Home / Rumah Tangga / Akibat Kencan Buta / 8). Alat kontrasepsi sialan

Share

8). Alat kontrasepsi sialan

Author: Bunga Kcl
last update Last Updated: 2022-11-22 17:00:22

Melepas anak gadis untuk menikah tidaklah mudah, terlebih gadis itu putri satu-satunya yang dimiliki. Brata tidak merasa lega melihat putrinya menikah, meski pernikahan ini adalah kehendaknya sendiri. Pondasi pernikahan putrinya terlalu rapuh, untuk itu dia mewanti-wanti dan mengingatkan pria yang menjadi suami dari putrinya.

“Sahara putriku satu-satunya” ucap pria tua itu memulai. “Aku menjaganya sepenuh hati, sejak dia hanyalah seorang bayi merah.” lanjutnya.

Brata bahkan masih bisa merasakan kuap putrinya sewaktu masih bayi, tahu-tahu kini sudah menikah. Waktu terasa begitu cepat baginya.

“Sekarang aku membagi tugas itu padamu.” Brata mencengkeram pelan bahu tegap Sagara. “Jagalah dia, lindungi putriku. Aku mempercayakan tanggung jawab besar ini untukmu. Jangan kecewakan aku.”

Sahara berkaca-kaca mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut sang Papi, dadanya menghangat. Dia sangat menyayangi pria tua itu, sungguh. Di sampingnya Sagara hanya mengangguk patuh, dia mendengarkan setiap perkataan mertuanya dengan tenang.

“Saga, satu permintaan Mami...” kini giliran Liana yang membuka mulut. “Jangan pernah menyakiti putriku, jika kau memang belum mencintainya, jangan kau campakkan dia. Setidaknya cobalah membuka hati untuk Sahara walau itu tidak mudah.” wanita paruh baya itu menatap penuh harap pada pemuda yang menjadi menantunya.

“Kalau kau sudah bosan dengannya, kau bisa mengembalikannya pada kami. Tapi dengan cara yang baik-baik.” ada trauma kecil di kedua mata Liana, dia jelas ikut terluka atas apa yang menimpa keponakannya dulu.

Sahara mengusap punggung sang Mami, menenangkan. Gadis itu mengerti kekhawatiran Liana. Dia tidak tahu bagaimana cara menghibur Maminya. Namun Sahara akan berusaha mempertahankan pernikahan ini, meski mungkin tidak akan mudah.

“Aku...” Sagara berdehem pelan, guna menjernihkan suaranya. “Aku akan menjaganya sebisaku.” dia mengangguk kecil dan melirik istrinya.

“Kalau begitu, kami pamit pulang dulu.” ucap Papi Brata kemudian, dia merangkul pundak istrinya menguatkan.

“Kau baik-baik di sini, sayang. Pintu rumah akan selalu terbuka untukmu” Liana menambahkan, dia menatap putrinya dengan sayang.

Pernikahan ini tidak semeriah pada umumnya. Mereka hanya melakukan akad nikah, dan melaksanakan di kediaman Hanum dan Viona. Tidak banyak tamu yang hadir, para orang tua itu sangat menjaga privasi Sahara. Dengan statusnya yang masih pelajar.

Mereka pergi setelah mengecup kening Sahara bergantian, meninggalkan pasangan pengantin baru itu dalam suasana canggung.

“Sepertinya aku haus. Aku mau mencari minuman...”

Sahara memilih untuk beranjak dari sisi suaminya, dia tidak sanggup bila diam lama-lama dalam kecanggungan. Namun Sagara tidak membiarkan istrinya itu melangkah. Dia mencekal pergelangan tangan Sahara.

“Aku harap kau tidak besar kepala.” katanya. Membuat gadis itu mengkerutkan keningnya.

“Meski orang tuamu memintaku begini dan begitu, kau harus tahu batasanmu!” Sagara melanjutkan dengan datar.

Sahara menghela napas pelan. “Tidak masalah. Lakukan sesukamu saja!” balasnya tersenyum santai.

Dia menatap lurus kedua manik hitam milik Sagara, gadis itu pernah mendengar jika ingin melawan hewan buas maka Sahara harus menatap langsung kedua bola mata binatang tersebut, untuk menunjukkan mereka sama kuatnya. Menurutnya Sagara tidak jauh berbeda dengan hewan buas, pria itu angkuh dan dingin. Dia hanya perlu taktik yang tepat untuk menaklukkan hewan buas itu.

