Share

Penolakan Zayden

Penulis: Isna Arini
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-07 18:40:42

"Aku hamil?" ucapku lagi diiringi derai tawa. "Bagaimana bisa aku hamil padahal baru menikah satu minggu, kalian ini mengada-ada saja!"

Aku membantah ucapan mereka meskipun jantungku berdegup kencang.

"Yaa kali aja mas Damar mencicipi dirimu terlebih dahulu," sahut Revina sambil tertawa.

"Kamu tidak hamil dengan Zay kan?" sela Ziva menyelidiki.

Aku langsung terbatuk-batuk karena tersedak minuman begitu mendengar pertanyaan dari Ziva.

"Kamu beneran hamil sama dia, Amel!" teriak Ziva lagi.

"Astaga Ziva ... Bagaimana mungkin itu terjadi, kamu tahu kan aku hanya bertemu dia saat di kampus. Dan orang tuaku juga tidak tahu hubungan kami, kapan kami bisa melakukan hal itu? kamu kalau ngomong suka asal!" ucapku dengan nada kesal.

"Sudah-sudah, kalian ini mendebatkan apa sih? kalau Amel bilang tidak hamil ya tidak. Benar kata dia, mana mungkin dia hamil setelah satu minggu menikah. Lagian tidak mungkin juga mas Damar melakukan itu sebelum mereka menikah," Alesha menengahi perdebatan kami.

Kami akhirnya terdiam, aku sibuk dengan pikiranku sendiri dan mereka seperti tidak enak hati sudah bercanda atau lebih tepatnya menuduhku sudah melakukan hubungan suami-istri sebelum menikah.

"Gimana dengan usaha kalian mencari pekerjaan?" tanyaku memecahkan kecanggungan diantara kami.

"Aku sudah mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan sebagai staf administrasi," sahut Alesha.

"Aku sedang menunggu hasil interview," jawab Revani.

"Aku masih mengirim lamaran pekerjaan di beberapa kantor. Kalau tidak ada yang nyangkut, aku kerja sama suamimu saja ya, Mel?" ucap Ziva.

"Boleh, ngurusin telur ayam." Aku berkata sambil tertawa.

"Yang penting di gaji besar," sahut Ziva lagi.

"Di gaji telur mau?" tanyaku menggoda.

"Telurnya mas Damar mau aku," sahut Ziva sambil tertawa.

"Dasar somplak!" aku berkata sambil menyentil jidatnya.

Di meringis pura-pura menahan sakit sambil tertawa, yang diikuti juga tawa Rivani dan Alesha. Suasana kembali mencair, kami berbincang sambil makan. Dan aku menahan diri untuk tidak mual mencium aroma ayam goreng yang terus saja menganggu indera penciumanku.

Setelah puas melepaskan kangen, kami pun pulang dan berpisah di tempat itu juga. Aku melajukan kendaraan sambil terus berpikir. Apa iya aku hamil, sebulan lebih sudah berlalu dari saat aku melakukannya dengan Zayden, apa mungkin aku benar-benar mengandung anaknya. Aku langsung mengingat-ingat jadwal menstruasiku dan sepertinya aku memang telat bulan ini.

Sambil mengendarai mobil, aku melihat ke kanan dan ke kiri untuk mencari apotek. Aku harus memastikan keadaanku sekarang juga. Setelah cukup lama mencari, akhirnya kulihat sebuah apotek. Segera ku parkirkan mobilku dan bergegas masuk ke apotek dan membeli alat uji kehamilan.

"Mbak, mau alat uji kehamilan yang paling akurat ya," ucapku pada wanita berjilbab biru yang ada di balik etalase.

"Sebentar ya Bu," jawabnya sambil mencari-cari benda yang aku inginkan.

Setelah membayarnya, aku segera kembali ke mobil. Mencari kamar mandi umum, aku harus segera melakukan pengecekan. Tidak bisa menunggu besok pagi lagi. Perlahan ku jalankan mobilku kembali sambil mencari-cari tempat pengisian BBM, biasanya di tempat itu selalu tersedia kamar mandi. Setelah menemukan, aku segera memarkirkan kendaraanku dan mencari kamar mandi.

Dan disinilah aku sekarang, di dalam kamar mandi sambil menatap cemas kearah benda berwarna putih berbentuk memanjang yang menampakkan garis dua berwarna merah. Dadaku berdebar kencang, kakiku gemetar. Apa yang harus kulakukan sekarang. Melihat kebaikan keluarga Damar serta kebaikan Damar, membuatkan tidak berani untuk membohongi mereka.

