Home / Rumah Tangga / Akibat Kencan Buta / 3). Demi menjaga kehormatan

Share

3). Demi menjaga kehormatan

Author: Bunga Kcl
last update Last Updated: 2022-11-08 09:01:29

Sedangkan di sisi lain, Sagara pun melakukan protes keras pada sang Papa. Orang yang telah merencanakan perjodohan konyol itu.

“Pa, kenapa Papa menjodohkan aku dengan bocah SMA. Mau taruh dimana wajahku nanti-!” Sagara merasa harga dirinya terluka dengan menikahi gadis yang masih duduk di bangku sekolah menengah sedangkan dia adalah pria dewasa.

“Kenapa kau sekeras ini, Sahara itu 'kan cantik!” sahut Papa begitu geli dengan tingkah putranya yang berlebihan.

“Tidak secantik Maria.” timpal Sagara dengan ketus.

Bocah ingusan itu memang cantik, namun kecantikannya tidak sematang Maria, membuatnya tidak menarik di mata Sagara.

“Sahara itu sedang masa pertumbuhan, kau lihat, masih remaja saja sudah cantik. Apalagi dewasa nanti. Si Maria itu pasti kalah!” ucap Papa begitu bangga membandingkan dengan kekasih putranya.

Sagara berdecih, “Begitu dia dewasa, aku justru menua.”

Kontan saja ucapannya itu membuat sang Papa tertawa.

“Bukan begitu teorinya, Saga. Justru kau akan terlihat lebih muda jika bersanding dengan daun muda” kelakar pria tua itu.

“Batal saja, Pa!”

“Apanya?”

“Perjodohan itu” terang Sagara dengan sabar.

“Tidak bisa, Saga. Kau lihat Mama, dia begitu antusias dengan perjodohan ini. Apa kau tega merusak kebahagiaannya?” Papa Hanum menatap serius pada lelaki didepannya.

“Dan merusak kebahagiaanku. Itu tidak adil-!” Sagara menggeram dan membalas tatapan sang Papa.

Satu menit lamanya mereka hening dan saling menatap dengan tatapan tajam, sebelum akhirnya Sagara membuang pandangan.

“Lihat!” seru Papa Hanum menunjuk wajah duplikat masa mudanya dulu. “Di matamu, kau begitu menyayangi Mamamu itu. Apa kau mampu menghadapi kekecewaannya nanti, eh?” lanjutnya lagi, membuat Sagara terdiam.

“Sudah, istirahatlah. Besok kau harus mengantarkan Sahara ke sekolahnya.” titah pria tua itu mengibaskan tangannya tanda mengusir.

Sagara keluar dari ruang kerja sang Papa menuju kamarnya, dia merebahkan diri di atas kasur yang empuk. Banyak benang semrawut dikepalanya, pikirannya kacau. Papa memakai kelemahan Sagara untuk menekannya hingga tak berkutik. Dia begitu menyayangi sang Mama, sejak dulu dia selalu mematuhi perintahnya, mengusahakan yang terbaik untuk wanita yang telah melahirkannya.

Namun jika harus menuruti perjodohan ini, sungguh Sagara enggan melakukannya, tapi dia juga tidak kuasa membuat sang Mama kecewa.

****

Pagi ini Sahara akan memasang wajah cemberut sebagai aksi protesnya, dia masih marah. Enak saja mereka menikahkan dia dengan paksa, dengan pria dewasa yang asing, apa mereka pikir Sahara akan menurut begitu saja?

Memangnya tidak ada lelaki yang lebih muda untuk menjadi kandidat calon suami yang mereka usulkan?

“Stok laki-laki di dunia ini 'kan banyak!” Sahara mendengus kecil. “Lagipula aku masih delapan belas tahun, gadis mana yang mau menikah dengan pria tua?” dia menggerutu sebal.

Sahara sungguh, dia tidak terima dengan takdir ini. Dia tidak mau dinikahkan pada usia yang masih muda, gadis itu punya cita-cita, punya rencana, dia bahkan punya pernikahan impiannya sendiri. Dan dimana Sahara akan menyimpan harga dirinya jika teman-teman sekolahnya tahu dia menikah dengan pria dewasa yang matang.

“Sungguh menyebalkan!” gumamnya membuang napas kasar.

Setelah memasukan buku-buku sekolah kedalam ranselnya, Sahara bergegas keluar kamar menuju meja makan. Terlihat Liana dan Brata menyantap sarapan tanpa beban, orang tua itu tidak merasakan kegelisahan yang sama dengan putrinya. Sahara bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak semalam.