Sagara cukup terkesima dengan reaksi santai gadis di depannya, saking terkesimanya dia merasa curiga. Pria itu mencurigai setiap gerak-gerik Sahara, dia yakin bahwa bocah itu masih punya rencana-rencana gila dan konyol.

“Sahara...” suara lembut itu mengalihkan perhatian keduanya.

“Nak, ternyata kau disini. Mami dan Papi tadi mencarimu untuk pamit.” ucap Viona, wanita itu menatap sepasang suami istri baru tersebut secara bergantian.

“Aku sudah bertemu mereka tadi.” jawab gadis itu mengangguk ringan.

“Syukurlah...” gumam Viona lega. “Kalian tidak beristirahat?”

“Umm...” Sahara melirik suaminya dengan canggung, tidak tahu harus menjawab apa walau sebenarnya dia juga merasa lelah.

“Istirahatlah, tidak usah terlalu sungkan. Biarkan para tamu yang tersisa, kami akan mengurusnya.” ucap Papa Hanum menimpali.

“Saga, bawa istrimu beristirahat.” titah pria tua itu lagi.

Putranya itu tidak mengindahkan, dia melangkah duluan menuju kamar. Wajah Hanum memerah melihat tingkah Sagara, dia merasa malu pada menantunya. Viona justru sudah meneriakinya.

“Maafkan Saga, sayang. Mungkin dia sudah terlalu lelah.” ucap wanita paruh baya itu seraya menggenggam punggung tangan ramping Sahara. Berharap gadis itu bisa memakluminya.

“Tidak apa-apa, Ma...” Sahara tersenyum ceria, dia memang tidak masalah dengan tingkah pria itu.

“Ya, sudah. Ikuti Saga ke kamarnya, kau juga butuh istirahat.” Papa Hanum kembali memerintah.

Menantunya itu mengangguk kecil, mengucap salam pamit terlebih dahulu. Lalu melangkah cepat menuju kamar suaminya.

****

“Jadi ini kamar, Om?”

Sahara menatap tertarik pada ruangan yang luas ini. Mata bulatnya bergelirya melihat-lihat seisi kamar yang bernuansa gelap ini. Dia mendecak lidah, apa pria itu sama sekali tidak pernah merasa ceria? Bahkan dinding temboknya pun berwarna abu-abu yang suram. Sesuram wajah pemilik kamar ini.

Sagara memilih diam. Tidak menggubris pertanyaan tidak berbobot dari bocah ingusan itu.

“Jangan kau coba berani menyentuh barang-barang pribadiku!”

Sahara berdecih mendengar larangan itu, dia berhenti melihat-lihat. Memilih untuk mendaratkan bokongnya diatas ranjang.

“Sana, mandi. Kenapa menatapku seperti itu?” Sahara menatap heran pria yang masih mendelik padanya.

“Oh, atau Om mau kita mandi bersama?” lanjutnya tersenyum genit dan menggoda. Dia merasa gila karena berani mengatakan hal vulgar.

“Berhenti memanggilku dengan sebutan itu!” tukas Sagara menatap semakin tajam. Dia muak mendengarnya.

Gadis itu tergelak renyah, “Lalu kau mau dipanggil, apa? Suamiku... atau Sayangku?”

Sagara menghela napas berat. Gadis itu memang sengaja memanggilnya 'Om' hanya untuk membuat dirinya kesal. Baiklah dia berhenti peduli, batinnya pasrah.

“Kau mau kemana, Om?” Sahara kembali bersuara saat melihat suaminya itu menenteng handuk dipundak.

“Ke neraka.” jawab pria itu tanpa menoleh.

Sahara terkikik geli, dia senang melihat wajah kesal suaminya. Merasa bosan menunggu, dia kembali melihat-lihat isi kamar. Pandangannya tertuju pada figura di atas nakas, foto itu bergambar suaminya yang sedang tersenyum lebar mengenakan toga. Sahara ikut tersenyum melihat senyum pria itu, ini kali pertamanya dia melihat Sagara tersenyum begitu lebar meski hanya dalam sebuah gambar.

Tangan gadis itu terulur membuka laci nakas, dia hanya iseng melakukannya. Tapi sesuatu membuat dahinya mengernyit, Sahara menatap lekat isi laci tersebut. Sebuah benda kecil menarik perhatiannya, bendal itu berada di atas tumpukan map.

