Share

Ingin Bertemu

Lorong itu begitu sepi, tidak ada seorang pun yang tampak untuk diminta bantuan oleh Shena. Walau dia percaya Rafael tak akan berbuat hal buruk padanya, tapi tetap saja dia merasakan takut berduaan saja dengan pria ini.

"Dengarkan aku," Rafael mencengkram kedua bahu Shena kuat. Tatkala dia melihat wajah meringis sang wanita, barulah ia melonggarkan pegangannya. "Yang aku katakan padamu saat itu benar adanya, Shena. Aku sama sekali tidak mencampurkan obat apapun ke dalam minumanmu. Memang benar bahwa aku lah yang memberikan minuman itu padamu, tapi sungguh, aku tidak tahu sama sekali kalau ada obat di dalamnya."

Shena terdiam, namun tatapannya awas memandang Rafael yang kini tampak kalut dan frustasi.

"Kau tahu aku selalu memercayaimu, Raf. Dan kau hanya perlu jujur tentang kau lah orangnya yang menjebakku malam itu." ucap Shena getir.

"Aku bersyukur karena menjadi orang yang kau percaya. Tapi tolong, untuk kali ini jangan ragukan aku. Bagaimana mungkin aku melakukan hal buruk seperti itu padamu?"

"Aku mencintaimu, Shena. Sejak saat kita berada di kampus yang sama, aku sudah mencintaimu. Kenapa kau tidak percaya?" tanya Rafael tampak sedih. Cukup sulit baginya memendam perasaan suka ini pada wanita di hadapannya kini.

Ia terus membisikkan pada dirinya agar terus bersabar dan menyemangati apapun pilihan Shena kala itu. Ia sanggup menunggu sampai Shena mau membuka hati. 

Bibir wanita itu tampak bergetar ringan. Ungkapan cinta yang lagi-lagi dia dengar, membuat hatinya berdenyut sakit. Bukannya dia tidak tahu tentang perasaan Rafael padanya. Hanya saja dia tidak berani untuk menerima perasaan Rafael kala itu. Kesibukannya dalam menuntut ilmu dan menjadi penopang keluarga menyebabkan dirinya harus rela mengorbankan kesenangannya sendiri.

Dia tidak punya waktu untuk menjalin sebuah hubungan dengan pria, meski orang itu adalah Rafael sekalipun. Walau dia juga memiliki perasaan yang sama pada laki-laki ini, namun dia mengenyahkannya di saat itu juga. Dia tidak berani menerima Rafael dikala dirinya tidak yakin bisa menjadi kekasih yang pria itu inginkan.

Tetapi, dia tidak menduga, jika pria ini begitu teguh dalam mencintainya. Hingga akhirnya mereka bertemu kembali di hotel ini, bekerja di tempat yang sama, akhirnya cinta lama yang telah dirinya coba hapus kembali bersemi.

Akan tetapi sayangnya, dia bukan lagi gadis yang sama seperti beberapa tahun yang lalu. Perbedaan kasta di antara mereka akhirnya membuat dia sadar, betapa tidak cocoknya dirinya bersama dengan Rafael. Pria ini masih sama bersinarnya dan terhormat. Sedangkan dirinya, hanya gadis biasa yang terjebak siklus menyedihkan kehidupan. Dari dulu hingga sekarang, hidupnya tidak berubah sama sekali.

"Shena." panggil Rafael dengan suara lembut. Wajahnya condong ke depan sedangkan satu tangannya yang tadi berada di bahu wanita itu berpindah memegang dagunya.

Shena memalingkan muka, tatkala wajah tampan itu mendekat. Dari jarak sedekat itu, ia dapat merasakan hembusan napas Rafael pada wajahnya, dan dia merasa tak nyaman.

"Aku mencintaimu," ucapnya berbisik yang hanya bisa didengar keduanya. Ia mencium pipi kanan sang wanita menyebabkan sepasang mata berwarna almond itu terbelalak dan tubuh yang hampir dipeluknya gemetar. 

"Aku mencintaimu sejak pertama kali kita bertemu," ungkapnya lagi seraya menarik wajah cantik itu agar menghadap padanya. 

Shena menelan ludah gugup. Kedua tangannya mendorong dada Rafael agar tidak menghimpitnya dan agar dia dapat menarik napas. "Ra-Rafael ...."

"Tolong, percaya padaku dan jangan lari lagi. Aku sudah lama menunggumu." Kedua bibir yang tadinya dekat itu hampir saja menyatu andai saja keintiman mereka tidak diinterupsi oleh orang lain yang hadir.

"Nona Shena!"

Panggilan tiba-tiba itu menyentak Shena serta menyadarkannya dimana kini dia berada. Buru-buru ia mendorong Rafael menjauh darinya lalu menolehkan kepalanya ke samping untuk melihat siapa yang tadi memanggil.

Hedi yang diperintah untuk membawa Shena menemui presdirnya berdiri tak jauh dari kedua pria dan wanita yang tampak sedang berpelukan tadi. Dengan langkah mantap, ia berjalan menghampiri. Ia menyapa Rafael sebentar lalu berbicara pada Shena. "Nona Shena, tolong ikuti saya. Presdir ingin bertemu dengan Anda."

"Presdir?"

"Tuan Mahendra?"

Kedua suara itu saling bersahutan saat nama sang pemilik hotel diungkap. Rafael mengerutkan alisnya bingung dan langsung mengarahkan pandangannya pada Shena yang tampak membeku.

"Kenapa Tuan Mahendra memanggilnya?"

Menanggapi pertanyaan itu, Hedi masih mempertahankan ekspresi ramah dan sopannya. "Untuk itu, maaf saya tidak dapat memberitahu Anda. Saya hanya diperintah untuk membawa Nona Shena ke tempat presdir berada."

Mahendra ingin bertemu denganku? batin Shena terkejut sekaligus gugup. Tanpa disadari dirinya, tangannya bergerak melingkari perut. Ketakutan menguasainya saat pikiran buruk mulai muncul. 

"Apa dia tahu kalau aku hamil anaknya?" batinnya lagi gelisah. 

Tapi itu tidak mungkin. Tak ada seorang pun yang tahu apabila dirinya kini tengah mengandung. Dan pria itu, tak mungkin ingat dengan dirinya, bukan? 

Kejadian itu sudah berlalu tiga bulan lalu, dan itu merupakan pertemuan pertama mereka. Mustahil bagi Mahendra untuk langsung mengenalinya di pertemuan kedua mereka tadi. 

Walau awalnya dia sanksi Mahendra dapat mengenalnya, ia masih mempertahankan sikap pura-pura tak mengenal pria itu. Siapa yang tahu jika akhirnya dia akan dipanggil untuk menemui pria itu lagi. 

Hedi yang tidak punya kesabaran untuk menunggu, kembali memanggil Shena. 

"Presdir sudah menunggu Anda, tolong ikut saya." 

Shena yang tidak mau menemui bosnya, mencari alasan untuk menolak. "B-bisakah saya menolak menemuinya hari ini? Saya sedang tidak enak badan, dan apabila tidak keberatan Presdir dapat memanggil saya lagi besoknya." 

Jalan satu-satunya yang dapat dirinya pikirkan adalah menunda. Lagi pula besok merupakan waktu di mana dia sedang libur. Setidaknya satu hari sudah cukup waktu baginya untuk memulihkan pikirannya yang kini berkecamuk. 

Mendengar hal itu, Hedi ragu-ragu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status