Share

Bab 6

Penulis: Tedy
Celine membuka mata dengan susah payah. Pandangannya buram cukup lama baru akhirnya bisa fokus.

Dia menggerakkan lehernya yang kaku dengan perlahan.

Ruang rawat itu sangat sunyi.

Tidak ada seorang pun di sisinya.

Tenggorokannya kering dan perih. Dia mencoba bangun untuk minum air, tapi baru bergerak sedikit saja, seluruh tubuhnya terasa hancur lebur. Terutama punggung dan kaki yang sempat tertimpa beban berat, terasa nyeri yang menusuk.

Pintu kamar didorong terbuka.

Yang masuk adalah sekretaris Wiliam, dia membawa sebuah dokumen di tangan.

“Nona Celine, kamu sudah sadar?” Sekretaris segera menghampiri, “Kamu sudah pingsan selama tiga hari. Dokter bilang kamu mengalami memar jaringan lunak dan gegar otak ringan. Kamu perlu banyak istirahat.”

Celine bertanya, “Dia di mana?”

Sekilas rasa canggung melintas di wajah sekretaris. Dia mendorong kacamatanya dan menjawab, “Pak Wiliam berangkat dengan penerbangan kemarin sore, membawa Nona Gwen ke Juneya. Nona Gwen sangat menantikan lelang yang sudah ditetapkan sebelumnya, Pak Wiliam nggak mau mengecewakannya. Pak Wiliam berpesan apapun yang kamu butuhkan, beritahu aku saja, aku akan mengurusnya dengan maksimal.”

Meskipun hatinya sudah hancur dan dirinya sudah mempersiapkan diri untuk yang terburuk, saat mendengar kata-kata itu tetap membuat dadanya terasa tertusuk tiba-tiba. Rasa sakit yang halus menyebar perlahan.

Dirinya sudah mempertaruhkan segalanya untuk menyelamatkannya.

Nyaris kehilangan nyawa.

Namun, Wiliam bahkan tidak punya niat untuk menunggu di samping ranjangnya sampai dirinya sadar.

Saat rasa sakit mencapai puncaknya, yang tersisa hanyalah mati rasa.

Dia menatap sekretaris itu dan mengangguk perlahan. Suaranya terdengar kering, “Iya, terima kasih.”

Sekretaris itu tampak menghela napas lega. Dia meletakkan dokumen dan beberapa suplemen, menyampaikan kembali pesan dokter, lalu pergi dengan tergesa.

Kamar kembali larut dalam keheningan.

Celine bersandar di bantal, terbengong cukup lama, hingga akhirnya meraih ponsel di nakas samping ranjang.

Notifikasi merah di Instagram terlihat mencolok. Dia pun reflek membukanya.

Semuanya penuh dengan unggahan baru Gwen.

Berbagai jenis foto.

Latar belakangnya adalah kabin kelas satu penerbangan internasional yang mewah, balkon hotel dengan pemandangan Danau Zurih dan interior balai lelang.

Di setiap foto, Gwen tersenyum ceria dan bersandar manja di sisi Wiliam.

Wiliam menoleh ke arahnya, dengan tatapan penuh perhatian dan kelembutan yang sudah lama tak Celine lihat.

[Kak Wiliam bilang fondue keju di sini paling autentik.]

[Matahari terbenam di Juneya indah sekali! Tapi tentu saja masih kalah dengan ‘Matahari Terbenam’ yang diberikan seseorang padaku.]

Disertai dengan foto kalung berlian besar hadiah dari Wiliam.

[Aaaaa! Nggak kusangka dia benar-benar membelikanku set perhiasan giok ini! Katanya cocok dengan auraku!]

Disertai dengan foto satu set perhiasan giok imperial terbaik.

Satu demi satu unggahan itu menusuk mata dan hati Celine.

Unggahan terakhir diposting satu jam yang lalu.

Tanpa kata-kata panjang, hanya satu foto sederhana yang diambil dari jarak dekat.

Dua tangan saling bertumpuk di atas meja.

Yang dibawah, terlihat tulang jarinya tegas, itu tangan Wiliam.

