Sekarang Pitaloka ada di depan toko roti Mahendra bersama dengan kedua sahabatnya, yaitu Azkia Salsabila dan Fanny Aprillia. Seperti yang ia rencanakan sebelumnya, ia ke sini untuk menemui laki-laki yang tadi menolongnya.
"Lo yakin mau beli kue di sini?" tanya Azkia. Ia tidak yakin kalau di dalam toko kue ini ada sebuah kue yang bisa menarik perhatian seorang Pitaloka.
"Gua di sini cuma mau cari informasi tentang laki-laki yang tadi nganterin gua, nggak ada sedikit pun niat buat beli roti di sini." Pitaloka sama sekali tidak tertarik dengan rasa roti di toko ini, alasan ia ada di sini hanya karena laki-laki itu.
"Seorang Pitaloka repot-repot datang ke sebuah toko roti kecil, hanya karena seorang laki-laki, ada yang salah dengan otak lo?" Fanny sangat tidak tau apa yang sebenarnya sedang dipikirkan oleh Pitaloka. Ia sangat penasaran dengan laki-laki yang bisa membuat Pitaloka bergerak dari singgasananya.
"Entahlah, entar juga lo lihat sendiri." Pitaloka pun langsung masuk ke dalam toko roti tersebut. Sesampainya di dalam ia melihat keadaan toko tersebut. Tidak terlalu mewah, tetapi juga tidak terlalu buruk.
Matanya tertuju kepada salah satu wanita paruh baya yang sedang membersihkan meja yang berada di dekat kaca toko. Pitaloka pun menghampiri perempuan tersebut.
"Selamat datang," sapa seorang wanita paruh baya sambil menghampiri Pitaloka dan sahabat-sahabatnya.
"Maaf Bu, saya di sini cari anak laki-laki, katanya dia anak pemilik toko ini," ucap Pitaloka.
"Oh kamu temannya Aksa ya, saya ibunya Aksa," ucap Fitri.
Aksa? Nama yang bagus batin Pitaloka. Ia akan mengingat nama itu sampai ia bisa menemui laki-laki itu, untuk mengucapkan terima kasih.
"Aksanya ada Tan?" tanya Fanny. Ia tau kalau Pitaloka yang berbicara pasti akan berbelit-belit, jadi ia memilih untuk langsung to the point.
"Ada, tapi di rumah. Besok dia MOS jadi harus siap-siap," jawab Fitri.
"Ayo duduk dulu," ajak Fitri.
Pitaloka, Azkia, dan Fanny pun duduk. Sementara Fitri sedang mengambilkan minum dan sebuah roti. Tak lama kemudian Fitri pun kembali membawa satu kotak roti, dan minuman yang ia taruh di atas nampan.
"Maaf, ya cuma ada ini. Tadi Aksa udah bilang kalau ada temannya ada yang mau ada ke sini, tapi Aksa tante larang untuk pergi dulu, maaf ya," ucap Fitri sambil duduk di kursi depan Pitaloka.
"Enggak papa kok, Tan. Oh iya, Aksa masuk SMA mana?" Pitaloka berencana untuk menemui Aksa di sekolah laki-laki tersebut, karena ia tidak mungkin akan ke rumah laki-laki itu. Ia takut dengan kedatangannya ke rumah laki-laki itu, akan menyebabkan sebuah masalah.
"SMA Nusa Bangsa."
Pitaloka tersenyum mendengar itu. Ternyata Aksa akan menjadi adik kelasnya, dengan begitu ia tidak perlu lagi untuk mencari-cari keberadaan laki-laki itu. Sekarang ia hanya tinggal menunggu besok dan setelah itu ia bisa bertemu dengan laki-laki tersebut.
"Kalian murid SMA kan? Kok bisa kenal Aksa?" tanya Fitri. Ia bingung dengan teman anaknya ini. Ia tau kalau teman Aksa hanya sedikit, karena anaknya itu lebih memilih untuk membantunya di toko dari pada main bersama dengan temannya.
"Kami murid SMA Nusa Bangsa. Tadi pagi saya nggak sengaja dibantu sama anak tante," jawab Pitaloka.
"Aksa bantu kamu? Tumben banget anak itu peduli sama orang lain." Fitri bingung karena setahunya Aksa tidak pernah peduli sama orang lain, kecuali sahabat dan keluarganya.
"Emang kenapa Tan? Dia baik kok, tadi pagi aja pas saya ngasih uang buat imbalan ditolak langsung sama dia."
"Nggak papa sih, emangnya dia bantu kamu apa?"
"Nganterin saya ke Gereja."
Sekarang Fitri paham betul kenapa tiba-tiba anaknya itu membantu orang lain. Aksa mungkin orang yang cuek, tetapi ia akan selalu membantu orang lain yang mau melakukan ibadah, walaupun orang lain itu berbeda agama dengannya.
"Bentar, tante siapin roti. Nanti kalian bawa pulang ya," ucap Fitri sambil berdiri.
Fitri pun masuk ke dalam dapur untuk membuatkan Pitaloka, Azkia, dan Fanny roti. Bagaimana pun mereka ber-tiga adalah teman anaknya, jadi ia harus bersikap baik. Ini adalah pertama kalinya ada seorang perempuan datang sebagai teman Aksa.
