Home / Rumah Tangga / Akibat Kencan Buta / 4). Menjemput Sahara

Share

4). Menjemput Sahara

Author: Bunga Kcl
last update Last Updated: 2022-11-08 09:02:28

Sagara dengan perasaan kesal dan terpaska, dia harus menuruti perintah dari Papanya. Menjemput Sahara.

Di sinilah dia berdiri, tepat di depan pekarangan rumah bocah ingusan itu.

Sudah sejak sepuluh menit yang lalu Sagara menunggu, namun sang empunya rumah belum menunjukkan batang hidungnya. Pria itu menyandarkan bokongnya di kap mobil, menunggu gadis yang berkencan dengannya itu keluar.

Ketika Sahara melangkahkan kakinya keluar, gadis muda yang mengenakan seragam sekolah lengkap itu dibuat terkejut mendapati pria dewasa yang sudah tidak asing di matanya. Dia tidak tahu ini, apalagi yang direncanakan oleh orangtuanya?

Lelaki itu tersenyum sinis melihat raut kaget tercetak jelas di wajah gadis yang dia anggap masih bocah itu. Otak Sagara yang cerdas mencetus sebuah ide yang brilian menurutnya. Jika dia tidak bisa membatalkan perjodohan ini, maka lelaki tampan itu akan membuat Sahara tidak akan tahan dengan sikap ketus dan dinginnya bila berada didekatnya. Dengan begitu bocah itu pasti akan menolak perjodohannya, dan Sagara akan berperan sebagai korban di sini.

Dia tersenyum senang memikirkannya.

“Mami apa-apaan ini?” Sahara berkata seraya melayangkan tatapan menusuk pada sang Mami.

Liana tersentak dan salah tingkah dibuatnya, tangan ramping wanita itu mencolek pinggang sang suami, menyuruhnya untuk menjawab.

“Oh, Saga akan mengantarmu ke sekolah.” jawab pria tua dengan santai. Dia melambaikan tangan meminta lelaki yang masih berdiri di dekat mobil itu untuk mendekat.

“Selamat pagi, Om, Tante.” Sagara menyapa dan tersenyum tipis. Baru kali ini Sahara melihat pria dewasa itu tersenyum setelah kencan buta malam tadi.

Sagara berusaha ramah pada kedua orang tua gadis itu, terlebih pada Brata. Dia sudah mengenal cukup lama dengan pria tua itu, hanya saja baru kali ini Sagara mengetahui dia memiliki seorang putri yang masih gadis.

“Pagi Saga...” balas pasangan suami istri yang tidak muda lagi itu. Senyum mereka mengembang begitu sempurna saat menyambut calon menantunya.

“Aku datang untuk menjemput... Ara” ucap Sagara, melirik gadis muda yang masih cemberut.

“Oww! Ara, Pi. Sweet...” bisik Liana begitu heboh ditelinga suaminya. Senyum wanita paruh baya itu semakin melebar, melihatkan deretan giginya.

Sahara memutar bola matanya melihat kelakuan dari sang Mami. Dia memang biasa dipanggil 'Ra' oleh orang-orang terdekatnya. Ara, apanya yang sweet? Gadis itu mencibir.

Namun diam-diam Sahara menyukainya, panggilan itu. Tidak ada yang memanggilnya dengan nama itu, jadi dia menyukainya. Hanya saja dia tidak menyukai orang yang sudah membuat nama panggilan itu.

Gadis itu melirik ke arah lelaki dewasa yang akan mengantarkannya ke sekolah, Sagara membalas lirikan Sahara dengan senyum miring, membuat gadis muda itu cepat-cepat membuang pandangan.

“Ya, silahkan. Sahara memang sudah menunggu.” ujar sang Papi antusias dan penuh semangat.

Sagara mengangguk pelan dan kembali melirik bocah yang akan menjadi partner jodohnya, bibir pria itu tersenyum. Namun kali ini bukan sekedar senyum tipis.

Tapi, menyeringai.

Sahara bergidik ngeri melihat senyum itu, dia melipir ke arah sang Mami.

“Mi...” rengeknya pelan memeluk lengan sang Ibu.

Sagara itu lantas mendengus, “Anak Mami” dia mencibir dalam hati.

****

Berada dalam mobil bersama dengan pria dingin itu membuat pori-pori kulit Sahara mengeluarkan peluh keringat, AC mobil pun tidak membuatnya merasa sejuk. Dia melirik pria di balik kemudi, hanya diam dan menatap lurus ke depan tanpa ekspresi. Mengingatkan Sahara pada sebuah robot buatan luar negeri yang disetting agar bisa melakukan pekerjaan manusia. Pria itu terlihat kaku namun kehadirannya sangat mengintimidasi.