Yang di atas, ramping dan putih, terpasang cincin berlian merah muda yang berkilau di jari manis.

Keterangannya hanya dua kata, tapi seketika menembus pertahanan terakhir Celine.

[Aku bersedia.]

Dia mengenali berlian merah muda itu.

Di katalog balai lelang, Wiliam pernah menunjuknya dan berbisik di telinganya, “Celine, ini yang paling bagus, cocok untukmu. Saat lamaran ke-100, aku akan memakai ini untuk melamarmu.”

Jadi, lamaran ke-100 bukan terlambat, tapi sudah berganti pasangan.

Jantungnya seperti diremas oleh tangan es yang dingin, dihancurkan tanpa ampun. Rasa sakit membuatnya meringkuk kesakitan, air mata mengalir deras dan membasahi bantal.

Dirinya terbaring di kamar rawat rumah sakit yang dingin.

Sementara di layar ponsel, berita utama dari berita ekonomi dan hiburan terus bermunculan.

“Direktur Grup Vier menghamburkan uang banyak hanya untuk senyuman sang pujaan!]

[Berlian merah muda bernilai fantastis muncul di lelang Juneya, diduga menjadi cincin pertunangan Pak Wiliam!]

[Dongeng Cinderella? Kekasih baru Wiliam dikabarkan akan segera menikah!]

Setiap kalimat seperti menertawakan sepuluh tahunnya, sebuah lelucon besar yang begitu kejam.

Hari-hari berikutnya, Wiliam seolah menghilang dari muka bumi. Tidak ada satu pesan dan tidak ada satu panggilan pun. Seakan-akan dirinya memang tidak pernah ada.

Sebaliknya, Gwen dengan tekun mengirimkan lebih banyak foto provokatif.

Berpelukan di kaki pegunungan bersalju, saling menyuapi di restoran mewah, bahkan foto selfie di kamar hotel dengan wajah samping Wiliam yang tertidur tampak jelas di latar belakang.

Seminggu kemudian, Celine keluar dari rumah sakit.

Visa pun sudah selesai, tergeletak tenang di emailnya.

Dia berdiri di depan pintu rumah sakit dan mengeluarkan ponselnya. Setelah ragu lama, dia tetap menelepon Wiliam.

Nada sambung berdering lama, hingga akhirnya diangkat.

Suara latar terdengar ramai, sepertinya dia sedang berada di suatu acara meriah.

“Halo?” Suaranya terdengar tidak fokus, bahkan sedikit kesal karena diganggu.

“Aku,” ucap Celine pelan.

“Iya, ada apa? Dokter bilang kamu sudah boleh keluar? Suruh sekretaris menjemputmu,” katanya langsung.

“Kapan kamu pulang?” tanya Celine.

Di balik telepon, terdengar suara manja Gwen yang samar, “Kak Wiliam, siapa? Cepat ke sini, ini enak sekali!”

Suara Wiliam agak menjauh dan terdengar penuh sayang, “Nggak apa-apa. Kamu makan dulu, ya.”

Lalu, suaranya kembali terdengar jelas, nadanya terdengar datar, “Gwen masih ingin liburan beberapa hari lagi. Di sini juga ada urusan akuisisi yang harus dibicarakan. Aku bakal pulang lebih lama, kamu pulang sendiri dulu. Kalau perlu apa-apa, hubungi sekretaris saja.”

Celine menggenggam ponsel, berdiri di pinggir jalan yang ramai. Tiba-tiba, dia menertawakan dirinya sendiri.

“Iya, aku tahu.”

Celine menutup teleponnya.

Sisa harapan yang tak seberapa itu pun akhirnya padam sepenuhnya.

Dia kembali ke vila itu.

Tempat yang telah dia tinggali selama sepuluh tahun, yang pernah dirinya kira akan menjadi rumahnya.

Dia mulai berkemas, hanya membawa dokumen-dokumen penting.

Terakhir, dia masuk ke ruang kerja dan duduk di depan meja besar milik Wiliam.

Dia menarik selembar kertas bersih, mengamil pulpen yang biasa Wiliam gunakan.

