Share

Bertemu

Saat di perjalanan pulang Aksa dari rumah temannya. Ia melihat ada seorang perempuan yang sedang berhenti di pinggir jalan sambil melihat ke kanan dan ke kiri, seperti orang sedang menunggu ojek. Perempuan yang sangat berpenampilan rapi seperti orang yang akan menghadiri sebuah pesta, padahal jam masih menunjukkan pukul 05.00 dan ini hari Minggu. Karena Aksa merasa kasian dengan gadis itu, ia pun memberhentikan motornya tepat di depan gadis itu.

"Lo ojek?" tanya Pitaloka. Dengan penampilan Aksa yang sangat sederhana dan menggunakan motor matic tidak menutup kemungkinan ada orang yang akan mengira kalau dirinya adalah tukang ojek.

"Iya, butuh tumpangan?" Aksa bertingkah seperti tukang ojek. Ia ingin membantu gadis ini, tetapi ia juga tidak ingin berurusan dengan gadis yang ada di hadapannya ini.

"Anterin gua ke Gereja yang ada di depan komplek."

"Oke."

Pitaloka pun naik ke atas motor Aksa. Hanya sebentar Aksa kebingungan dengan perempuan ini. Seorang perempuan yang tinggal di rumah mewah kenapa harus sampai-sampai menunggu ojek. Aksa memilih untuk menghapus pertanyaan itu dari pikirannya lalu melajukan motornya ke arah Gereja yang ada di depan komplek.

Sebenarnya Aksa ke komplek ini hanya untuk mengembalikan barang Vano yang ketinggalan di rumahnya, tetapi sekarang ia harus menjadi tukang ojek untuk mengantar perempuan ini.

Pitaloka pun turun dari motor Aksa setelah sampai di depan Gereja. Pitaloka mengambil dompet yang ia simpan di tas selempang yang ia gunakan, lalu mengambil uang bernilai Rp 50.000.

"Ini." Pitaloka menyodorkan uang tersebut ke arah Aksa, ia tidak tau berapa sebenarnya biaya ojek pangkalan jadi ia asal mengambil uang yang ada di dompetnya.

"Buat apa?" tanya Aksa.

"Lo ojek kan? Ini bayaran buat lo."

"Oh soal itu, gua bukan ojek, gua cuma mau bantuin lo."

Pitaloka menatap laki-laki yang ada di depannya ini dengan perasaan curiga. Ia sangat tidak percaya kalau ada seorang laki-laki yang membantunya tanpa meminta imbalan.

"Udah, langsung to the point aja, lo mau apa dari gua?"

"Gua nggak mau apa-apa, bagi gua pahala itu adalah segalanya. Jadi gua bantuin lo karena gua ingin dapat pahala, walaupun tempat ibadah kita berbeda."

Aksa beragama Islam, sedangkan Pitaloka beragama Kristen. Niat Aksa hanyalah membantu, ia hanya berharap kalau pahala adalah bayarannya. Ia tidak menginginkan uang sepeserpun dari awal ia menemui Pitaloka.

"Gua pergi dulu ya, oh iya kalau ada waktu mampir ke toko roti Mahendra. Itu toko nyokap gua, kalau lo dateng pasti gua kasih diskon." setelah mengucapkan itu Aksa pun melenggang pergi meninggalkan Pitaloka yang masih berdiam diri di tempat.

Pitaloka menatap kepergian Aksa itu. Ia bingung dengan pemikiran laki-laki itu, padahal laki-laki itu tau kalau dirinya adalah anak orang kaya, tetapi laki-laki itu tidak menginginkan apapun setelah membantunya.

"Toko roti Mahendra." Pitaloka mencatat nama toko roti itu di dalam memo. Ia berencana untuk pergi ke sana bersama kedua sahabatnya setelah pulang dari Gereja, dan ingin memastikan siapakah laki-laki itu sebenarnya.

*****

Sekitaran 10 menit akhirnya Aksa sampai juga di rumahnya. Rumah yang berukuran sedang ini ia tinggali hanya bersama Ibunya. Ia tidak memilik adik, dan Ayahnya sudah meninggal tepat dua tahun yang lalu. Sebenarnya sebelum Ayahnya meninggal kehidupan Aksa dan keluarga bisa dibilang tercukupi, karena Ayahnya adalah salah satu direktur perusahaan. Tetapi, sayang perusahaan itu bangkrut.

"Aksa," sapa Fitri saat melihat anaknya baru saja masuk ke dalam rumah.

"Iya, Mah," ucap Aksa sambil mencium punggung tangan Fitri.

"Kamu hari ini nggak usah bantuin di toko, kamu kan harus siap-siap buat besok MOS."

Besok adalah hari pertama Aksa masuk ke SMA Nusa Bangsa, dihari pertama sampai ketiga adalah masa orientasi siswa dan pasti ada banyak perlengkapan yang harus disiapkan oleh Aksa. Oleh karena itu Fitri melarang Aksa untuk membantunya hari ini, supaya anak itu lebih fokus menyiapkan hal-hal yang diperlukan besok pagi.

"Tapi, Mah. ada kenalan aku yang mau datang."

"Udah, biar Mamah aja yang ngurusin toko, pokoknya hari ini kamu harus siap-siap."

Aksa tau kalau Fitri punya niatan baik, tetapi ia tidak bisa membiarkannya bekerja sendirian. Ia tidak ingin Fitri bekerja keras, sedangkan dirinya enak-enak santai di rumah. Ia hanya punya Fitri dan ia tidak ingin wanita itu sakit, karena kecapekan kerja.

"Ingat Sa, kamu harus banyak-banyak istirahat." tidak peduli seberapa banyak keringat yang Fitri keluarkan, kalau itu demi kebahagiaan anaknya ia rela melakukan apapun selama itu halal.

"Iya, Mah." Aksa tidak mungkin membantah perkataan Fitri. Ia tidak ingin menyakiti perasaan perempuan yang sudah merawat ia dari kecil. Ia tidak ingin menjadi anak durhaka.

Fitri tersenyum mendengar perkataan Aksa. Ia sangat beruntung mempunya anak seperti Aksa. Seorang anak yang selalu menuruti keinginan orang tuanya, selalu berusaha membahagiakan orang tuanya, semua itu ada di dalam diri Aksa.

Ia sangat berat harus merelakan Hendra. Tetapi, ia tidak bisa bersedih terus, karena ada Aksa yang menganggap dirinya panutan. Ia tidak mungkin meneteskan air mata di depan anaknya yang selama ini berusaha agar dirinya selalu tersenyum.

Tuhan sudah berbaik hati menghadirkan Aksa dalam hidupnya. Ia berjanji pada dirinya sendiri kalau dirinya akan membuat anaknya ini bahagia walau tanpa sosok Hendra.

Fitri dan Aksa. Mereka berdua adalah Ibu dan anak, yang selalu tampil ceria saat sedang bersama, dan selalu bersedih jika terpisah. Saling menghadirkan kehangatan, walau mereka tau kalau kehangatan itu tidak sempurna, karena Hendra tidak ada bersama mereka.

"Aku masih punya orang buat harus ku buat bahagia, jadi mana mungkin

aku punya waktu untuk bersedih."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status