggak ikut ke mari bareng Jane dan Zahwa?"Aku memejamkan mata seraya meneguk ludah. Semoga saja Mas Firman tid
KUBALAS PENGHIANATANMU, MAS!💜💜"Jadi, nggak usah macam-macam, Jane. Hidup papa kamu ada di tanganku sekarang," tukasnya pongah. "Jangan sombong kamu jadi orang, selagi hidupmu pun bergantung padaku dan keluargaku, Mas. Budayakan punya malu dikit, dong," Kudorong tubuhnya hingga mundur selangkah.Dengan kesal, aku masuk ke kamar dan membanting pintu. Kuhempaskan tubuh ke atas ranjang dengan hati yang membatu marah. Tak kuduga, Mas Firman menyusulku masuk ke dalam kamar yang lupa untuk dikunci. Aku terperangah melihat pria itu berdiri dengan senyum yang entah."Ngapain kamu ke sini, Mas?""Memangnya kenapa? Kamu masih sah istriku. Itu artinya, aku masih berhak penuh atas dirimu," tukasnya penuh percaya diri.Aku mendengus sinis. "Pede banget jadi orang. Kamu dan aku itu sudah selesai, Mas. Hanya tinggal menunggu ketuk palu aja. Kalau bukan karena Papa, aku sudah nggak mau berurusan denganmu lagi."Mas Firman diam. Ia berjalan pelan ke arah ranjang tanpa sepatah kata."Kamu mau apa,
Aku segera merampas kertas di tangan Papa. Membaca isi kertas itu dan dugaanku benar. Pria licik ini membujuk Papa untuk menandatangani surat pengalihan kepemilikan perusahaan, menjadi atas namanya. Kertas itu kusobekkan menjadi serpihan-serpihan kecil yang bertebaran di lantai dan kucampakkan ke atas."Apa-apaan kamu, Jane?" tanya Papa bingung. Matanya menatap kertas yang sudah berubah menjadi serpihan-serpihan kecil yang jatuh ke lantai seperti hujan."Papa jangan mau ditipu sama orang ini. Dia ini jahat, Pa. Dia penipu!" Kudorong bahu Mas Firman hingga terjengkang ke belakang."Penipu? Jahat? Apa sih maksud kamu?""Sebenarnya kami sedang dalam proses cerai, Pa. Dia sudah selingkuh dengan sekretarisnya di belakangku dan dia juga menggelapkan sebagian uang perusahaan."Papa menatapku lalu berpindah ke Mas Firman yang tertunduk lesu di pinggir ranjang."Benar begitu, Firman?" Mas Firman menggeleng cepat. "Nggak, Pa. Itu semua bohong! Aku nggak sejahat itu.""Halah, sudahlah, Mas! Ng
"Aku pergi dulu ya, Pa," pamitku sembari mencium dahi dan pipinya, berakhir dengan memeluk tubuh yang dulunya tegap, kini semakin kurus."Ya, Nak. Kamu hati-hati ya di jalan. Kalau sudah sampai, jangan lupa kabarin papa.""Baik, Pa. Aku pergi,ya, assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Entah kenapa, ada yang berbeda kali ini. Seperti berat untuk melepaskan Papa sendiri, kendati ada Suster Lia yang sudah terbiasa menangani Papa dan juga ada Zahwa yang tidak bisa meninggalkan sekolahnya. Aku berangkat menuju bandara, menggunakan taksi yang juga bisa dipesan melalui aplikasi online, sama seperti di Jakarta.Di dalam taksi, pandanganku melayang ke luar jendela. Kenapa dengan perasaanku ya? Berkecamuk tak menentu. Jika bukan karena hari ini sidang pertama perceraianku dengan Mas Firman, tentu tidak mungkin aku meninggalkan lelaki yang paling kusayang itu, untuk ke sekian kalinya.Sesampai di bandara, aku segera check in, dan mengurus barang untuk disimpan di bagasi pesawat. Setelah itu, se