“Om, kenapa kau mau repot-repot menjemputku?” gadis itu berusaha memecah keheningan yang menelan mereka. Dia tidak mau menjadi gila bila terus mempertahankan kecanggungan itu, Sahara butuh teman bicara.

“Bukan urusanmu!” lelaki itu menjawab ketus, tanpa melirik lawan bicaranya.

“Tentu saja ini urusanku. 'kan aku yang kau bawa.” tukas Sahara, gadis itu menatap intens pada pria tampan disampingnya.

Sagara diam saja. Laki-laki itu malas meladeni seorang bocah yang sudah membuatnya berada disituasi yang sulit. Seandainya tidak ada Sahara, seandainya bocah itu bukan anak dari teman orangtuanya dan tidak sedang mencari lelaki yang sudi menikahinya, Sagara tentu tidak akan terjebak dalam perjodohan yang konyol ini. Meski dia yakin jika tidak ada Sahara sekalipun dalam kehidupannya, orangtuanya itu tetap akan mencarikan gadis lain untuk dinikahinya. Sagara sadar akan hal itu. Namun setidaknya mencari gadis lain pasti membutuhkan waktu bagi orangtuanya itu, tidak akan secepatnya ini. Dia akan punya sedikit waktu untuk kembali meyakinkan kekasihnya, Maria.

“Om—..”

“Diamlah!” Sagara memotong ucapan Sahara membuat gadis itu terhenyak.

Dia bahkan mengerucutkan bibirnya cemberut, Sahara memalingkan wajah pada jendela lebih memilih menikmati jalanan yang lumayan longgar. Meski objek di sampingnya lebih menarik perhatian, dia tidak sampai hati mengotori matanya dengan memandang manusia dingin itu.

“Siapa yang sudi menikah dengan manusia balok es...” tanpa sadar mulut kecilnya mengumpat.

Sahara terlalu terkejut untuk menjerit ketika merasakan benturan di keningnya. Butuh beberapa detik untuk dia mengerti bahwa mobil yang di tumpanginya berhenti secara mendadak. Gadis itu menoleh, melemparkan tatapan menuduh pada pria yang justru menatap dirinya begitu tajam.

“Apa yang terjadi...” Sahara berkata polos, dia mengusap-usap keningnya yang lumayan sakit.

“Kau bilang apa tadi, eh?” tanya Sagara dengan suara yang dingin, pandangannya menusuk pada gadis yang sudah menciut nyalinya.

“Apa, bilang apa?” bocah itu terlihat bodoh di mata Sagara, membuat dia gemas ingin menelannya hidup-hidup.

Mata Sagara berkilat-kilat, dia mencondongkan tubuhnya mendekat. Menghapus jarak. Sahara secara alami memundurkan punggungnya hingga menempel pada kaca jendela, insting binatangnya meneriakkan tanda bahaya. Ya, dia merasa terancam dengan pria yang selalu menatap matanya begitu dingin dan membekukan.

“Kau menyebutku, apa?” desis pria itu. Wajah keduanya sangat dekat. Hanya terpisah beberapa senti.

Wangi maskulin menyeruak di indera penciuman Sahara, membuatnya gugup.

“Aku tidak mengatakan apapun!”

“Kau pikir aku tuli?” Sagara masih enggan untuk menjauhkan wajahnya. Dia suka melihat wajah tidak berdaya didepannya.

“Aku tidak mengatakan apapun, sungguh!” sangkalnya lagi “Dan bisakah kau menjauh sedikit, aku merasa sesak.” Sahara bisa merasakan bahwa jantungnya berdetak dengan ritme lebih cepat dari biasanya. Kedua pipinya mulai memanas, dan semua itu menyiksanya.

Sagara tersenyum miring, “Kau pikir aku mau menikahi bocah ingusan sepertimu!”

Ledakan emosi memenuhi kepala Sahara, gadis itu merasa harga dirinya terluka, dia marah mendengar sematan itu. Usianya delapan belas tahun, dia bukan bocah ingusan. Sahara merasa hampir cukup dewasa untuk ukuran seorang gadis. Dia mendengus kesal dan mendorong kasar dada bidang lelaki itu, Sahara bahkan sempat merasa tidak percaya dia bisa memiliki kekuatan sebesar itu untuk mendorong tubuh kokoh didepannya.

“Umurku delapan belas tahun! Dan aku bukan bocah!” semburnya dengan jengkel.

Pria itu terkekeh sinis, “Umur hanyalah angka, memangnya apa yang bisa kau lakukan dengan tubuh kecilmu ini?”