Memilih mengabaikan mereka, Sahara mendaratkan bokongnya pada kursi makan tanpa mengeluarkan suara. Tangan rampingnya menyambar selembar roti, tanpa melirik kedua orangtuanya.

“Ra...”

Melihat putrinya hanya cemberut, Liana memanggilnya. Namun gadis remaja itu hanya membisu dan sibuk mengoleskan selai kacang dipermukaan roti miliknya.

Tidak mendapat respon yang berarti dari anaknya, Liana menoleh pada pria setengah baya yang menjadi suaminya. Pria tua itu hanya mengangkat kedua pundaknya tanda tidak tahu menahu dengan aksi protes dari Sahara.

“Sayang, kau marah pada Mami dan Papi, iya?” tanya wanita paruh baya itu seraya menelisik wajah anak gadisnya.

Yang di ajak bicara justru masih diam, mulutnya sibuk mengunyah roti dengan acuh. Liana menghela napas pelan melihat respon dari gadis cantik itu.

“Mami dan Papi menikahkanmu diusia muda itu bukan tanpa alasan, Ra..” ujar sang Mami lagi.

Sahara meliriknya, “Oh, ya?”

Liana mengangguk cepat.

“Iya, nak. Semua ini demi kebaikanmu. Mami tidak ingin anak gadis Mami terjerumus pergaulan bebas yang sedang maraknya, kalau kau menikah 'kan enak. Mami dan Papi bisa tenang, ada yang akan menjagamu. Dan—...” Liana menghentikan ucapannya, wanita itu terlihat ragu untuk melanjutkan.

“Dan apa?” Sahara tidak sesabar itu menunggu sang Mami sampai menemukan pilihan kata selanjutnya.

“Kau tidak akan berdosa lagi, dan bebas melakukan apa saja. Kau bisa berciuman dengan pasanganmu bahkan lebih dari itu tanpa ada yang menghakimi, bahkan Tuhan sekalipun.” Maminya itu mencerocos.

“Alasan macam apa itu!” sembur gadis itu berang.

“Ra, kau tahu tidak?” tanya wanita itu lagi. “Harusnya kau sudah tahu. Mami tidak ingin apa yang menimpa Nana, menimpa dirimu juga.”

“Papi tidak mau kau seperti itu!” sambung sang Papi menimpali. Pria tua itu memandang putrinya dengan sayang, dia tidak ingin kejadian serupa itu menimpa anak gadisnya.

Sahara menatap kedua orangtuanya lekat-lekat. “Mi, Pi, aku tahu mana yang baik dan mana yang tidak. Jadi tidak mungkin aku seperti itu”

Dalam benaknya melayang pada kejadian naas dua minggu lalu ingatan itu masih segar di kepalanya, saat wanita bernama Nana itu diceraikan oleh suaminya tepat pada saat malam pengantinnya hanya karena tidak mendapatkan bercak darah di bed cover ketika selesai melakukan ritual. Darren—suami Nana merasa kecewa dan ditipu, dia menikahi gadis yang justru sudah tidak gadis lagi. Dengan gelap mata dan diselimuti emosi Darren menjatuhkan talak malam itu juga, Nana sepupunya itu langsung dipulangkan oleh suami dan kedua mertuanya. Tanpa terhormat.

Sahara benci laki-laki gila perawan seperti itu, menurutnya hanya orang dungu yang begitu mengagung-agungkan selembar himen yang bahkan bisa robek tanpa harus melakukan hubungan badan. Namun Nana memang salah, sepupunya itu memang pernah melakukan seks sebelum mengikat pernikahan. Dia tahu bagaimana terlukanya paman dan bibinya ketika putrinya dipulangkan dengan sangat tidak terhormat. Jadi Sahara mengerti kekhawatiran orangtuanya.

“Aku tidak mau menikah hanya karena itu. Aku bisa menjaga diri, aku tahu batasanku.”

Menikahkan Sahara hanya karena itu dan mengorbankan masa remajanya, lalu membangun rumah tangga dengan pria dewasa yang asing tanpa dia tahu seluk-beluknya dan tanpa adanya cinta diantara mereka.

Semua itu sungguh berlebihan.

“Pikirkan dulu baik-baik, nak. Lagipula Sagara itu anak rekan bisnis Papi, Papi yakin dia bisa menjagamu.” ucap sang Papi membujuk.

Sahara memicingkan mata mendengarnya. “Oh, aku tahu. Aku mengerti sekarang.” dia mengangguk-angguk pelan dan meletakan roti yang belum sempat dihabiskan. Dia kehilangan nafsu makannya pagi ini.