Aku meraih smartphone yang ada dalam tasku, segera ku hubungi Zayden, ayah dari anak ini. Dia harus tahu apa yang terjadi padaku, mungkin papa akan memarahiku, tapi setidaknya itu lebih baik daripada aku harus membohongi Damar dan keluarganya.

"Zay, kita harus bertemu sekarang," ucapku begitu sambungan telepon terhubung.

"Aku sibuk!" jawabnya dari ujung telpon.

"Tapi ini penting, kamu ada dimana? aku akan mendatangimu," sahutku cepet.

"Baiklah, aku akan share lokasi," sahutnya.

Tak lama setelah dia mematikan telepon, Zayden mengirimkan pesan yang berisi lokasi dimana dia berada saat ini. Sepertinya dia berada di sebuah restoran, baguslah kami bisa bicara disana.

Segera kupacu kendaraanku dengan kecepatan sedang. Aku ingin segera bertemu dengannya, tapi tidak juga harus mengebut untuk sampai kesana. Perlu waktu cukup lama hingga akhirnya aku sampai dimana tempat Zayden berada.

Aku menghubungi Zayden kembali untuk memberitahu jika aku sudah sampai, dia menyuruhku untuk langsung masuk saja. Bergegas aku masuk ke dalam restoran seperti yang dia katakan, mataku memindai mencari dirinya. Nampak pria itu duduk sambil melambaikan tangannya padaku. Segera ku hampiri pria itu dan duduk tepat di kursi yang ada di hadapannya.

"Kenapa ingin bertemu denganku? kangen?" tanyanya sambil tersenyum.

Aku tidak menjawab pertanyaannya, hanya mengeluarkan benda panjang dengan garis dua tergambar jelas di benda itu, kemudian menyodorkan padanya.

"Apa ini? kamu hamil, lalu pamer padaku? seharusnya kamu memberikannya pada suamimu bukan padaku," ucapnya sinis.

"Bagaimana bisa aku memberikan kepadanya jika aku dan dia baru menikah satu minggu!" ucapku tertahan.

"Lalu? kamu mau apa dengan memperlihatkan ini padaku?" tanya Zayden.

"Itu anakmu, kamu harus bertanggung jawab."

Laki-laki itu tertawa dengan keras mendengar perkataanku, entah apa yang ada dalam pikirannya.

"Amelia sayang, dulu kamu yang datang kepadaku dan menyerahkan diri. Bukan aku yang memaksamu, bahkan saat aku bertanya kepadamu bagaimana jika kamu hamil, kau jawab itu akan menjadi urusanmu karena suamimu itu yang akan menjadi ayahnya. Lalu sekarang apa, kamu minta aku bertanggungjawab? kamu sedang melucu?"

"Aku tidak bisa membohongi laki-laki sebaik dia, juga tidak bisa membohongi keluarganya. Aku akan jujur padanya, memintanya menceraikanku dan kita akan bicara berdua pada papa. Pasti papa akan memaafkan kita," ucapku dengan nada menggebu.

"Oh, jadi kamu berubah pikiran? tapi aku tidak bisa menerima bekas orang lain," ucap Zayden datar.

"Apa maksudmu?" aku bertanya dengan nada tinggi.

"Kalian sudah menikah satu minggu, tidak mungkin kan jika laki-laki itu tidak menikmati tubuhmu. Dan aku tidak mau bekas orang lain."

Perkataannya sungguh menyakiti hatiku, dia bilang dia tidak suka bekas orang lain. Padahal dialah yang membuatku menjadi barang bekas, dia yang lebih dulu mengambilnya kesucianku. Ini memang salahku, aku yang salah telah mendatanginya dulu dan sekarang pun aku salah telah mendatanginya.

Aku meremas tanganku untuk menahan amarah dalam diriku, ingin rasanya aku menyiramkan air yang ada di hadapanku ke wajahnya. Orang yang aku cintai, yang kuberikan milik berhargaku padanya, tega sekali merendahkan diriku. Meksipun dia mengakui aku hamil karenanya tapi dia tidak mau menerimaku karena dia pikir aku sudah tidur dengan suamiku.

"Aku belum pernah tidur dengannya!" pekikku dalam hati.

"Pembicaraan kita sudah cukup, dan jangan menemuiku lagi. Kamu bilang anak itu akan menjadi anak suamimu, anggap saja dia kenang-kenangan dariku!" ucapnya sambil tersenyum.

