Sahara panik bukan main saat mendengar niat kedua teman dekatnya yang akan berkunjung ke apartemen ini. Gadis itu melangkah mondar-mandir di sisi ranjangnya, otaknya dipaksa untuk berpikir mencari solusi alasan yang tepat.Ingatan Sahara tertuju pada keberadaan sosok suaminya yang saat ini sedang tidak ada di apartemen tersebut.“Kalau aku meminta pria mesum itu untuk tidak pulang lebih dulu, apa dia mau?” Sahara berbicara sendiri.“Kalau tidak dicoba mana bisa tahu!” ucapnya lagi dengan senyum cerah, dan meraih gawainya untuk melakukan panggilan.Detik berikutnya senyum Sahara langsung memudar, “Aku 'kan tidak memiliki nomor ponselnya!”Gadis itu mengesah pelan, dan membanting tubuhnya ke atas kasur.Menatap lampu bundar yang sedang padam, otaknya kembali bekerja mencari jalan keluar.Ketika Sahara tengah di liputi kebingungan, telinga gadis itu mendengar suara langkah kasar membuat tubuhnya refleks bangkit, dia bergegas keluar dari kamar dengan penuh harap, berharap yang pulang adal
“Apa ini?” gadis itu membulak-balik benda yang terbungkus kotak persegi panjang.“Coklat yang kesekian ratus kalinya dari Edward!” Selly yang menjawab, dia menatap bosan kotak ditangan Sahara.Sahara membuka kotak tersebut, tiga batang coklat lengkap dengan pita berwarna pink. Dahinya mengernyit.“Kupikir Edward akan memberiku satu batang setiap hari. Seperti biasanya.” kata Sahara heran.“Kau 'kan tidak masuk sekolah selama tiga hari.” sahut Yuri menjelaskan, dia menunjuk coklat di tangan Sahara.“Tiga coklat untuk tiga hari.” tambahnya lagi.Sahara mengangguk-angguk. “Entah sampai kapan dia akan berhenti memberiku coklat.”“Masa kau tidak mengerti, sih?” Selly menatap lurus wajah Sahara.“Dia akan terus memberimu benda konyol itu sampai kau menerimanya.” lanjutnya.Sahara tersenyum kecut, tentu saja dia mengerti. Sudah pasti Edward memberinya coklat setiap hari dengan maksud terselubung.“Kau harusnya senang, Ra. Edward itu tampan dan manis, juga romantis.” ucap Yuri terlihat menggo
“Kau jangan bercanda, Ra!” ucap Selly tidak percaya.“Tidak, Sell. Dia memang suamiku.” jawab Sahara coba tersenyum.“Bagaimana bisa?” tanya Yuri.“Jadi kau sudah menikah?” tanya Selly lagi dengan tatapan tajam, gadis itu melipat kedua tangannya di dada, dia merasa sedikit kecewa saat Sahara menikah namun tidak memberitahunya, Selly merasa tidak dianggap sebagai seorang teman.Sahara mengangguk dan menyengir. “Dan kau tidak memberi tahu kami?” sahut Yuri dengan cemberut.Sahara tersenyum kecut, bukan dia tidak mau memberitahu, namun gadis itu merasa sekarang bukan waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya, namun waktu yang tepat itu tidak pernah ada, sebab semuanya sudah terbongkar.“Maafkan aku, bukan maksudku tidak ingin memberitahu kalian, namun saat itu aku pun sama bingung dengan situasinya dan aku...” Sahara menghentikan keterangannya.“Aku.. aku malu ternyata suamiku seorang Om-om!” lanjut Sahara seraya menggigit bibir dalamnya, gadis itu mengalihkan pandangan sebab dirinya
Gadis itu tidak bersuara lagi, dia bergegas menghabiskan makan malamnya, yang dimasak oleh sang suami. Ya, memang Sagara yang memasak sebab gadis remaja itu belum bisa memasak sendiri, dia terbiasa dilayani dan dimanja. Jadi gadis itu sangat bergantung pada suaminya itu. Sahara harus mengakui bahwa hasil masakan Sagara cukup enak di lidahnya, dia sedikit kagum dengan keahlian pria itu.“Jangan lupa cuci piring kotormu!” ujar Sagara saat melihat istrinya itu mulai bangkit setelah piringnya kosong.“Kau harusnya mencari orang untuk melakukan pekerjaan ini” gadis itu menggerutu sebal.“Itu pekerjaan seorang istri, cepat kerjakan jangan membantah!” tukas lelaki itu dengan ketus.“Oh, istri ya? Baru saja kau menganggapku sebagai serangga pengganggu, sekarang seorang istri. Manis sekali mulutmu” ucap Sahara mengejek, kedua tangannya terlipat di bawah perut.Sagara mengesah pelan, “Jangan menguji kesabaranku!”“Baik, baik. Tidak perlu melotot seperti itu, itu membuat wajahmu jelek” ledek g