Ujung pena terdiam lama di atas kertas.

Ribuan kata memenuhi hatinya.

Namun pada akhirnya, dia hanya menuliskan beberapa baris singkat.

Kemudian, dia melipat surat itu dan memasukkannya ke dalam amplop biasa tanpa nama. Lalu meletakkannya di tempat paling mencolok di atas meja.

Setelah semuanya selesai, dia berdiri, menarik koper tua yang ringan dan menoleh sekali lagi ke seluruh ruangan itu.

Dia berbalik dan menutup pintu,

Terdengar suara terkunci yang pelan.

Menutup masa lalu dan menutup segalanya.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Akhir Dari Segalanya   Bab 24

    Di Singpur, kehidupan Celine perlahan terisi oleh ritme yang baru.Pekerjaan tetap menjadi pusat hidupnya. Tim yang dia pimpin dengan cepat berjalan stabil dan beberapa proyek sulit berhasil dirinya tuntaskan dengan hasil yang sangat memuaskan.Promosi jabatan, kenaikan gaji, semuanya berjalan lancar.Di akhir pelan, Celine sesekali mengunjungi museum seni atau mengajak teman-teman baru yang dikenalnya untuk mencoba berbagai jenis makanan.Dia juga belajar memasak beberapa hidangan sederhana dan ternyata hasilnya cukup enak.Dia sangat jarang memikirkan Wiliam. Hanya sesekali, saat melihat berita ekonomi yang menyinggung Grup Vier, pandangannya akan berhenti beberapa detik lebih lama, lalu menggeser layar dengan tenang.Pria itu seolah menepati sebuah kesepakatan tak terucap, tak pernah muncul lagi dan tak pernah mencoba menghubunginya.Hal itu membuatnya lega dan juga merasa mungkin Wiliam benar-benar sudah melepaskannya.Di Makas, Wiliam menjadi jauh lebih pendiam dibanding sebelumny

  • Akhir Dari Segalanya   Bab 23

    Celine kembali ke apartemennya dengan hati yang luar biasa tenang.Dia mengunci pintu dari dalam, tidak menyalakan lampu utama, hanya menyalakan lampu lantai. Cahaya kekuningan menyelimuti hunian kecil yang sebenarnya belum lama dirinya tempati itu.Dia berjalan ke jendela dan memandang jalanan di bawah.Beberapa hari sebelumnya, bos besar memanggilnya ke ruang kantor. Bukan karena ada kesalahan dalam pekerjaannya, melainkan memberinya sebuah pilihan yang sama sekali tak terduga.“Cabang Singpur di Wilayah ASIYA membutuhkan seorang penanggung jawab. Bisnis di sana berkembang pesat, tapi timnya butuh penataan ulang. Tantangannya besar.”Bos menatapnya dengan sorot mata tajam, “Ada anggota dewan yang merekomendasimu. Mengingat kinerjamu di kasus akuisisi sebelumnya dan sepertinya kamu juga membutuhkan perubahan lingkungan.” Ucapan itu disertai lirikan bermakna ke arah jendela, ke bawah gedung.Seketika, Celine mengerti maksudnya.Gangguan yang terus-menerus dari Wiliam akhirnya tetap sa

  • Akhir Dari Segalanya   Bab 22

    Seperti biasa, Wiliam menunggu di bawah gedung kantor itu. Dia bahkan sudah terbiasa dengan penantian tanpa harapan seperti ini.Meski setiap kali sosok itu muncul, yang dirinya dapat hanya bayangan yang menjauh.Namun, hari ini tampaknya berbeda.Saat Celine keluar , dia tak langsung berjalan lurus menuju stasiun kereta seperti biasa, melainkan berhenti tepat di hadapannya.Jantung Wiliam berdetak keras, sampai-sampai dia hampir mengira dirinya sedang berhalusinasi.“Ayo, makan bersama,” kata Celine dengan suara yang sangat tenang, tanpa emosi yang jelas. “Di restoran Ital depan sana saja.”Seketika kegembiraan yang luar biasa membanjiri hati Wiliam.Wiliam menjadi salah tingkah, bahkan bicaranya pun menjadi terbata-bata, “Iya, iya, ayo makan. Aku tahu tempat itu, tunggu aku sebentar, aku akan segera ke sana.”Dia berlari kencang menuju apartemennya, lalu dengan terburu-buru merogoh kotak beludru dari laci penyimpanan.Akhirnya Celine luluh dan memberinya kesempatan. Ternyata kegigih

