Share

Keluarga Muneer

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam saat mobil sedan berwarna hitam itu melewati gerbang dan parkir di depan pintu masuk.

Seorang pria dewasa berwajah tampan mengenakan setelan jas rapi keluar dari kursi penumpang. Sosoknya yang tinggi tampak kontras dengan laki-laki tua yang keluar untuk menyambutnya.

"Tuan Muda, selamat datang di rumah." sapa pria tua itu sopan dengan kepala menunduk.

"Apa kakek ada di dalam?"

"Tuan Besar beristirahat di kamarnya, Tuan Muda," beritahu pria tua itu seraya membuntuti langkah sang tuan muda.

Sesampainya mereka di dalam, Mahendra kemudian mengintruksikan pada asistennya yang telah mengikutinya agar pulang.

"Kalau begitu saya pamit undur diri, Presdir."

Mahendra menjawab singkat, lantas menaiki tangga menuju ke kamar sang kakek.

Rumah mewah atau bungalow yang memiliki dua lantai itu berada di pusat kota. Lokasinya merupakan kompleks perumahan elit yang diperuntukan bagi pensiunan seorang pebisnis maupun artis ibu kota.

Hanya ada beberapa bangunan saja yang dapat dihitung dengan jari dan rata-rata halamannya memiliki luas tak main-main apabila dibandingkan dengan lokasi lain.

Mahendra datang malam ini dikarenakan kabar sang kakek yang baru saja tiba di Indonesia. Ia memutuskan tidak kembali ke apartemennya dan berniat untuk tinggal di sana.

Sebelum pria itu masuk, ia mengetuk pintu lebih dulu. Begitu sepasang kakinya melangkah ke dalam, dia melihat bahwa sang kakek sedang bersandar di tempat tidur dan sebuah buku berbahasa Perancis di pegangnya.

"Hedi memberitahuku bahwa kau kembali bertengkar dengan ayah angkatmu." Tanpa mengangkat kepalanya, pria tua itu berbicara, "Kali ini apa masalahnya, Chris?"

Chris merupakan nama panggilan dari sang kakek saat pria tua itu enggan memanggil nama cucunya sendiri sebagai Mahendra. Lagi pula Christian adalah nama belakang ayah kandung Mahendra yang telah meninggal dan juga sebagai putra sulungnya pula yang Kakek Olsen cintai.

Sedangkan sang ayah angkat yang dimaksud merupakan paman Mahendra dari pihak ibu dan seseorang yang telah merawat Mahendra sejak laki-laki itu baru berusia lima tahun.

Kedua orang tua Mahendra mengalami kecelakaan parah yang menewaskan keduanya saat mereka melakukan perjalanan bisnis ke Batam. Ketika kecelakaan itu terjadi, Mahendra ikut serta dengan mereka dan menjadi satu-satunya orang yang selamat.

Dikarenakan masalah keluarga dari ayah kandung Mahendra dengan Kakek Olsen kala itu, hubungan ayah dan anak terputus selama dua puluh enam tahun lamanya.

Kakek Olsen memutuskan hubungan sepenuhnya dengan sang putra sulung dikarenakan penolakannya atas pilihan ayah Mahendra yang memutuskan menikahi seorang wanita yang tidak selevel dengan keluarga Muneer.

Puluhan tahun tanpa kabar membuat pria tua yang keras kepala dan teguh pendiriannya mulai merasa rindu pada sang putra tersayang dan menyuruh bawahannya agar mencari tahu tentang kabar Jordy Christian Muneer. Sampai kemudian, kakek Olsen mendapatkan kabar buruk tersebut. Jordy telah meninggal akibat kecelakaan bersama dengan sang istri; Viona Sarasvati.

Mahendra terdiam, tidak terlalu terkejut dan sudah menduga pertanyaan ini akan diajukan sang kakek ketika mereka bertemu. Ia hanya berpikir bagaimana menjelaskannya pada pria tua di depannya ini bahwa dia sudah menghancurkan rencana mereka yang telah lama dipikirkan.

Akan tetapi keterdiaman itu tidak bertahan lama karena Mahendra kemudian angkat bicara, "Paman Wiley sudah tahu pertunangan itu aku batalkan," ungkapnya dengan ekspresi datar.

"Apa dia memukulmu?"

"Tidak memukul, hanya langsung mengusirku," jawabnya acuh tak acuh.

"Dan itulah sebabnya kau langsung jadi gila beberapa bulan yang lalu!" Bukan pertanyaan yang kakek Olsen utarakan, melainkan pernyataan.

Saat dia mendengar kabar tentang Mahendra yang menyewa seorang pelacur, ia merasa marah sekaligus kecewa. Namun karena dia berada di Amerika pada saat kejadian itu terjadi, dia sudah terlambat untuk menghentikan keputusan bodoh sang cucu.