Matahari semakin meninggi membuat siang ini menjadi cerah, secerah wajah Sagara yang sedang duduk di dalam food court. Pria matang itu sudah sejak lima belas menit yang lalu menunggu sang kekasih, rasa rindu yang kian membesar membuatnya tidak sabar ingin bertemu dengan Maria.Mata elangnya menyisir suasana food court yang lumayan ramai, berharap manik matanya menangkap sosok yang dia nanti-nantikan. Pria itu hendak melirik jam yang melingkar di tangannya, namun tiba-tiba pandangannya menjadi gelap.Sagara meraih sesuatu yang menutupi matanya, sepasang tangan putih mulus menyapa penglihatannya.“Maria...” Saga tersenyum senang dengan kedatangan kekasihnya.Maria balas tersenyum, wanita itu mengecup ringan kedua pipi Sagara.“Apa aku terlalu lama?” Maria bertanya seraya mendaratkan bokongnya pada kursi disamping Sagara.Wanita itu memakai kacamata berwarna hitam pekat guna menyamarkan sedikit identitasnya.“Tidak, selama apapun aku tetap akan menunggu!” kata pria di sampingnya yang sel
Edward mengemudikan mobilnya dengan santai, bibirnya tidak berhenti tersenyum. Sesekali dia melirik gadis di sampingnya.Dia menyukai Sahara sejak lama, dan mengagumi kecantikannya. Gadis berambut sebahu itu menunjuk suatu arah.“Ed, kita berhenti di resto depan sana, ya.” ucap Sahara, suaranya terdengar seperti gemerincing lonceng di telinga Edward. Sangat lembut dan merdu.“Oh, kau mau makan disana?” tanya Edward menoleh sejenak.“Tidak, aku ingin membungkusnya untuk dibawa pulang.” jawab gadis itu tersenyum.“Kenapa tidak makan disana, saja. Aku bisa menemani.” tawar Edward balas tersenyum.Sahara menoleh dan menggeleng sungkan. “Aku harus pulang cepat.”“Oh, ada sesuatu yang mendesak?” alis Edward terangkat sebelah.Sahara berpikir mencari alasan, yang muncul secara spontan dibenaknya adalah isi kamar Sagara. Jadi dia mengangguk pelan. “Ada sesuatu yang mendesak.”“Baiklah”Mobil akhirnya berhenti tepat di depan restoran cepat saji. Mereka berdua turun dari mobil dan melangkah mas
“Aman bagaimana?” Sahara balik bertanya.“Kau tidak merasakan getaran-getaran apalah itu, kau tidak cemburu, tidak terluka?” Selly mencecar setengah menggoda. “Yang benar saja...”Sahara tersenyum kecut. “Apa aku selemah itu, akan cemburu atau terluka hanya karena melihat dia bersama wanita dan makan bersama?”Selly terkekeh, “Yah, kau kan sudah jadi istrinya. Barang kali kau akan jadi istri-istri yang mudah bawa perasaan.”“Tentu saja tidak, bodoh...” sahut Sahara tertawa miris.“Syukurlah kalau kau sekuat itu.” ucap Selly terkekeh kecil.Entah apa yang Sahara rasakan, gadis itu tidak mengerti dengan perasaannya sendiri. Dia memang merasakan sesuatu yang mencelos di jantungnya, sesuatu yang berdenyut. Sesuatu seperti kecewa, sedih dan marah bercampur aduk, dia merasakan suatu perasaan seperti pengkhianatan, mungkin. Dan dia membohongi Selly.“Hei, kau masih disana atau tidak, hallo?” Selly kembali menyahut saat tidak lagi mendengar suara temannya.“Sahara!” sahut Selly sedikit teriak
“Oh, ya. Siapa dia?” tanya Sahara dengan pelan, gadis itu sudah tidak bernafsu untuk menghabiskan makan malamnya.Sagara melirik istrinya lalu tersenyum mengejek, “Kenapa kau kepo sekali...”Sahara mendengus pelan, lantas meletakan sendok dan garpu di sisi piringnya.“Aku sudah kenyang” ucap gadis itu mulai menegak minumnya.Sagara melihat piring istrinya yang masih penuh dengan makanan, Sahara bahkan belum sempat menyentuh menu lainnya.“Kau baru makan sedikit” kata pria itu heran. Lebih heran lagi saat menatap wajah Sahara yang cemberut.“Aku sudah kenyang” ulang gadis itu lagi, mulai bangkit dan melangkah menuju kamar mengunci pintunya dari dalam.Sahara belum pernah merasa sekesal ini ketika mendengar orang lain menceritakan tentang pasangannya. Dia kesal, kesal pada dirinya sendiri.Sikap aneh yang ditunjukkan sang gadis membuat Sagara terdiam di meja makan, pria itu sungguh merasa bingung dengan tingkah laku Sahara yang berubah-ubah.‘Apa yang merasukinya?’ batinnya bertanya-ta