“Apa ini?” dia meraihnya, mulai menelisik.

Kedua bola matanya langsung terbelalak, mulutnya ikut menganga. Sahara mengetahuinya, benda itu. Benda sialan.

“Aaaaakkkk!” dia berteriak dengan tangan sedikit bergetar.

Sagara yang baru beberapa menit melakukan ritual mandi dibuat terkejut oleh teriakan itu. Dia tidak mengambil pusing dengan teriakan Sahara, pria itu menebak pasti bocah itu hanya ingin mengganggu dan membuatnya kesal.

“Om, buka!” Sahara menggedor pintu kamar mandi dengan kencang. Membuat Sagara panik buru-buru melilitkan handuknya. Dia pasrah membuka pintu.

“Apa ini?!” sembur gadis itu berteriak. Ditangannya ada bungkusan kecil, entah apa. Sagara terlalu malas untuk meliriknya.

“Apa?” jadi hanya itu yang keluar dari mulut pria itu.

Sahara melemparkan bungkusan kecil itu pada wajah pria di depannya dan mendarat tepat di kening Sagara yang masih basah oleh tetesan air.

“Sok-sok-an dingin, padahal mesum!” gadis itu menyeru dengan tatapan bengis.

Sagara meraih bungkusan kecil yang masih menempel di keningnya. Matanya membulat sempurna. Alat kontrasepsi sialan ini, darimana gadis itu mendapatkannya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Akibat Kencan Buta   86) tawa yang lepas

    “Baiklah, karena kalian sudah datang kemari, kita langsung saja.” Liana berkata seraya memandang wajah orang-orang yang duduk bersamanya bergantian, lalu berhenti tepat di wajah Saga. Dia menatap lekat wajah menantunya itu. “Saga, bagaimana masalahmu dengan wanita itu?”Saat itu, Saga sedang menatap istrinya yang terus menunduk, lantas terkesiap ketika Liana bertanya dengan tatapan tajam. Bukan hanya Liana, Saga merasakan semua mata sedang menatap padanya. Hal itu sedikit membuatnya gugup.Setelah menghela napas panjang, Saga balas menatap wanita yang menjadi mertuanya dengan tegas namun tetap berusaha sesopan mungkin.“Masalah kami sudah selesai, Mam. Aku sudah menepis gosip-gosip bohong yang dibuat oleh wanita itu. Dan, Maria sudah kubuat menyesal sekaligus menjadi bulanan masyarakat.” terang Saga dengan senyum puas. Dia kembali melirik Sahara yang tersenyum manis padanya, lalu dibalas dengan kedipan sebelah mata dan seketika membuat gadis itu tersipu merona.“Oh, kenapa dengannya?”

  • Akibat Kencan Buta   85) Sidang kecil-kecilan

    “Selamat sore nona Maria.” sapa Dokter seraya tersenyum dan menghampiri pasiennya.Maria tak membalas sapaan sang Dokter, kedua matanya masih tertuju pada dua orang polisi yang berdiri tegak tak jauh dari pintu setelah di tutupnya. Maria bertanya-tanya sendiri, untuk apa polisi itu berada di ruangannya? Mungkinkah karena skandal yang di sebarkan William? Atau Saga masih dendam padanya lalu melaporkan dirinya mengenai kasus penculikan istrinya? Tapi, itukan sudah lama!“Nona?” panggil Dokter itu lagi seraya menyentuh lengan Maria.“Eh, iya Dok?” sahut wanita itu akhirnya. Dia menatap sang Dokter dengan raut wajah yang pias bercampur cemas.“Kita cek kondisi nona terlebih dahulu, ya.” kata Dokter yang Maria ketahui bernama Sheina. Dr. Sheina memeriksa detak jantung Maria sejenak, lalu dilanjutkan dengan alat vital lainnya. “Dokter, apa yang terjadi padaku?” Maria bertanya setengah berbisik, berusaha mengabaikan dua polisi yang berdiri di sana. Dia sendiri sangat penasaran dengan kondi