Berbagai cara kuupayakan untuk tetap bisa bercerai dari Mas Firman, kendati ia terus menolak. Sudah tidak ada yang bisa diselamatkan lagi. Bagiku, tidak ada penghianatan yang berhak untuk dimaafkan."Bukti-bukti semua sudah lengkap kan, Bu Jane?" tanya pengacara yang biasa menangani permasalahan di keluargaku."Sudah, Pak.""Baik lah, kita bersiap untuk sidang lanjutan perceraian Ibu.""Jane!" Aku pura-pura menatap kertas mendengar suara yang memanggilku. Itu suara Mas Firman."Jane!" panggilnya lagi dengan suara sedikit lebih tinggi.Steve menyikut lenganku. Ia memberi isyarat dengan matanya.Kuhela napas berat. Malas rasanya menanggapi lelaki satu ini."Apa lagi, Mas?""Aku … Aku mohon, Jane, urungkan perceraian kita," Ia menangkupkan tangan di depan dada."Keputusanku sudah bulat. Kamu dan aku sudah tidak bisa bersama. Seharusnya kamu sadar itu, Mas.""Tapi-- ""Sudah cukup! Aku tidak mau dengar apa-apa lagi darimu!""Ayo, Jane, giliran sidangmu," ujar pengacara berkulit putih itu
Pesawatku tiba pukul enam dan langsung menuju kantor Mas Firman, yang hanya sekitar tiga puluh menit perjalanan. Sengaja aku tidak mengabarinya, ingin memberikan kejutan. Pasti Mas Firman kaget dengan kedatanganku.Ah, rindu rasanya bertemu dengan lelaki yang sudah membersamaiku selama lima belas tahun itu. Nyaris setahun aku menetap di Singapura, untuk menemani masa pengobatan jantung Papa di sana. Sesekali aku pulang, jika perusahaan membutuhkan tanda tangan atau rapat penting."Selamat pagi, Bu," Seorang cleaning service wanita yang tengah membersihkan jendela ruangan Mas Firman, mengangguk hormat padaku."Selamat pagi. Kamu apa kabar?" "Alhamdulillah, sangat baik, Bu. Ibu sendiri gimana? Sudah lama tidak bertemu. Bapak Irawan sudah baikan?" "Alhamdulillah, kabar saya baik juga dan papa saya juga sudah jauh lebih baik.""Alhamdulillah sekali kalau begitu, Bu. Oh ya, kenapa Ibu datang pagi-pagi sekali?""Saya baru sampai dan rencananya mau kasih Pak Yudha kejutan. Kamu jangan bila
Jangan lupa subscribe sebelum membaca yaa🥳Aku mendengkus sinis. Ini bisa dijadikan untuk ditunjukkan ke Bang Yudha dan Bang Revan. Selama ini penilaian mereka pada Mas Firman sangat baik sekali. Aku ingin tahu seperti apa reaksi mereka nantinya.Langkah awal adalah mengganti kedudukan Mas Firman di perusahaan ini. Bila perlu, tendang sekalian dari hidup dan perusahaanku.Mereka terlalu asyik memadu mesra. Hingga tidak menyadari ada dua pasang mata tengah menyaksikan perbuatan busuk mereka."Aku kerja dulu ya, Mas. Kalau kelamaan di sini, takutnya karyawan lain bisa curiga lagi.""Mas masih pengen berduaan sama kamu," Nyaris ingin muntah rasanya mendengar suara manja Mas Firman. Tidak tidak, aku harus sabar. Dengan bertindak kasar dan bar bar, hanya akan menjatuhkan citraku sebagai wanita berkelas. Toh, hanya sampah yang pantas bersanding dengan sampah."Nanti sepulang kantor kan bisa sih, Mas. Mumpung Gorilla itu kan nggak ada, kita masih bisa terus puas bercinta."__Aku memainkan
KUBALAS PENGHIANATANMU, MAS! PART 3"Oke, masalah body dan kecantikan, abang serahkan ke kakak kamu ini ya. Soal perusahaan, baru serahkan ke abang. Kita akan membuat benalu itu menyesal atas perbuatannya."Aku sangat bersyukur karena masih memiliki dua orang kakak lelaki dan istri-istri mereka yang dapat menjadi tempatku berlindung. Jika tidak, entahlah. "Jane!""Hum," Aku terhenyak kaget."Kita berangkat sekarang. Rossa udah nunggu di pusat kebugaran langganannya. Setelah itu, kakak akan bawa kamu ke salon langganan kakak. Kamu akan kakak make-over, Jane," ujar Kak Vera seraya menyambar kunci mobil di buffet yang diimpor langsung dari Cina. Kakak iparku yang satu ini memang hobi mengoleksi barang-barang antik.Sesampai di tempat fitness, Kak Rossa sudah menunggu di sana. Tampak ia tengah berbicara dengan seorang pria bertubuh atletis."Rossa!" panggil Kak Vera.Sontak Kak Rossa dan lelaki itu menoleh, kemudian bangkit untuk menyambut kami."Hai, Kak Ver. Hai, Jane, kamu apa kabar?