Sahara melayangkan tatapan mengancam. Pria itu tertawa keras, melihatnya. Dia benar-benar gemas dengan gadis di sampingnya, seolah-olah Sahara mengancam akan menghajarnya menggunakan bunga rumput.

“Kalau kau sebegitu kerasnya, kenapa tidak kau batalkan saja perjodohan konyol ini” ucap Sahara dengan marah, dia mengabaikan tawa mengejek dari pria itu.

“Memang itu mauku.” Sahut Sagara dengan cepat. “Kalau saja..”

“Kalau saja?” ulang gadis itu, pandangannya menusuk.

Pria itu membisu, tidak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya. Kalau Sahara tahu, dia menerima perjodohan ini walau tidak dengan sukarela, bahwa demi bisa mendapatkan modal yang di janjikan oleh Hanum—sang Papa, lalu gadis itu mengadu pada Papinya maka itu akan menghancurkan reputasi Sagara.

Hanum pasti akan membatalkan kucuran dana itu, Sagara tidak ingin itu terjadi. Dia punya rencana. Tanpa harus menikahi gadis itu nantinya.

“Kalau saja apa, eh?” Sahara menuntut jawaban itu. Dia memberikan tatapan menantang. Kalau Sagara menganggap gadis itu benar-benar hanya seorang bocah, maka jelas dia salah menilai. Sahara bahkan bisa lebih dingin kalau dia mau.

Memilih mengabaikan, Sagara kembali menghidupkan mobilnya dan melaju kencang tanpa meladeni gadis itu. Dia tidak mau terpancing.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Akibat Kencan Buta   86) tawa yang lepas

    “Baiklah, karena kalian sudah datang kemari, kita langsung saja.” Liana berkata seraya memandang wajah orang-orang yang duduk bersamanya bergantian, lalu berhenti tepat di wajah Saga. Dia menatap lekat wajah menantunya itu. “Saga, bagaimana masalahmu dengan wanita itu?”Saat itu, Saga sedang menatap istrinya yang terus menunduk, lantas terkesiap ketika Liana bertanya dengan tatapan tajam. Bukan hanya Liana, Saga merasakan semua mata sedang menatap padanya. Hal itu sedikit membuatnya gugup.Setelah menghela napas panjang, Saga balas menatap wanita yang menjadi mertuanya dengan tegas namun tetap berusaha sesopan mungkin.“Masalah kami sudah selesai, Mam. Aku sudah menepis gosip-gosip bohong yang dibuat oleh wanita itu. Dan, Maria sudah kubuat menyesal sekaligus menjadi bulanan masyarakat.” terang Saga dengan senyum puas. Dia kembali melirik Sahara yang tersenyum manis padanya, lalu dibalas dengan kedipan sebelah mata dan seketika membuat gadis itu tersipu merona.“Oh, kenapa dengannya?”

  • Akibat Kencan Buta   85) Sidang kecil-kecilan

    “Selamat sore nona Maria.” sapa Dokter seraya tersenyum dan menghampiri pasiennya.Maria tak membalas sapaan sang Dokter, kedua matanya masih tertuju pada dua orang polisi yang berdiri tegak tak jauh dari pintu setelah di tutupnya. Maria bertanya-tanya sendiri, untuk apa polisi itu berada di ruangannya? Mungkinkah karena skandal yang di sebarkan William? Atau Saga masih dendam padanya lalu melaporkan dirinya mengenai kasus penculikan istrinya? Tapi, itukan sudah lama!“Nona?” panggil Dokter itu lagi seraya menyentuh lengan Maria.“Eh, iya Dok?” sahut wanita itu akhirnya. Dia menatap sang Dokter dengan raut wajah yang pias bercampur cemas.“Kita cek kondisi nona terlebih dahulu, ya.” kata Dokter yang Maria ketahui bernama Sheina. Dr. Sheina memeriksa detak jantung Maria sejenak, lalu dilanjutkan dengan alat vital lainnya. “Dokter, apa yang terjadi padaku?” Maria bertanya setengah berbisik, berusaha mengabaikan dua polisi yang berdiri di sana. Dia sendiri sangat penasaran dengan kondi