  • Akibat Kencan Buta   84) sudah terbagi dua

    “Darren datang untuk meminta maaf pada Nana, Lucas. Biarkan saja mereka menyelesaikan masalahnya berdua dulu.” ucap Winona menatap sang suami yang pandangannya masih tertuju pada Darren dan Nana di tepi kolam.“Masalah apa? Bukankah semuanya sudah selesai ketika lelaki itu mencampakkan anakku?” balas Lucas dengan nada yang dingin. Masih segar dalam ingatannya tentang malam itu, Nana dipulangkan oleh Darren tanpa perasaan, tanpa memberikan kesempatan, tidak peduli Nana bersimpuh di kaki Darren agar di beri kesempatan untuk menjelaskan. Darren seolah tertutup mata dan hatinya hanya karena merasa ditipu soal keperawanan. Sebagai seorang ayah melihat bagaimana putrinya dicampakkan sebegitu jahatnya, tentu saja hal itu melukai harga dirinya dengan membiarkan Darren menginjakkan kaki di rumahnya.“Lucas, tenangkan dirimu.” ujar Winona mencegat Lucas yang ingin menghampiri Darren dan Nana. “Biarkan mereka bicara berdua dulu, sekarang kita kembali ke dalam. Ada yang akan aku bicarakan dengan

  • Akibat Kencan Buta   83) memberikan kesempatan?

    Liana menoleh ke arah pintu kamarnya yang diketuk dari luar. Bertanya-tanya sendiri, siapa yang mengetuk di luar sana kali ini. Mungkinkah putrinya lagi?Pintu itu kembali di ketuk, kini disertai suara pelayan yang berkata membawakan makanan untuknya. Liana melirik pada benda yang di sebut sebagai mesin waktu, jam makan siang sudah lewat cukup lama. Dia memang masih enggan keluar kamar. Melewatkan makan malam, sarapan pagi, dan sekarang Liana pun melewatkan makan siangnya.Meski tetap membukakan pintu untuk pelayan yang datang membawa makanan, tidak ada satu pun makanan yang di sentuhnya. Sampai membuat sang pelayan kebingungan dibuatnya.“Nyonya, anda tidak sarapan?” tanya pelayan perempuan yang umurnya lumayan muda. Dia melihat menu sarapan yang di antarnya pagi tadi masih tetap utuh di atas nampan.“Aku tidak lapar, Alma.” jawab Liana seraya memandang pelayan yang bernama Alma dengan senyum tipis.“Tapi, Nyonya ... anda harus makan.” ujar Alma dengan kepala tertunduk di depan sang

  • Akibat Kencan Buta   82) keinginan Darren

    “Mau apa dia ke sini?”Terkejut. Tentu saja, tetapi Nana sebisa mungkin membuat raut wajahnya terlihat tenang dan terkendali. Pandangannya sempat menunduk beberapa saat , namun buru-buru dia mendongak kembali ketika Winona menyentuh tangannya.“Dia bilang ingin bicara denganmu.” jawab Winona kemudian, wanita itu menggeser duduknya agar lebih merapat pada sang putri. “Kau baik-baik saja, Sayang? Kalau tidak mau menemuinya, ibu akan menyuruhnya pergi.”Kepala Nana menggeleng pelan seraya menggigit bibir bagian dalamnya. “Apa ayah tahu Darren kemari?” tanyanya setengah berbisik.“Belum,” Winona menggeleng dengan kedua alis yang tertaut, “Sengaja ibu tidak bilang, ayahmu pasti akan marah kalau tahu dia kemari.”“Lalu, kenapa ibu ... tidak marah?” tanyanya lagi, sudut mata Nana sesekali melirik ke arah pintu ruang baca, khawatir tiba-tiba Darren keluar seolah menyadari keberadaannya.“Ibu marah, Nana. Tentu saja, marah. Bahkan ibu sempat mengusirnya, tetapi dia memohon agar diijinkan berte

  • Akibat Kencan Buta   81) seperti strawberry

    Saga memutuskan kembali ke kantornya, namun saat sampai di sana dia menemukan kerumunan di depan lobi kantor. Puluhan orang wartawan serta Cameraman-nya tampak berkumpul menantikan kedatangan dirinya untuk diliput.“Papa, kenapa banyak wartawan di bawah sini?” Saga memilih menghubungi sang papa dan mengamati para wartawan itu dari dalam mobil.“Tidak apa-apa temui saja, mereka memang menunggumu untuk buka suara soal postingan klarifikasi serta bantahan yang dibuat William. Katakan saja yang sebenarnya.” balas Hanum dengan santai, membuat Saga menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.“Baiklah.” setelah itu Saga memutuskan sambungan telepon dan bergegas keluar dari mobil yang langsung diambil alih oleh petugas.Saga berjalan gagah di tengah-tengah barikade yang dibuat oleh sekuriti serta para petugas keamanan di kantornya. Mereka menggiring Saga hingga memasuki lobi dan membiarkan tuannya diwawancarai di sana, seraya terus menjaganya.“Tenang semuanya, bertanyalah satu-satu

