Aku dan Mas Risky sama-sama kebingungan mencari Mama. Kemana perginya beliau yang sama sekali tak paham daerah sini. Rumah Bude Nikmah pun terlihat sepi. "Kemana lagi nyarinya, Mas? Semua ngga ada yang tahu." Aku berujar setelah bertanya pada beberapa tetangga yang kebetulan berada di luar.Mas Risky berusaha terlihat tenang. Ia tak mau gegabah. Terlebih Mama sudah dewasa dan masih normal atau belum pikun. Minimal Mama masih bisa kembali dengan selamat. Hanya saja kami panik karena beliau tak izin lebih dulu."Mama ngga akan hilang. Cuma pergi aja mungkin dan ngga pamit." Mas Risky mencoba menenangkanku."Iya. Tapi Mama kan ngga kenal siapa-siapa di sini. Gimana ngga panik coba?""Kita tunggu ya? Kamu tenang aja." Mas Risky menggandengku berjalan kembali menuju arah rumah. Ia tak mau terlihat kebingungan di jalanan. Sebaiknya kami menunggu saja di rumah.Aku duduk di kursi teras dengan cemas. Baru kali ini Mama keluar tanpa pamit. Bahkan Mas Dimas pun tak tahu kemana mamanya pergi.
Akhirnya Kumenemukanmu[Maafkan aku. Aku terlalu cinta istriku. Tak bisa kubayangkan jika istriku tahu kalau aku berhubungan denganmu. Walaupun hanya sebatas berkirim pesan tapi itu jelas akan menggoreskan luka dalam hatinya.]Aku membaca pesan dari seseorang yang spesial buatku selama setahun ini dengan tangan gemetar. Darinya aku mendapatkan sebongkah perhatian yang tak kudapatkan dari suamiku. Meskipun hanya dalam dunia maya tapi itu cukup buatku merasa berbeda dan bahagia.Lagi kugeser ke atas chat yang belum kuhapus. [Pagi Sayang. Sudah sarapan?][Jangan lupa istirahat ya?][Kamu sudah salat?]Ada beberapa chat lagi di atasnya tapi aku tak sanggup membacanya. Setelah itu aku tak lagi bisa membalas pesannya. Tak ada pilihan lain untukku selain menerima. Pun juga aku tak ingin mendapat gelar pelakor dari masyarakat apabila aku terus memaksanya menuruti egoku. Cukup menjadikannya penghuni hatiku yang selalu kusebut dalam doaku. Minimal jika ia tak dapat kumiliki, cintaku untuknya
Akhirnya Kumenemukanmu 2Apa ini? Apa yang sedang menimpaku ini? Bertemu dengan Mas Risky di rumah yang sedang membutuhkan tenaga untuk mengasuh bayi?Benarkan yang kuasuh ini adalah anak Mas Risky? Lantas kemana ibunya hingga membutuhkan pengasuh untuk bayinya?Ah aku lupa. Bagi orang kaya, pengasuh tidak hanya untuk ibu yang bekerja. Bisa saja mereka butuh pengasuh untuk membantu merawat bayi mereka karena enggan berlelah-lelah merawat bayinya, sekalipun itu anak kandungnya sendiri.Aku mendesah lirih untuk menghalau debar yang tak bisa kuatur ritmenya agar seimbang.Keringat dingin sudah membasahi telapak tanganku. Pun dengan keningku yang ujungnya kubalut dengan hijab panjang. Aku berharap ini memang jalan takdir baik untukku setelah kepergian almarhum Mas Yudha. Sekalipun rasanya menyesakkan bertemu dengannya dikesempatan seperti ini. Bagaimana aku nanti harus menguasai diriku ketika melihat sepasang suami istri yang suaminya selalu kusebut dalam doaku? Allahu Rabbi. Berulang ka
Akhirnya Kumenemukanmu 3Bak tumbuh dimusim semi, kembang-kembang bermekaran di taman hati. Tetapi ada yang membuat semuanya menjadi layu dan kemudian mati. Aku tak bisa mengatasi itu karena aku tak punya hak untuk memaksa kembang-kembang itu terus tumbuh. Aku hanya bisa menikmati setiap geraknya, meskipun terasa menyakitkan."Sayang aku berangkat kerja dulu ya? Jangan lupa besok kita harus fitting baju pengantin." Suara Adinda membuat gerakan tanganku terhenti.Kukira pertemuan ini akan membawaku pada cinta yang sekian lama terpendam dan tak henti kusebut namanya dalam doaku. Tetapi Allah berkehendak lain. Aku berada diantara jurang yang mengerikan. Rasa yang menyakitkan."Astagfirullah," batinku berucap. Tanganku tetap dengan hati-hati memegang bayi yang sedang kubilas dalam bak mandi yang diletakkan di atas meja. Bayi cantik nan imut membuat mataku tak henti memandangnya.Dari suara Adinda, aku paham bahwa keduanya tengah berada di dekatku tetapi posisiku yang membelakangi suara me
