“Kau jangan bercanda, Ra!” ucap Selly tidak percaya.“Tidak, Sell. Dia memang suamiku.” jawab Sahara coba tersenyum.“Bagaimana bisa?” tanya Yuri.“Jadi kau sudah menikah?” tanya Selly lagi dengan tatapan tajam, gadis itu melipat kedua tangannya di dada, dia merasa sedikit kecewa saat Sahara menikah namun tidak memberitahunya, Selly merasa tidak dianggap sebagai seorang teman.Sahara mengangguk dan menyengir. “Dan kau tidak memberi tahu kami?” sahut Yuri dengan cemberut.Sahara tersenyum kecut, bukan dia tidak mau memberitahu, namun gadis itu merasa sekarang bukan waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya, namun waktu yang tepat itu tidak pernah ada, sebab semuanya sudah terbongkar.“Maafkan aku, bukan maksudku tidak ingin memberitahu kalian, namun saat itu aku pun sama bingung dengan situasinya dan aku...” Sahara menghentikan keterangannya.“Aku.. aku malu ternyata suamiku seorang Om-om!” lanjut Sahara seraya menggigit bibir dalamnya, gadis itu mengalihkan pandangan sebab dirinya
Gadis itu tidak bersuara lagi, dia bergegas menghabiskan makan malamnya, yang dimasak oleh sang suami. Ya, memang Sagara yang memasak sebab gadis remaja itu belum bisa memasak sendiri, dia terbiasa dilayani dan dimanja. Jadi gadis itu sangat bergantung pada suaminya itu. Sahara harus mengakui bahwa hasil masakan Sagara cukup enak di lidahnya, dia sedikit kagum dengan keahlian pria itu.“Jangan lupa cuci piring kotormu!” ujar Sagara saat melihat istrinya itu mulai bangkit setelah piringnya kosong.“Kau harusnya mencari orang untuk melakukan pekerjaan ini” gadis itu menggerutu sebal.“Itu pekerjaan seorang istri, cepat kerjakan jangan membantah!” tukas lelaki itu dengan ketus.“Oh, istri ya? Baru saja kau menganggapku sebagai serangga pengganggu, sekarang seorang istri. Manis sekali mulutmu” ucap Sahara mengejek, kedua tangannya terlipat di bawah perut.Sagara mengesah pelan, “Jangan menguji kesabaranku!”“Baik, baik. Tidak perlu melotot seperti itu, itu membuat wajahmu jelek” ledek g
Matahari semakin meninggi membuat siang ini menjadi cerah, secerah wajah Sagara yang sedang duduk di dalam food court. Pria matang itu sudah sejak lima belas menit yang lalu menunggu sang kekasih, rasa rindu yang kian membesar membuatnya tidak sabar ingin bertemu dengan Maria.Mata elangnya menyisir suasana food court yang lumayan ramai, berharap manik matanya menangkap sosok yang dia nanti-nantikan. Pria itu hendak melirik jam yang melingkar di tangannya, namun tiba-tiba pandangannya menjadi gelap.Sagara meraih sesuatu yang menutupi matanya, sepasang tangan putih mulus menyapa penglihatannya.“Maria...” Saga tersenyum senang dengan kedatangan kekasihnya.Maria balas tersenyum, wanita itu mengecup ringan kedua pipi Sagara.“Apa aku terlalu lama?” Maria bertanya seraya mendaratkan bokongnya pada kursi disamping Sagara.Wanita itu memakai kacamata berwarna hitam pekat guna menyamarkan sedikit identitasnya.“Tidak, selama apapun aku tetap akan menunggu!” kata pria di sampingnya yang sel
Edward mengemudikan mobilnya dengan santai, bibirnya tidak berhenti tersenyum. Sesekali dia melirik gadis di sampingnya.Dia menyukai Sahara sejak lama, dan mengagumi kecantikannya. Gadis berambut sebahu itu menunjuk suatu arah.“Ed, kita berhenti di resto depan sana, ya.” ucap Sahara, suaranya terdengar seperti gemerincing lonceng di telinga Edward. Sangat lembut dan merdu.“Oh, kau mau makan disana?” tanya Edward menoleh sejenak.“Tidak, aku ingin membungkusnya untuk dibawa pulang.” jawab gadis itu tersenyum.“Kenapa tidak makan disana, saja. Aku bisa menemani.” tawar Edward balas tersenyum.Sahara menoleh dan menggeleng sungkan. “Aku harus pulang cepat.”“Oh, ada sesuatu yang mendesak?” alis Edward terangkat sebelah.Sahara berpikir mencari alasan, yang muncul secara spontan dibenaknya adalah isi kamar Sagara. Jadi dia mengangguk pelan. “Ada sesuatu yang mendesak.”“Baiklah”Mobil akhirnya berhenti tepat di depan restoran cepat saji. Mereka berdua turun dari mobil dan melangkah mas
