Share

Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil
Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil
Author: Astika Buana

Naik Bis

Author: Astika Buana
last update Last Updated: 2025-01-08 21:06:43

"Sutiati! Kamu pulang naik bis?!" teriak emak mengagetkanku. 

Lagi selonjoran meluruskan pegelnya kakiku yang delapan jam perjalanan naik bis ekonomi.

Tahukan, bis ekonomi tempat duduknya sembilan puluh derajat, mana sempit lagi. Kakiku yang panjang, memaksaku duduk seperti segitiga siku-siku. 

Bukannya tidak mampu naik bis eksekutif atau travel eksekutif tetapi karena kampungku tidak dilewati kendaraan yang berlebel eksekutif.

Parah pelosoknya.

Belum aku jawab emak langsung nerocos ngomel kepadaku.

"Suti, Suti ... kamu ini bikin malu, Emak. Dari Bu Lurah sampai tukang sayur nanyain, kamu itu apa sudah bangkrut? Kok pulang naik bis! Apratmu, mana? Terus suamimu mana? Kok tidak ikut. Jangan-jangan, kamu dipulangkan sama Joni, ya?!" teriak Emak membuat aku semakin pusing. 

Pertanyaan Emak berderet, bingung mana yang harus dijawab. Anaknya datang, mbok ya ditanya kabarnya bagaimana? Capek atau minta dipijitin. Ini malah nanyak mobil. 

Huuft ....

Di kampung memang paling cepet kabar angin seperti ini. Pantesan, dari aku turun bis dan jalan sampe rumah kok pada nyapa aku sambil melihat dengan tatapan aneh. Ternyata, banyak pertanyaan yang muter di otak mereka.

"Maksud emak mobilku Alph*rd yang dibawa  kemarin itu?"

"Yo wes, pokoke itulah. Yang prat-prat itu lo. Yang harganya kata  Pak Lurah satu em," kata Emak mengambil duduk di depanku.

Memang, terakhir pulang kampung aku bersama Mas Joni, suamiku, membawa mobil mewah itu. Awalnya Emak mencemoohku. 

"Suti, Suti ... lama diperantauan, pulang kok bawa mobil tidak terkenal. Bawa itu, mbokya Av*nza atau Xen*a, gitu. Emak kan, bisa pinjem untuk diantar ke pasar naek mobil!" ucapnya saat itu.

Mas Joni pun mendengar celetukan Emak, geleng-geleng kepala. Jengkel campur geli.

Musibahpun datang, ketika Pak Lurah bilang, kalau mobilku itu mobil mewah yang harganya satu em lebih. Satu kelurahan berbondong-bondong ke rumah sekedar mendulit ataupun berfoto ria. Emakku langsung pasang tampang dandan ala orang tajir, kalau mau foto sama mobil harus ajak dia berfoto bersama.

Emak ... emak ...

Sekarang,  Emak ngomel gara-gara aku pulang pakai bis umum. Sebenarnya Mas Joni melarangku pulang kampung naik bis. Dia menyuruhku menunggunya minggu depan, karena pekerjaannya tidak bisa di tinggal. 

"Dek Tia, kamu yakin naik bis? Jauh, lo," tanya Mas Joni suamiku ketika melihatku berkemas. Nama lengkapku Sutiati, dikampung aku dipanggil Suti, kalau di kota panggilanku Tia.

"Iya Mas, aku naik bis saja. Bisnya kan langsung sampai deket rumah. Tinggal jalan sedikit saja," jawabku sambil tersenyum.

"Tidak nunggu, Mas saja? Biar naik mobil saja," bisiknya sambil memelukku.

"Mas, aku mimpi didatangi almarhum simbah. Kalau aku tidak langsung ziarah, aku tidak tenang, Mas. Ya, tidak apa naik bis, anggep saja nostalgia. Kangen naik bis," ucapku sambil mencium pipinya. 

"Kalau gitu, Lebaran nanti kita naik bis saja ya, Dek. Anggep saja adventure. Aku juga pingin naik bis. Bawa mobil nanti musibah kayak kemarin. Aku juga biar tidak capek," katanya sambil mengedipkan matanya, tanda minta sangu sebelum aku tinggal pulang kampung.

Aku tersenyum-senyum ingat suamiku, itu.