Senyum yang dulu kukagumi sekarang terlihat menjijikkan dimataku, kenang-kenangan katanya? jika bisa aku ingin membuangnya sekarang juga. Aku diam sambil menahan gemuruh di dalam dada. Tanpa kata, aku bangkit dari tempat itu, aku bertekad akan membuang anak ini.

Satu langkah aku meninggalkan tempat dudukku datang wanita cantik menghampiri tempat dimana Zayden duduk.

"Itu siapa sayang, kenapa dia seperti marah padamu?" tanya wanita itu.

Dia pasti menanyakan tentang diriku, aku memelankan langkah sesaat. Dia memanggil Zayden sayang, apa dia kekasih barunya?

"Biasa, pengagumku yang aku tolak dan dia marah. Kamu tahu sendiri kan banyak wanita yang menyukaiku," jawab Zayden.

Kupingku panas mendengarnya, aku berbalik dan langsung meraih minum yang ada di depannya kemudian menyiramkan begitu saja ke wajahnya. Bisa-bisa dia mengatakan hal itu, aku benar-benar memmbencinya dan membenci diriku sendiri.

Zayden dan wanita itu nampak syok dengan perbuatanku, aku langsung berbalik pergi meninggalkan tempat itu. Aku tidak menangis untuk laki-laki itu, tidak ada air mata untuknya. Hanya ada amarah yang membara di dalam hatiku. Yang akan aku lampiaskan kepada janin dalam perutku ini.

🍁🍁🍁

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Akibat Berzina Sebelum Menikah    Pilihlah Untuk Tidak Melakukan Kesalahan

    Pada akhirnya kami memberikan nama Ammar pada anak ketiga kami, nama itu memiliki arti yang bagus dan juga termasuk paduan dari namaku dan nama mas Damar.Kami dikaruniai lagi anak laki-laki yang lucu. Dulu saat kami begitu ingin Yang Kuasa belum berkenaan memberikannya, sekarang dengan mudahnya semua diberikan kepada kami. Seperti itulah rezeki, jika belum menjadi hak kita meskipun hampir ada dalam genggaman tetap saja akan terlepas juga. Semua keluarga lagi-lagi berkumpul di rumah ini untuk ikut berbahagia bersama kami. Hanya Nisa dan suaminya yang tidak bisa datang karena sedang hamil juga. Akhirnya adik iparku itu juga hamil saat ini. "Apa kamu masih tidak suka papa menjodohkanmu dengan pria pilihan papa?" tanya papa sambil mengelus kepalaku. Aku sedang berada di kamar membereskan baju-baju juga hadiah dari teman-temanku dan keluarga kami untuk baby Ammar dan papa barusan masuk ke kamarku sambil membawa hadiahnya untuk cucunya. "Kenapa papa bilang seperti itu, kalau aku menye

  • Akibat Berzina Sebelum Menikah    Induksi Alami

    POV DAMAR____________Aku sudah menyiapkan semua sebelum berangkat ke rumah sakit. Termasuk melakukan reservasi hotel didekat rumah sakit. Aku pikir jika belum ada pembukaan atau baru pembukaan awal, kami akan menginap di hotel terdekat dengan rumah sakit. Mengingat hari ini sudah masuk Hpl nya, agar tidak terlalu jauh mondar mandir dari rumah ke rumah sakit. Si kembar sudah aman bersama dengan neneknya, jadi kami tidak perlu mengkhawatirkan mereka berdua untuk saat ini. Kami berjalan beriringan menuju kamar hotel yang sudah kami pesan, beristirahat dan rileks sebelum melahirkan mungkin bisa juga menjadi pilihan untuk Amelia saat ini. "Mau istirahat atau mandi dulu," tanyaku begitu kami memasuki kamar. "Aku ingin rebahan dulu mas," jawabnya sambil merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang cukup luas untuk kami berdua. Aku meletakkan beberapa barang bawaan yang tadi sempat aku bawa serta kedalam kamar. Setelah itu ikut merebahkan diri disampingnya. Aku mengelus-elus pinggangn

  • Akibat Berzina Sebelum Menikah    Anak-anak yang Manis

    "Perut mama besar ya?" tanya Yumna sambil memegang perutku yang sudah membuncit."Iya, ada adiknya, Sayang," jawabku sambil membelai rambutnya. "Boleh sayang adik?" kali ini Zikri yang datang menghampiriku. "Tentu boleh," jawabku sambil merentangkan kedua tanganku. Membiarkan kedua anak tersebut memeluk perutku. "Wah adiknya bergerak-gerak," pekik Yumna kegirangan. Sepertinya dia merasa gerakan yang ada di perutku, yang barusan juga aku rasakan. "Hai anak-anak, kalian sedang apa?" tanya mas Damar yang baru selesai mandi. Dia baru saja pulang dari bekerja meskipun baru tengah hari."Ada adik di dalam sini, dan dia bergerak-gerak," seru Yumna kegirangan."Apa kalian sayang adik?" tanya mas Damar lagi. "Sayang ... sayang," pekik ke-duanya sambil loncat-loncat. "Mau segera betemu dengan adik?" tanya mas Damar sambil mengelus perutku. "Mau!" jawab Zikri. "Kalau begitu hari ini Yumna sama Zikri menginap di rumah nenek yaa, mama sama papa mau ke dokter biar adiknya cepat keluar."