Pada akhirnya, Hedi memberitahu dirinya tentang kebenaran itu dan dia hanya bisa terdiam tanpa bisa berbuat apa-apa.

"Aku tidak menyesal berbuat nakal demikian, Kek," ujar Mahendra sambil menarik sudut bibirnya penuh hinaan. "Itulah yang seharusnya aku lakukan sejak dulu sekali demi membuatnya muak padaku. Dan aku menyesalinya karena terlambat meniduri seorang wanita. Seandainya aku punya sedikit keberanian dan tidak terus diawasi oleh Paman Wiley, mungkin sudah banyak wanita yang telah aku kencani."

Seandainya dia tahu bahwa menjadi seorang brengsek pemain wanita merupakan kesalahan yang ditentang habis-habisan oleh pamannya, mungkin dia tidak harus menunggu sampai sekarang untuk menjadi pemberontak.

"Kau baik-baik saja di cap brengsek oleh pamanmu itu?" tanya Kakek Olsen sambil mencibir putusan Mahendra. Sejujurnya, bagi keluarga Muneer, dia juga menentang hubungan rusak semacam menyewa pelacur demi menuntaskan hasrat para laki-laki di keluarganya.

Namun seolah memiliki banyak wanita sebagai teman tidur merupakan kebanggaan bagi lingkaran keluarga berpengaruh sepertinya, dia tidak bisa menghentikan perilaku amoral seperti itu agar tidak terjadi di keluarga Muneer. Hanya satu orang yang dapat dipercayanya, tapi demikian orang satu-satunya itu malah mengkhianati kepercayaannya dan pergi dari rumah demi seorang wanita biasa.

Pria tampan itu mengangkat bahu, "Aku melakukannya atau tidak, tidak mengubah fakta aku di cap brengsek dan tak berguna oleh keluarga Paman."

Itu adalah kenyataan yang tak terbantahkan. Karena tak peduli seberapa keras usaha Mahendra demi menarik perhatian ayah angkatnya, kerja kerasnya hanya dipandang menjadi sampah belaka.

Kakek Olsen menghela napas. Menyerah membujuk Mahendra agar memaafkan kesalahan ayah angkatnya. Karena dia sudah melakukan tugasnya sebagaimana mestinya, dia tidak akan lagi merepotkan diri menyatukan Wiley dan Mahendra agar berbaikan jika kedua orang ini sama-sama keras kepala dan tak mau saling memaafkan.

"Kau bisa istirahat, Chris. Tinggalkan kakek sendiri." ucap Kakek Olsen dengan suara yang terdengar lelah.

Mahendra berdiri, kemudian sebelum dia keluar dari ruangan itu, dia berkata pada kakek Olsen dengan nada datarnya yang khas tapi sopan. "Makan malam yang kakek bicarakan padaku besok, aku menolak. Aku tidak akan datang menemui wanita itu. Selamat malam."

Lalu dia melangkah pergi tanpa mengindahkan panggilan sang kakek yang menyuruhnya berhenti.

"Christian!"

***

Edwin berdiri di depan pintu kamar kakak perempuannya. Pemuda itu tampak ragu-ragu untuk memutuskan apakah mengetuk pintu itu atau tidak.

Mereka sudah selesai makan malam bersama dan sang ibu pun telah kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Sedangkan dirinya yang memiliki banyak pertanyaan untuk diajukan pada Shena, kini berdiri di sana.

Pada akhirnya, Edwin mengetuk sekali pintu itu, tidak menunggu sahutan sang kakak dan masuk begitu saja ke dalam kamar.

Begitu dia berada di kamar Shena, dia melihat kakak perempuannya meringkuk di atas tempat tidur dengan wajah pucat tak sehat.

"Kakak?" Edwin mendekat.

"Kenapa kau belum tidur?" Shena yang terlambat menyembunyikan keadaannya yang tak nyaman, tidak lagi bersikap pura-pura dihadapan adik laki-lakinya.

"Apa yang terjadi padamu?"

"Tutup pintunya dan jangan berisik," perintah Shena begitu dia melihat pintu kamarnya terbuka. Dia tidak mau membuat sang ibu yang kini berada di kamar sebelah mendengar suara cemas Edwin.

Menuruti perintah sang kakak, Edwin menutup kembali pintu. Ia kemudian duduk di sisi tempat tidur. Dengan perhatian dan wajah cemas, menyeka keringat di dahi Shena.

"Apakah karena kau sakit, itulah mengapa aku melihatmu di rumah sakit tadi siang?"

"A-apa?" Shena yang mendengar kata rumah sakit langsung terkejut. Ia memaksakan diri mengangkat sedikit tubuhnya untuk menatap Edwin, "K-kau, kau melihat kakak di sana?"

Edwin mengangguk, sedangkan Shena kembali menjadi pucat dan keinginan untuk muntah kembali naik ke tenggorokan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status