"Heh! Ditanyak kok malah nglamun! Senyum-senyum, lagi! Kesambet kamu, Ti?!" teriak Emak menyadarkanku.

"Emak, aku baik-baik saja. Mas Joni lagi ada kerjaan. Jadi tidak bisa antar aku pulang. Untuk mobil, ada di rumah. Aman," jelasku berlahan sambil menahan emosi. 

Sudah capek, pegel, laper, malah disuguhi omelan yang tidak penting.

"Wes, pokokke sebentar lagi Puasa, terus Lebaran. Kamu harus bawa mobilmu itu! Biar Emak tidak malu!"

Wuaduh, padahal sudah rencana mau naik bis sama Mas Joni.

Mati, aku!

********

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Tuduhan yang Bisa Terkabul

    Walaupun di Bali itu everyday is holiday, tapi bagi kami tetap hari minggu lah hari kemerdekaan. Gimana, wong kami di sini untuk bekerja dan malah sampai lembur-lembur.Seperti minggu-minggu kemarin, selain mengurus pekerjaan juga disibukkan menyiapkan kebutuhan si Eliana nya Jonathan. Sekarang semua sudah aman. Tempat tinggal sudah lumayan nyaman, dengan pembantu dan Jonathan menyewakan mobil bulanan.“Pokoknya Mas Joni, ya. Kita hanya bantu Jonathan sebatas itu saja. Aku tidak mau lagi urusan dengan pasangan selingkuh!” ucapku sambil menyelusup di ketiaknya, tempat ternyaman bagiku. Usai subuhan tadi, kami pun bergelung kembali sampai sinar matahari menyelusup dari sela-sela tirai. “Iya, Dek Tia. Aku mengerti. Tapi kita juga menyelesaikan kewajiban yang sudah dibayarkan Jonathan.”“Tapi, Mas. Pekerjaan ini bertentangan dengan hati nurani. Terkesan kita mendukung orang kumpul kebo. Ogah aku.”“Ya, anggap saja kita handle tamu bule. Kita kan juga tidak tahu yang dibawa itu istrinya

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Bab. Pamali

    Benar kata orang, kalau kebohongan akan memicu kebohongan lain. Aku harus bersandiwara bak artis saja. Walaupun itu membuatku cepat lapar. Emak begitu antusias mengatur ini dan itu. Ada saja yang disarankan tapi tidak masuk di otakku. Secara logika kok aneh.“Pokoknya yo, Nduk. Orang hamil itu ada pamali yang tidak boleh dilanggar. Ini wejangannya simbah dulu. Jangan duduk di depan pintu, jangan keluar malam, terus kalau ada baju yang sobek tidak usah dijahit.”“Loh, kenapa, Mak?” Dahiku berkerut. Aku yang mempunyai kesukaan baju tertentu, walaupun lusuh tapi membuatku nyaman. Bahkan sobek sana-sini pun aku belani jahit sendiri.“Kenapa? Kamu lebih sayang celana batikmu yang tembelan itu ketimbang anakmu, hah? Buang sana, beli lagi di pasar banyak!”“Bukan gitu, Mak. Maksudku apa hubungannya.”Wajah Emak di layar ponsel terlihat tegang, dia menoleh kanan-kiri sebelum mendekat dan berbisik. “Ini dipercaya menyebabkan bayinya cacat,” ucapannya berhenti untuk mengetuk meja tiga kali, “a

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Semangatnya Emak

    “Emak tadi nelpon? Aku….”“Alhamdulillah, Nduk! Akhirnya apa yang Emak inginkan terkabul! Sudah tidak sabar Emak menggendong cucu.” Perkataanku terpotong oleh Emak. Aku menghela napas menuai sabar.Kebiasaan.“Mak. Emak jangan salah----”“Kamu ini bagaimana, sih. Tidak ada yang salah kalau orang tua itu bangga. Kamu tahu tidak, selama ini kalau arisan Emak itu mlipir kalau orang-orang cerita bagaimana lucunya cucu mereka. Diem saja, la wong apa yang diceritakan. Tapi sekarang kan lain. Emak sudah ___”“Salah paham, Mak. Perlengkapan bayi yang kita belanja itu bukan---”“Iya, Emak mengerti. Bukan pemborosan, kok. Biasa kalau anak pertama itu ingin beli ini dan itu. Wajar. Tidak apa-apa lanjutkan saja. Yo wes, Emak mau metik bayam untuk urap-urap, bikin selamatan cucu,” sahutnya kemudian layer ponsel menggelap sebelum aku menjawab.“Gimana Emak, Dek?” tanya Mas Joni yang sedari tadi memperhatian perkacapan lewat telpon ini. Aku menggeleng dan menaikkan kedua bahu.“Emak mikirnya aku ham