  • Akhir Dari Segalanya   Bab 21

    Setelah keluar dari rumah sakit, Wiliam hanya mengingat helaan napas terakhir Celine dan dengan keras kepala menafsirkan helaan napas itu sebagai tanda hatinya melunak.Ujian… ini pasti ujian terakhir darinya.Celine hanya butuh waktu, butuh bukti ketulusannya yang lebih besar.Wiliam kembali bangkit, bahkan menjadi lebih nekat dari sebelumnya.Dia melepaskan sebagian besar urusan di dalam negeri yang mengharuskan kehadirannya secara langsung dan memilih bekerja jarak jauh, seolah-olah ‘mengejar kembali Celine’ telah menjadi satu-satunya karir yang dirinya tekuni saat ini.Percobaan pertama, dia membawa seikat mawar merah yang segar dan menunggunya di bawah gedung perusahaan.Saat Celine keluar, matanya menyapu sosok pria itu, beserta gumpalan warna merah di pelukannya dengan tanpa riak emosi sedikit pun.Langkah kakinya tidak berhenti, Celine terus berjalan menuju stasiun bawah tanah.Wiliam mengejarnya sambil memeluk bunga itu, tapi Celine mempercepat langkah, membaur ke dalam kerumu

  • Akhir Dari Segalanya   Bab 20

    Wiliam berusaha keras membuka kelopak matanya yang terasa sangat berat.Yang terlihat di atas kepalanya adalah langit-langit putih yang asing, botol infus tergantung di penyangga, meneteskan cairan obat perlahan.Wiliam terdiam beberapa detik, barulah dia menyadari bahwa dirinya berada di rumah sakit.Sisa mabuk membuat kepalanya terasa seperti hendak pecah, sementara perutnya perih seperti terbakar.Dia secara reflek menggerakkan jarinya, lalu menyentuh kulit yang hangat.Dia langsung menoleh. Celine sedang duduk di kursi di samping ranjang, menunduk menatap ponselnya. Wajahnya terlihat sangat tenang.Seketika gelombang kegembiraan menghantam Wiliam.Dia tahu… dia tahu masih ada dirinya di hati Celine. Celine masih tidak rela meninggalkannya. Melihatnya pingsan, Celine masih tetap khawatir dan datang menemaninya.“Celine,” terdengar suara Wiliam yang serak, tapi dipenuhi kegembiraan dan getaran yang tak bisa disembunyikan. Dia reflek ingin menggenggam tangannya. “Aku tahu kamu masih

  • Akhir Dari Segalanya   Bab 19

    Rencana akhir akuisisi akhirnya mendapatkan persetujuan bulat dari dewan direksi. Pihak perusahaan lawan pun menyatakan persetujuan awal. Yang tersisa hanyalah negosiasi detail.“Kerja bagus, Celine!” Pria asing tua yang biasanya serius itu akhirnya tersenyum. Dia menepuk bahu Celine dengan kuat, “Kita harus merayakannya malam ini, kita wajib minum-minum!”Seluruh tim proyek langsung bersorak gembira, suara sorakan mereka seolah mampu meruntuhkan atas gedung.Selama masa ini, tekanan yang mereka hadapi sangat besar dan kini kebahagiaan atas kesuksesan tersebut menghapus semua perasaan lelah.Rekan-rekan kerja mengerumuni Celine, saling bersahutan membahas restoran mana yang akan dipilih untuk merayakan, lalu turun ke bawah dengan riuh.Begitu angin dingin di luar gedung meniup, Celine reflek mengangkat bahunya sedikit. Senyuman santai masih terukir di wajahnya.Dia sengaja mengabaikan tatapan mata yang membara dari arah yang tidak jauh darinya.Wiliam kembali menunggu di sana.Saat mel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status