  • Akibat Berzina Sebelum Menikah    Lahirkan Anak Untukku

    POV FARHANKu kecup kening wanita berpipi tirus yang tertidur di samping kemudian aku menyelimutinya. Siang tadi dia pingsan lagi gara-gara panik memikirkan putranya. Entah apa penyebabnya, jika panik melandanya dia akan pingsan. Kuhela nafas panjang sambil menatap langit langit kamar kami, begitu banyak cobaan yang menimpanya hingga dia seperti ini dan aku adalah salah satu orang yang mempunyai andil dalam penderitaan yang menimpanya. Beruntungnya dia tidak mengalami depresi meskipun banyak hal yang dia pendam.Malam itu saat dia tidak sadar karena ku beri obat tidur aku menggaulinya. Aku berpikir saat umi menyuruhku untuk menjemputnya di malam hari, itu adalah sebuah keberuntungan buatku. Beberapa kali melihatnya timbul keinginanku untuk mencicipi tubuhnya. Hingga saat umi memintaku untuk menjemputnya kemudian mengantarkannya ke pesantren aku malah membawanya ke rumah kami setelah dia tidak sadar karena obat yang aku berikan.Namun aku mendapati sebuah kecewakan, ternyata dia tid

  • Akibat Berzina Sebelum Menikah    Nama Calon Anak Ke-tiga

    Rivani dan Ziva berserta para suaminya sudah pulang karena waktu semakin sore. Di rumah tinggal aku dan Alesha juga si kecil Yumna. Alesha belum pulang karena menunggu suami dan anaknya. Mereka pergi sejak tadi dan belum juga pulang.Alesha mencoba untuk menelepon suaminya, Farhan. Namun sepertinya tidak tersambung, mungkin smartphone milik suaminya itu kehabisan baterai atau bagaimana. Makin lama aku melihatnya sepertinya Alisa mulai nampak khawatir dann panik."Kenapa alesha?" tanyaku. "Nomor telepon Mas Farhan tidak bisa dihubungi, kenapa ya? Mereka sudah pergi sejak tadi tapi kok tidak pulang-pulang aku takut mereka kenapa-napa," jawab Alesha."Tenang saja kan mereka pergi bersama mas Damar juga. Nanti kalau sudah selesai urusannya pasti mereka akan kembali," ucapku menenangkannya."Aku coba telepon mas Damar ya, siapa tahu nomornya bisa dihubungi," ucapku sambil mencari ponsel milikku.Alisa mengangguk tapi terus mondar-mandir di ruangan sambil melihat ke arahku. Begitu menemuka

  • Akibat Berzina Sebelum Menikah    Kedatangan Bisma

    POV DAMARAmelia datang ke teras belakang dengan wajah panik, seperti ada sesuatu yang terjadi di depan sana entah apa itu."Ada apa?" tanyaku begitu dia menghampiriku."Di depan ada Bisma," ucapnya sambil menatap ke arah suami alesha, Farhan.Aku bisa menduga kenapa kekhawatiran terlihat diwajahnya. Mungkin saja diia mengira Bisma akan melakukan hal-hal yang tidak kami inginkan."Tenanglah aku akan ke sana menemuinya," ucapku menenangkan istriku"Aku ikut," sahut Farhan.Aku dan Amelia saling berpandangan sepertinya Farhan sudah mengetahui atau mungkin sudah pernah mendengar nama Bisma."Ada apa?" tanya suami Rivani."Bukan apa-apa, hanya sepupuku datang bertamu. Sebentar ya kalian tidak apa-apa kan aku tinggal di sini," ucapku yang dibalas anggukan oleh kedua suami dari teman Amel ini.Aku bergegas ke depan diikuti oleh Amelia dan juga Farhan. Terlihat Bisma sedang duduk di teras dengan santainya di antara para wanita-wanita yang menghadang di depan pintu."Sepertinya di rumahmu sed

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status