“Jadi ini hanya akal-akalan Papi saja? Pernikahan bisnis? Untuk menguatkan bisnis Papi, begitu?” cecar gadis itu menggebu, mata bulatnya mendelik tajam.

Brata tersedak makanan yang berusaha ditelannya, dengan cekatan sang istri menyodorkan segelas air. Dia menggeleng resah melihat pelototan yang diberikan putrinya.

“Bukan seperti itu, nak. Papi sudah kenal cukup lama dengan Sagara, dia lelaki baik dan sopan. Papi yakin dia pantas menjadi pasanganmu, pelindungmu.” pria tua itu menjelaskan dengan sungguh-sungguh berharap anak gadisnya itu mengerti. Dia bahkan tidak pernah sedikitpun berpikir perjodohan ini menjadi ajang untuk melobi rekan bisnisnya.

“Ra, lagipun Sagara itu tampan dan mapan. Dia tidak terlalu buruk untuk menjadi suamimu.” kini sang Mami yang mencoba untuk membujuk.

“Ini semua demi kebaikanmu, Ra...”

Sahara menghembuskan napas panjang, mereka tidak akan mendengarkannya, dia tahu itu. Orang tua itu sudah memutuskan bulat-bulat rencana pernikahan putrinya. Gadis itu memandang wajah orangtuanya dengan tatapan menyerah.

“Apa tidak ada yang lebih muda, Pi?” tanya gadis itu akhirnya dengan wajah memelas.

Mami Liana mengalihkan pandangan menahan tawa, sedangkan sang Papi batuk pelan mendengarnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Akibat Kencan Buta   86) tawa yang lepas

    “Baiklah, karena kalian sudah datang kemari, kita langsung saja.” Liana berkata seraya memandang wajah orang-orang yang duduk bersamanya bergantian, lalu berhenti tepat di wajah Saga. Dia menatap lekat wajah menantunya itu. “Saga, bagaimana masalahmu dengan wanita itu?”Saat itu, Saga sedang menatap istrinya yang terus menunduk, lantas terkesiap ketika Liana bertanya dengan tatapan tajam. Bukan hanya Liana, Saga merasakan semua mata sedang menatap padanya. Hal itu sedikit membuatnya gugup.Setelah menghela napas panjang, Saga balas menatap wanita yang menjadi mertuanya dengan tegas namun tetap berusaha sesopan mungkin.“Masalah kami sudah selesai, Mam. Aku sudah menepis gosip-gosip bohong yang dibuat oleh wanita itu. Dan, Maria sudah kubuat menyesal sekaligus menjadi bulanan masyarakat.” terang Saga dengan senyum puas. Dia kembali melirik Sahara yang tersenyum manis padanya, lalu dibalas dengan kedipan sebelah mata dan seketika membuat gadis itu tersipu merona.“Oh, kenapa dengannya?”

  • Akibat Kencan Buta   85) Sidang kecil-kecilan

    “Selamat sore nona Maria.” sapa Dokter seraya tersenyum dan menghampiri pasiennya.Maria tak membalas sapaan sang Dokter, kedua matanya masih tertuju pada dua orang polisi yang berdiri tegak tak jauh dari pintu setelah di tutupnya. Maria bertanya-tanya sendiri, untuk apa polisi itu berada di ruangannya? Mungkinkah karena skandal yang di sebarkan William? Atau Saga masih dendam padanya lalu melaporkan dirinya mengenai kasus penculikan istrinya? Tapi, itukan sudah lama!“Nona?” panggil Dokter itu lagi seraya menyentuh lengan Maria.“Eh, iya Dok?” sahut wanita itu akhirnya. Dia menatap sang Dokter dengan raut wajah yang pias bercampur cemas.“Kita cek kondisi nona terlebih dahulu, ya.” kata Dokter yang Maria ketahui bernama Sheina. Dr. Sheina memeriksa detak jantung Maria sejenak, lalu dilanjutkan dengan alat vital lainnya. “Dokter, apa yang terjadi padaku?” Maria bertanya setengah berbisik, berusaha mengabaikan dua polisi yang berdiri di sana. Dia sendiri sangat penasaran dengan kondi

