Share

Chapter 7

PART : 7

Kukenakan kimono dengan tergesa, kemudian melangkah ke luar kamar. "Maaf, Mas, aku nggak bisa!"

"Tapi, kenapa!"

Aku ke luar dan menutup pintu, tanpa mempedulikan kebingungannya.

Zahwa yang tengah membaca buku sambil mendengarkan musik, tersentak karena kehadiranku.

"Mama," Gadis yang mulai beranjak remaja itu membuka earphone di telingannya.

"Maaf, Sayang, mama ganggu ya?"

Ia tertawa. Terlihat barisan gigi-giginya berderet rapi. "Apaan sih, Ma. Mana mungkin aku merasa terganggu."

Perlahan aku naik ke atas ranjang. Zahwa mirip sekali denganku dulu. Lebih suka berdiam di kamar, membaca buku sambil mendengarkan musik. Penampilan tomboynya juga sepertinya menurun dariku. 

Zahwa juga tidak seperti gadis remaja kebanyakan. Yang menghabiskan waktu dengan nongkrong di mall atau kafe. Menghabiskan uang untuk shopping. Padahal kalau dia mau, bisa saja. Toh, secara finansial, Zahwa terlahir dari keluarga mampu.

"Mama …."

Lamunanku buyar. "Ya, Sayang."

"Mama beda banget sekarang. Jauh lebih cantik dan langsing. Mama fitness di tempat Bude Rossa ya?"

"Hu'um."

"Pantesan. Bude Rossa bisa langsing dengan cepat fitness di sana. Mama juga. Aku seneng lihat Mama seperti ini," Gadis berambut sebahu itu memelukku erat.

"Emang biasanya kamu nggak seneng liat mama? Malu ya punya mama gendut."

"Ya, seneng sih. Namanya juga mamanya aku. Tapi, kalau lihat mama yang sekarang, aku makin seneng. Beneran, Mama itu cantik banget."

Aku tergelak mendengar ucapan putri semata sayangku itu. "Ah, kamu bisa aja."

Tiba-tiba, aku baru menyadari tidak membawa ponsel ke kamar Zahwa. Ada beberapa hal penting yang harus kuurus.

"Mama ambil hp sebentar ya. Entar kita ngobrol lagi, oke?"

"Oke, Ma."

Jarak antara kamarku dan Zahwa tidak begitu jauh. Sama-sama di lantai dua. Hanya saja Zahwa memilih kamar di sudut, yang menghadap ke arah kolam renang.

Kupelankan langkahku ketika mendengar Mas Firman seperti sedang berbicara dengan seseorang.

"Aku lelah, Lina. Lagipula ini sudah malam. Nanti Jane bisa curiga."

Perlahan aku melangkah kemudian menempelkan telinga di permukaan daun pintu.

"Astaga, harus bagaimana aku mengatakan pada istriku? Dia ada rumah dan belum tidur. Kalau dia curiga bagaimana?"

Yang benar saja, malam-malam begini, perempuan itu memaksa untuk bertemu? 

"Kamu selalu mengancam kalau keinginanmu tidak terpenuhi. Ya udah, tunggu, aku ke sana sekarang."

Aku harus membuntuti Mas Firman. Kesempatan baik untuk memergoki mereka. Cukup sudah kesabaran untuk menghadapi kebohongan Mas Firman. 

Krieeet. Suara pintu terdengar membuka. Cepat aku bersembunyi di balik meja buffet yang terletak di depan kamar.

Begitu terburu-burunya dia, sampai tak melihat aku berjongkok di sisi meja buffet itu.

Mas Firman tergesa menuruni tangga. Aku pun tak mau kalah. Setengah berlari, aku mengambil ponsel dan dompetku di kamar. Lalu menyambar kunci mobil di nakas.

Sudah tidak sempat untuk berganti pakaian. Akhirnya aku memutuskan tetap mengenakan lingerie tadi. Beruntung, kimononya cukup tebal dan panjang hingga di atas mata kaki.

Mas Firman mengemudikan mobil dengan kecepatan cukup tinggi. Wanita itu terlihat sangat berharga sekali di mata Mas Firman. Sampai ia rela meninggalkan istrinya malam-malam begini, demi selingkuhannya.

Aku berusaha mengimbangi laju kecepatan mobil Mas Firman. Sedikit menjaga jarak, agar baji*gan itu tidak curiga ada seseorang yang tengah menguntit dirinya.

Kucoba menghubungi ponsel Bang Yudha. Hingga nada sambung terakhir, tak juga diangkat. Pukul 00.35 dini hari. Jangan-jangan Bang Yudha sudah tidur. 

Tak menyerah, kucoba menelpon sekali lagi. Diangkat!

"Halo, Jane, ada apa sih, kamu menelepon malam-malam begini?" Suara serak Bang Yudha terdengar. 

"Bang, tolong aku!"

"Kamu kenapa, Jane?" Tersirat nada terkejut dan khawatir di suaranya.

"Aku sedang membuntuti Mas Firman. Tadi aku dengar, dia menelepon gundiknya. Kayaknya perempuan itu memaksa untuk bertemu. Pasti dia akan menemui perempuan itu, Bang."

"Kamu ini nekat banget sih, Dik. Ya udah, kamu di mana sekarang. Abang segera ke sana."

"Ya, nanti aku share loc kalau udah sampai."

Telepon berakhir. Kucampakkan ponsel ke jok samping. Mobil Mas Firman tampak belok ke arah sebuah perumahan. 

"Selamat malam, Bu. Mau ke mana?" Langkahku dicegat petugas keamanan di pos jaga pintu masuk.

"Eng, saya temannya Pak Firman yang naik pajero hitam tadi, Pak. Kami mau ke rumah Ibu Lina," jawabku asal. Semoga saja tidak salah. 

Mataku terus mengawasi arah mobil Mas Firman.

"Oh, Ibu Lina istrinya Pak Firman tadi ya."

Istri?

"Ya, benar, Pak. Saya belum pernah ke rumah Bu Lina. Jadi, Pak Firman yang menuntun jalannya."

"Oh, begitu. Baiklah, Bu, silahkan."

"Terima kasih, Pak."

Aku buru-buru menekan pedal gas begitu portal di angkat. Karena mobil suamiku itu sudah menghilang di tikungan depan.

Kupelankan laju mobil, begitu melihat pajero hitam itu berhenti di depan sebuah rumah minimalis. Tampak Mas Firman melangkah tergesa masuk ke dalam rumah itu.

Segera kuraih gawai di jok sebelahku. Mengirimkan peta lokasi ke nomor w******p Bang Yudha.

[Oke, abang segera ke sana. Kamu jangan masuk dulu. Tunggu abang datang. Kebetulan banget, Revan baru sampai naik pesawat terakhir tadi.]

[Bang Revan? Kok bisa?]

[Katanya besok dia ada meeting penting dadakan. Sekalian aja dia abang ajak buat menggerebek Firman.]

Aku tersenyum miring. Tamatlah sudah riwayatmu kali ini, Mas!

[Oke, Bang. Aku tunggu!]

***

Apa cuma Mak Othor yang deg-degan yaa🙄

Yang punya gem, jangan lupa bagi gemnya

  yaa🤭

Kamsamida sudah mau mampir. Saranghae💜😘

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status