  • Akibat Kencan Buta   84) sudah terbagi dua

    “Darren datang untuk meminta maaf pada Nana, Lucas. Biarkan saja mereka menyelesaikan masalahnya berdua dulu.” ucap Winona menatap sang suami yang pandangannya masih tertuju pada Darren dan Nana di tepi kolam.“Masalah apa? Bukankah semuanya sudah selesai ketika lelaki itu mencampakkan anakku?” balas Lucas dengan nada yang dingin. Masih segar dalam ingatannya tentang malam itu, Nana dipulangkan oleh Darren tanpa perasaan, tanpa memberikan kesempatan, tidak peduli Nana bersimpuh di kaki Darren agar di beri kesempatan untuk menjelaskan. Darren seolah tertutup mata dan hatinya hanya karena merasa ditipu soal keperawanan. Sebagai seorang ayah melihat bagaimana putrinya dicampakkan sebegitu jahatnya, tentu saja hal itu melukai harga dirinya dengan membiarkan Darren menginjakkan kaki di rumahnya.“Lucas, tenangkan dirimu.” ujar Winona mencegat Lucas yang ingin menghampiri Darren dan Nana. “Biarkan mereka bicara berdua dulu, sekarang kita kembali ke dalam. Ada yang akan aku bicarakan dengan

  • Akibat Kencan Buta   83) memberikan kesempatan?

    Liana menoleh ke arah pintu kamarnya yang diketuk dari luar. Bertanya-tanya sendiri, siapa yang mengetuk di luar sana kali ini. Mungkinkah putrinya lagi?Pintu itu kembali di ketuk, kini disertai suara pelayan yang berkata membawakan makanan untuknya. Liana melirik pada benda yang di sebut sebagai mesin waktu, jam makan siang sudah lewat cukup lama. Dia memang masih enggan keluar kamar. Melewatkan makan malam, sarapan pagi, dan sekarang Liana pun melewatkan makan siangnya.Meski tetap membukakan pintu untuk pelayan yang datang membawa makanan, tidak ada satu pun makanan yang di sentuhnya. Sampai membuat sang pelayan kebingungan dibuatnya.“Nyonya, anda tidak sarapan?” tanya pelayan perempuan yang umurnya lumayan muda. Dia melihat menu sarapan yang di antarnya pagi tadi masih tetap utuh di atas nampan.“Aku tidak lapar, Alma.” jawab Liana seraya memandang pelayan yang bernama Alma dengan senyum tipis.“Tapi, Nyonya ... anda harus makan.” ujar Alma dengan kepala tertunduk di depan sang

  • Akibat Kencan Buta   82) keinginan Darren

    “Mau apa dia ke sini?”Terkejut. Tentu saja, tetapi Nana sebisa mungkin membuat raut wajahnya terlihat tenang dan terkendali. Pandangannya sempat menunduk beberapa saat , namun buru-buru dia mendongak kembali ketika Winona menyentuh tangannya.“Dia bilang ingin bicara denganmu.” jawab Winona kemudian, wanita itu menggeser duduknya agar lebih merapat pada sang putri. “Kau baik-baik saja, Sayang? Kalau tidak mau menemuinya, ibu akan menyuruhnya pergi.”Kepala Nana menggeleng pelan seraya menggigit bibir bagian dalamnya. “Apa ayah tahu Darren kemari?” tanyanya setengah berbisik.“Belum,” Winona menggeleng dengan kedua alis yang tertaut, “Sengaja ibu tidak bilang, ayahmu pasti akan marah kalau tahu dia kemari.”“Lalu, kenapa ibu ... tidak marah?” tanyanya lagi, sudut mata Nana sesekali melirik ke arah pintu ruang baca, khawatir tiba-tiba Darren keluar seolah menyadari keberadaannya.“Ibu marah, Nana. Tentu saja, marah. Bahkan ibu sempat mengusirnya, tetapi dia memohon agar diijinkan berte

  • Akibat Kencan Buta   81) seperti strawberry

    Saga memutuskan kembali ke kantornya, namun saat sampai di sana dia menemukan kerumunan di depan lobi kantor. Puluhan orang wartawan serta Cameraman-nya tampak berkumpul menantikan kedatangan dirinya untuk diliput.“Papa, kenapa banyak wartawan di bawah sini?” Saga memilih menghubungi sang papa dan mengamati para wartawan itu dari dalam mobil.“Tidak apa-apa temui saja, mereka memang menunggumu untuk buka suara soal postingan klarifikasi serta bantahan yang dibuat William. Katakan saja yang sebenarnya.” balas Hanum dengan santai, membuat Saga menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.“Baiklah.” setelah itu Saga memutuskan sambungan telepon dan bergegas keluar dari mobil yang langsung diambil alih oleh petugas.Saga berjalan gagah di tengah-tengah barikade yang dibuat oleh sekuriti serta para petugas keamanan di kantornya. Mereka menggiring Saga hingga memasuki lobi dan membiarkan tuannya diwawancarai di sana, seraya terus menjaganya.“Tenang semuanya, bertanyalah satu-satu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status