  • Akibat Kencan Buta   84) sudah terbagi dua

    “Darren datang untuk meminta maaf pada Nana, Lucas. Biarkan saja mereka menyelesaikan masalahnya berdua dulu.” ucap Winona menatap sang suami yang pandangannya masih tertuju pada Darren dan Nana di tepi kolam.“Masalah apa? Bukankah semuanya sudah selesai ketika lelaki itu mencampakkan anakku?” balas Lucas dengan nada yang dingin. Masih segar dalam ingatannya tentang malam itu, Nana dipulangkan oleh Darren tanpa perasaan, tanpa memberikan kesempatan, tidak peduli Nana bersimpuh di kaki Darren agar di beri kesempatan untuk menjelaskan. Darren seolah tertutup mata dan hatinya hanya karena merasa ditipu soal keperawanan. Sebagai seorang ayah melihat bagaimana putrinya dicampakkan sebegitu jahatnya, tentu saja hal itu melukai harga dirinya dengan membiarkan Darren menginjakkan kaki di rumahnya.“Lucas, tenangkan dirimu.” ujar Winona mencegat Lucas yang ingin menghampiri Darren dan Nana. “Biarkan mereka bicara berdua dulu, sekarang kita kembali ke dalam. Ada yang akan aku bicarakan dengan

  • Akibat Kencan Buta   83) memberikan kesempatan?

    Liana menoleh ke arah pintu kamarnya yang diketuk dari luar. Bertanya-tanya sendiri, siapa yang mengetuk di luar sana kali ini. Mungkinkah putrinya lagi?Pintu itu kembali di ketuk, kini disertai suara pelayan yang berkata membawakan makanan untuknya. Liana melirik pada benda yang di sebut sebagai mesin waktu, jam makan siang sudah lewat cukup lama. Dia memang masih enggan keluar kamar. Melewatkan makan malam, sarapan pagi, dan sekarang Liana pun melewatkan makan siangnya.Meski tetap membukakan pintu untuk pelayan yang datang membawa makanan, tidak ada satu pun makanan yang di sentuhnya. Sampai membuat sang pelayan kebingungan dibuatnya.“Nyonya, anda tidak sarapan?” tanya pelayan perempuan yang umurnya lumayan muda. Dia melihat menu sarapan yang di antarnya pagi tadi masih tetap utuh di atas nampan.“Aku tidak lapar, Alma.” jawab Liana seraya memandang pelayan yang bernama Alma dengan senyum tipis.“Tapi, Nyonya ... anda harus makan.” ujar Alma dengan kepala tertunduk di depan sang

  • Akibat Kencan Buta   82) keinginan Darren

    “Mau apa dia ke sini?”Terkejut. Tentu saja, tetapi Nana sebisa mungkin membuat raut wajahnya terlihat tenang dan terkendali. Pandangannya sempat menunduk beberapa saat , namun buru-buru dia mendongak kembali ketika Winona menyentuh tangannya.“Dia bilang ingin bicara denganmu.” jawab Winona kemudian, wanita itu menggeser duduknya agar lebih merapat pada sang putri. “Kau baik-baik saja, Sayang? Kalau tidak mau menemuinya, ibu akan menyuruhnya pergi.”Kepala Nana menggeleng pelan seraya menggigit bibir bagian dalamnya. “Apa ayah tahu Darren kemari?” tanyanya setengah berbisik.“Belum,” Winona menggeleng dengan kedua alis yang tertaut, “Sengaja ibu tidak bilang, ayahmu pasti akan marah kalau tahu dia kemari.”“Lalu, kenapa ibu ... tidak marah?” tanyanya lagi, sudut mata Nana sesekali melirik ke arah pintu ruang baca, khawatir tiba-tiba Darren keluar seolah menyadari keberadaannya.“Ibu marah, Nana. Tentu saja, marah. Bahkan ibu sempat mengusirnya, tetapi dia memohon agar diijinkan berte

  • Akibat Kencan Buta   81) seperti strawberry

    Saga memutuskan kembali ke kantornya, namun saat sampai di sana dia menemukan kerumunan di depan lobi kantor. Puluhan orang wartawan serta Cameraman-nya tampak berkumpul menantikan kedatangan dirinya untuk diliput.“Papa, kenapa banyak wartawan di bawah sini?” Saga memilih menghubungi sang papa dan mengamati para wartawan itu dari dalam mobil.“Tidak apa-apa temui saja, mereka memang menunggumu untuk buka suara soal postingan klarifikasi serta bantahan yang dibuat William. Katakan saja yang sebenarnya.” balas Hanum dengan santai, membuat Saga menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.“Baiklah.” setelah itu Saga memutuskan sambungan telepon dan bergegas keluar dari mobil yang langsung diambil alih oleh petugas.Saga berjalan gagah di tengah-tengah barikade yang dibuat oleh sekuriti serta para petugas keamanan di kantornya. Mereka menggiring Saga hingga memasuki lobi dan membiarkan tuannya diwawancarai di sana, seraya terus menjaganya.“Tenang semuanya, bertanyalah satu-satu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status