“Aman bagaimana?” Sahara balik bertanya.“Kau tidak merasakan getaran-getaran apalah itu, kau tidak cemburu, tidak terluka?” Selly mencecar setengah menggoda. “Yang benar saja...”Sahara tersenyum kecut. “Apa aku selemah itu, akan cemburu atau terluka hanya karena melihat dia bersama wanita dan makan bersama?”Selly terkekeh, “Yah, kau kan sudah jadi istrinya. Barang kali kau akan jadi istri-istri yang mudah bawa perasaan.”“Tentu saja tidak, bodoh...” sahut Sahara tertawa miris.“Syukurlah kalau kau sekuat itu.” ucap Selly terkekeh kecil.Entah apa yang Sahara rasakan, gadis itu tidak mengerti dengan perasaannya sendiri. Dia memang merasakan sesuatu yang mencelos di jantungnya, sesuatu yang berdenyut. Sesuatu seperti kecewa, sedih dan marah bercampur aduk, dia merasakan suatu perasaan seperti pengkhianatan, mungkin. Dan dia membohongi Selly.“Hei, kau masih disana atau tidak, hallo?” Selly kembali menyahut saat tidak lagi mendengar suara temannya.“Sahara!” sahut Selly sedikit teriak
“Oh, ya. Siapa dia?” tanya Sahara dengan pelan, gadis itu sudah tidak bernafsu untuk menghabiskan makan malamnya.Sagara melirik istrinya lalu tersenyum mengejek, “Kenapa kau kepo sekali...”Sahara mendengus pelan, lantas meletakan sendok dan garpu di sisi piringnya.“Aku sudah kenyang” ucap gadis itu mulai menegak minumnya.Sagara melihat piring istrinya yang masih penuh dengan makanan, Sahara bahkan belum sempat menyentuh menu lainnya.“Kau baru makan sedikit” kata pria itu heran. Lebih heran lagi saat menatap wajah Sahara yang cemberut.“Aku sudah kenyang” ulang gadis itu lagi, mulai bangkit dan melangkah menuju kamar mengunci pintunya dari dalam.Sahara belum pernah merasa sekesal ini ketika mendengar orang lain menceritakan tentang pasangannya. Dia kesal, kesal pada dirinya sendiri.Sikap aneh yang ditunjukkan sang gadis membuat Sagara terdiam di meja makan, pria itu sungguh merasa bingung dengan tingkah laku Sahara yang berubah-ubah.‘Apa yang merasukinya?’ batinnya bertanya-ta
“Masuklah...” titah Sagara dengan suara lembut, tangannya turut membukakan pintu mobil untuk istri kecilnya.Sahara terdiam sejenak menatap wajah Sagara yang tidak sedatar biasanya. Kini pria dingin itu bukan cuma suaranya yang melembut namun sorot matanya pun ikut meneduh, tidak ada lagi kilatan tajam dimanik legamnya.“Ayo” Sagara mengucap heran saat Sahara hanya terdiam menelisik wajahnya.Sahara mengerjap sebelum akhirnya masuk dan mendudukkan diri di jok mobil, gadis itu memandang Sagara yang mulai mengitari mobil guna duduk dibelakang kemudi. Pria itu mulai memasangkan seatbelt ke tubuh istrinya, membuat Sahara menahan napas sebab wajah mereka begitu dekat.“Maaf, aku tidak berniat mesum” ucap Sagara diiringi senyum menawannya.Sahara memalingkan wajah, jantungnya berdetak lebih cepat. Kedua telapak tangannya mendingin, pipinya memanas. Bisa-bisanya diaa terpesona dengan senyum pria dingin itu.Sagara melirik sang istri yang sejak tadi tidak mengeluarkan sepatah kata pun, tidak
Kenapa?” Sagara bertanya dan menatap sang istri penuh kebingungan, alis tebal pria itu terangkat dengan tinggi.Sahara memalingkan wajah dan terdiam, gadis itu menutup mulutnya rapat-rapat. Dia sudah cukup kecewa mendengar pengakuan suaminya. Sahara ingin melampiaskan kekecewaannya pada pria itu, tapi dia kembali mengingat bahwa pernikahan ini tidak seperti pernikahan pada umumnya. Sahara tidak memiliki hak apapun meskipun menyandang status istri, Sagara bukan suami sungguhan. Pria itu bukan miliknya.Sahara ingin menjauh saja, sebelum dia mengatakan hal bodoh dan memalukan. Dia perlu menata perasaannya, dia ingin pulang dan menyendiri.Tidak mendapat respon dari gadis remaja itu membuat Sagara menghembuskan napas berat. Dia mencoba mengerti, mungkin Sahara memang sedang tidak baik-baik saja, mungkin dia sedang di rundung masalah pribadi.“Ayo” ajaknya menggedikan kepala seraya menenteng semua barang belanjaan. Sahara mengikuti dari belakang, pandangan gadis itu gamang, sibuk menyela