Akhirnya Kumenemukanmu 4"Bi, saya boleh tanya sesuatu?" tanyaku pada Bi Siti yang masih sibuk dengan kompor dan panci. Aku menunggunya menyelesaikan pekerjaannya hingga masakan itu matang sebelum dia mengantar ke kamar yang akan kutempati."Boleh. Tanya apa memang?" jawabnya cepat. Ia meletakkan sendok yang digunakan untuk mencicipi makanan dalam panci itu ke dalam wastafel. Kemudian menggandengku berjalan menuju ruangan di sebelah dapur.Ada dua kamar yang berbatasan dengan dinding dapur. Dua kamar itu sepertinya sama besarnya. Satu kamar pintunya tertutup rapat, mungkin sudah ada penghuninya. Satu lagi yang hendak dibuka oleh Bi Siti."Mamanya Kiaa kemana?" tanyaku setelah Bi Siti membuka dengan lebar satu pintu untukku masuk.Bi Siti refleks menoleh ke arahku. Ada rasa kaget dari sorot matanya yang sendu. Kemudian sepersekian detik sebuah garis lengkung tercipta dari dua sudut bibirnya."Mamanya Kiaa meninggal sebulan lalu. Beberapa hari setelah melahirkan ia kecelakaan dan mengal
Akhirnya Kumenemukanmu 5Hari-hari berlalu seperti biasanya. Sikap dingin Mas Risky semakin menjadi. Tak peduli bagaimanaa baiknya aku merawat putri tunggalnya dia tetap dingin. Sedingin es.Perlahan hatiku mulai kebal. Kebal akan wajahnya yang tak pernah bersahabat denganku. Hanya bicara seperlunya saja. Aku pun belajar tak peduli. Tak peduli akan dinginnya sikap pria yang masih menjadi pemilik separuh hatiku itu padaku.Benarkah rasanya padaku sudah menguap seiring dengan jarak dan waktu yang membatasi? Entahlah, aku pun belajar tak peduli. Tetapi sisi terdalam hatiku tak mau berhenti menyebut namanya dalam setiap doa yang kugaungkan tiap sepertiga malam.Dalam hati aku selalu berharap akan ada kesempatan dimana kami bisa meluapkan rasa satu sama lain. Bisa jadi sisa rasa itu ada dan aku ingin suatu saat rasa itu tersampaikan padaku.Tapi siapa aku? Pantaskah aku memiliki keinginan seperti itu? Lancang.Siang ini kami sedang berada di ballroom sebuah hotel bintang lima untuk melaksa
Akhirnya Kumenemukanmu 6Prosesi akad sedang berlangsung dengan khidmat. Banyak tamu undangan yang menyaksikan prosesi itu yang turut larut dalam khidmat dan sakralnya pernikahan. Ada juga yang beberapa kali kulihat mengusap air mata.Saat khutbah nikah dikumandangkan, aliran darahku rasanya mengalir deras. Aliran darahnya bak air terjun yang jatuh ke dasar sungai dengan cepatnya. Ada rasa cemas dan tak rela yang bergelayut dalam hatiku.Beruntung Bi Siti mengambil alih Kiaa dari gendonganku. Kami duduk bersisihan di belakang deretan kursi untuk keluarga inti. Tetapi mataku bisa menangkap dengan jelas proses akad yang sedang berlangsung itu. Sungguh hatiku bak ditusuk sembilu. Perih melihat tangan kekar yang kuharapkan dengan penuh cinta membelai wajahku kini pupus sudah.Kudengar suara Penghulu membaca ijab qabul dengan lantang membuat hatiku semakin perih. Siapalah aku ini? Berulang kali hatiku berdebat. Sisi baik dan sisi buruknya kembali mencari pembenarannya sendiri. Aku mendesah
Akhirnya Kumenemukanmu 7"Bi, permisi ke depan dulu ya? Ini waktunya Kiaa minum susu, biar kuberi susu sambil kugendong keluar," pamitku pada Bi Siti. Tempat duduk Bu Maria tepat di depan tempat duduk Bi Siti, aku takut mengganggu jika harus meminta izin lebih dulu padanya. Biarlah nanti Bi Siti yang menyampaikan.Aku berjalan mewati tamu undangan menuju pintu keluar. Suasana bising sound system di dalam ruangan tidak bisa membuat Kiaa tertidur pulas. Aku harus membawa Kiaa keluar ruangan ini.Aku berdiri di depan pintu masuk. Terdapat satu kursi panjang yang di atasnya sedang terduduk dua gadis dengan kebaya yang membalut tubuh keduanya. Mungkin mereka tamu undangan yang sedang menunggu temannya di luar."Enak bener ya jadi Adinda, jadi temen deket dari mantan istri Risky, eh malah disuruh gantiin posisinya. Mujur banget nasibnya, padahal Adinda ngga deket-deket amat sama Alisya," ujar salah satu dari gadis yang duduk di atas kursi itu. Tepat di samping kiri tempat kuberdiri. Mereka