  • Akibat Kencan Buta   80) Maria yang nakal

    “Tuan, saya sudah menemukan keberadaan Maria. Dia ada di pusat perbelanjaan, mungkin sedang berbelanja.” lapor William pada Saga melalu telepon, lelaki berwajah oval itu terus memantau Maria dari balik kaca mobil.“Terus pantau dan ikuti, kalau wanita itu menuju ke apartemennya pastikan kau yang lebih dulu tiba di sana. Aku akan menunggumu di dalamnya.” balas Saga, menatap lurus pada jalanan dan berusaha mengemudi dengan perhatian penuh. Dia tidak sabar ingin bertemu dengan Maria dan membuat wanita itu menyesal sudah berani bermain-main dengan dirinya.Kini, Saga tengah berdiri tegak dengan raut wajah yang dingin, melayangkan tatapan setajam belati pada wajah Maria yang berubah pias. Wanita itu sesekali melirik William yang mulai bangkit dari sofa dan berjalan di belakangnya. Seolah memastikan William tidak berbuat sesuatu yang mengancam nyawanya seperti dulu.“Takut, eh?” tanya pria itu dengan seringai mengejek, Saga sendiri merasa puas dengan reaksi dari wanita yang tengah hamil mud

  • Akibat Kencan Buta   79) Kedatangan Selly dan Yuri

    “Sayang, kau belum menunjukkan rekaman itu pada orang tuamu?” Saga melakukan panggilan telepon dengan istrinya setelah kepergian ayah mertuanya, dia berada di ruang kerjanya sendiri saat ini dan berdiri menghadap dinding kaca yang menampilkan pemandangan kota yang dihiasi gedung pencakar langit.“Emm, belum ... kenapa?” balas Sahara tersenyum salah tingkah di seberang telepon. Jari telunjuknya menggaruk ujung alis dengan canggung.Terdengar helaan napas berat dari mulut Saga, dia mengusap wajahnya menggunakan telapak tangan. “Tadi, papi kemari.” desisnya.“Oh, ya? Mau apa?” tanyanya terkejut dan sedikit cemas. “Apa papi menghajarmu?”“Tidak, papi menghargai permintaanmu agar tidak menyentuhku.” jawabnya disertai gelengan, kemudian tersenyum mengingat permintaan itu adalah bukti cinta istrinya pada dirinya. “Terima kasih sudah mencintaiku begitu besar, saking besarnya sampai mampu menutupi kemarahan seorang Brata yang konon dikenal memiliki watak keras dan tegas.” godanya terkekeh.Sa

  • Akibat Kencan Buta   78) Kemarahan seorang ayah

    Hanum menyambut dengan ramah dan mempersilahkan Brata duduk di sofa yang ada di ruang kerjanya. Dia tidak hanya berdua, Saga pun ada di antara mereka. Putranya itu mengulurkan tangan hendak bersalaman dengan mertuanya, tetapi Brata mengabaikannya dengan dingin. Membuat Saga menghela napas pelan, dan memakluminya sama sekali tidak merasa tersinggung.Brata datang ke kantor Hanum bukan untuk beramah tamah, dia ingin membuat perhitungan pada menantu dan besannya. Yang sedari awal sudah membohongi dirinya.“Aku merasa terhormat kau mau bertandang kemari.” ujar Hanum tersenyum pada Brata yang sudah mendudukan dirinya tepat berseberangan dengannya. “Aku benar-benar meminta maaf atas apa yang sudah dilakukan putraku.”Dia menoleh, memandang Saga yang berusaha mempertahankan senyumnya ketika Brata juga ikut menatapnya. Lalu, Hanum menepuk pundak putranya dengan tegas dan kembali menatap pada besannya yang menyandarkan tubuhnya pada bahu sofa dengan sorot mata yang tajam.“Kalau kedatanganmu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status