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Merasa

    Sesekali aku mengelus perutku yang berisi karena kekenyangan. Dari hari ke hari tidak ada perubahan. Perut membuncit selalu karena makanan.Awal menikah dulu, aku sampai menyetok alat test kehamilan dengan berbagai merk. Katanya, kalau menikah biasanya langsung hamil. Hampir setiap bulan aku menjalankan test dan hasilnya zonk.Kapan aku bisa mendapat kepercayaan mendapat momongan? Kenapa orang lain dimudahkan? Malah yang tidak mengharapkan diberi kepercayaan berkali-kali. Pertanyaan senada berkutat dan berujung kata tidak adil.“Sabar, Dek Tia. Tuhan bukan tidak percaya sama kita, tapi kita dikasih kesempatan untuk pacaran,” ucap Mas Joni setiap aku merasa putus asa. Terlambat haid bukan karena hamil, tapi karena siklus yang tidak normal.“Apa aku ada masalah, ya?” tanyaku merasa kawatir. Mungkin saja aku tidak mampu menghasilkan sel telur yang sehat, sehingga proses pembuahan pun tidak berhasil.“Jangan terlalu dipikirkan. Banyak faktor yang menjadikan usaha kita belum berhasil. Bisa

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Kita yang Urus

    Mengurusi anak ABG yang puber itu susah, tapi lebih rumit menyelesaikan masalah lelaki yang katanya puber ke-dua.Kata Mas Joni, Jonathan itu dari masa sekolah terkenal anak yang rajin, patuh, dan tidak neko-neko. Jauh dari kata nakal.“Tapi pacarnya banyak,” sahutku.“Boro-boro pacarana, Dek. Temenan sama cewek saja bisa dihitung jari. Dia itu kalau pas istirahat sekolah, bukannya ke kantin atau nongkrong tapi ke perpustakaan. Entah apa yang dipelajari sampai bisa dikibuli cewek.”“Nah itu, Mas. Teori bisa dikalahkan pengalaman.”“Bener juga. Ayoook kita berangkat!”Kami pun pergi untuk survey villa yang akan dihuni buaya wanita itu. Aku sebut pelakor atau wanita simpanan kok rasanya tidak tepat. Dia kan bukan kekasih yang disembunyikan karena pacarana, tetapi wanita sewaan yang kebetulan kecelakaan.Aduh! Bingung mikirnya.Beberapa tempat sudah kami kunjungi. Belum ada yang pas sesuai keinginan wanita itu dan cukup dengan budget yang disebutkan Jonatahan. Memang teman Mas Joni itu b

  • Akibat Pulang Kampung Tidak Bawa Mobil   Mokondo Bertingkah

    “Kok marah?”“Iya, lah. Mas Joni mendukung hal yang salah gitu,” sahutku sambil melengos.“Bukan mendukung, Dek. Tapi memberitahu kenyataannya seperti itu, kalau laki-laki itu---.”“Kalau begitu tidak ada bedanya dengan kambing. Pengen kawin, langsung tancap. Apa tidak jijik pakai wanita nakal yang bekasnya banyak orang?” seruku dengan memberi tatapan menuntut.Mas Joni memundurkan wajah. “Ya mana ku tahu. Mas kan tidak pernah begitu.”Aku mengacungkan jari di depannya. “Awas kalau begitu!”“Janji, Dek. Tenang aja. Aku ini lelaki berakal sehat.” Mas Joni menepuk dada dengan tersenyum lebar. “Kamu jangan kawatir. Lagian buat apa, kalau di rumah ada yang legit,” ucapnya sambil melingkarkan tangan di bahuku.Hati ini tersenyum lega, walaupun tetap menampakkan tatapan curiga. Jangan sampai aku lengah, apalagi suamiku ini penampilannya di atas rata-rata. Tubuh proporsional, kulit putih bersih, wajahpun enak dipandang. Tidak hanya itu, isi kepalanya juga lumayan dan yang penting, pintar car

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status