"Cuma gara-gara itu?" tanya Fanny. Ia merasa kalau otak Pitaloka sudah tidak berfungsi dengan benar. Hanya karena dibantu sampai-sampai mencari informasi tentang laki-laki itu sejauh ini.
"Tidak semua hal bisa lo simpulkan hanya dari sebuah cerita. Lo harus ngerasain itu sendiri, baru lo tau gimana rasanya." Pitaloka tidak lama merasakan hal ini. Perasaan senang karena ada seseorang yang membantunya, dan perasaan gembira saat tau kalau laki-laki itu tidak menginginkan apapun setelah membantunya.
"Kalau lo mau, lo bisa aja telfon Cakra buat nganterin lo, lumayan ojek gratis."
"Mana mau dia telfon Cakra," sindir Azkia. Ia tau kalau seorang Pitaloka tidak akan pernah mau menghubungi seorang Cakra, karena laki-laki itu adalah mantannya dan ia sangat membenci laki-laki itu, walaupun laki-laki itu sudah mengajaknya balikan.
"Laki-laki kayak dia nggak pantas bersama gua." Pitaloka tidak ingin lagi ada Cakra dalam hidupnya. Ia berusaha untuk menghilangkan semua kenangannya bersama laki-laki tersebut, walaupun membutuhkan banyak usaha.
"Terus siapa? Aksa?" Fanny sengaja menyebut nama
Aksa, karena ia tau kalau Pitaloka sedang tertarik dengan laki-laki itu."Entah lah, mungkin gua bakalan jadiin Aksa sebagai pelampiasan sekaligus ojek pribadi." Pitaloka berharap kalau Aksa bisa membuatnya melupakan Cakra. Ia akan menjadikan Aksa sebagai pelampiasan, jika selama 3 bulan masih belum ada perubahan, ia akan melepaskan Aksa.
"Ingat status lo di sekolah, pasti Aksa bakalan jauhin lo kalau dia udah tau siapa lo yang sebenarnya." Azkia berani mengucapkan itu karena sudah banyak orang yang mendekati mereka, tetapi tiba-tiba orang-orang itu menjauh saat tau tentang identitas mereka sebenarnya.
"Kita lihat besok, kalau memang benar dia jauhin gua, berarti dia nggak pantes buat jadi pelampiasan gua."
Fanny tersenyum mendengar itu. Ini lah sosok Pitaloka yang sebenarnya. Seorang perempuan yang tidak segan-segan menjadikan orang lain kelinci percobaan. Sosok yang paling ditakuti di sekolahannya.
"Maaf, nunggu lama," ucap Fitri sambil membawa satu kantong plastik, yang berisikan 3 kotak kue.
"Berapa, Tan?" tanya Pitaloka.
"Udah bawa aja."
"Seriusan, Tan?"
"Iya."
"Makasih ya, Tan."
"Sama-sama."
Pitaloka, Azkia, dan Fanny pun berpamitan dengan Fitri. Setelah berpamitan mereka pun langsung ke luar dari toko tersebut. Saat sudah di luar tiba-tiba Fanny berjalan menjauh meninggalkan mereka berdua.
"Mau kemana lo?" tanya Pitaloka.
"Sedikit timbal balik," jawab Fanny.
Pitaloka tau betul maksud dari jawaban sahabatnya itu. Fanny bukan lah orang yang akan menerima sebuah barang sembarangan, kalau pun ia menerima barang itu pasti ia akan memberikan sebuah timbal balik.
"Jika kau siap menerima kehadiran seseorang
berarti kau juga harus siap untuk melepaskan."Hari pertama masuk sekolah. Sudah banyak siswa-siswi baru SMA Nusa Bangsa yang sudah berbaris di tengah lapangan. Masa MOS adalah saat yang paling ditunggu-tunggu oleh para senior, dengan adanya masa MOS mereka bisa melakukan kemauan mereka terhadap murid-murid baru.Para murid baru mengira kalau MOS kali akan mudah, tapi ternyata tidak. Banyak hal yang tidak masuk akal yang harus mereka lakukan, banyak permintaan yang harus mereka turuti."Maaf, pasti MOS kali ini berat, karena ada gua," ucap Raka. Ia tau kalau ini bukan lah MOS, tapi adalah sebuah balas dendam."WOI, CAKRA! KALAU LO DENDAM JANGAN KAYAK GINI CARANYA!" Raka sudah muak dengan perlakuan semena-mena Cakra. Hanya karena dirinya para murid lainnya juga karena imbasnya."Akhirnya lo sadar." Cakra menatap Raka dengan tatapan sinis. Terpancar aura kebencian dari mereka berdua.Ra
Mata Aksa perlahan memulai terbuka. Suara-suara sorakan mulai terdengar jelas. Sedikit demi sedikit ia mulai berdiri. Ia melihat kalau Raka sedang melawan dua orang. Senyuman terukir jelas di wajahnya."Geng Salamander, waktunya gua balas dendam," ucap Aksa. Memang benar kalau itu adalah raga Aksa, tetapi jiwa yang terdapat di dalam raga itu bukan lah jiwa Aksa.Aksa mulai berlari dengan cepat. Ia langsung menendang tubuh Tio dengan keras, membuat lawannya itu terhempas ke belakang dengan cepat. Ia tersenyum saat melihat Tio merintih kesakitan.Aksa mulai menghadap ke arah Raka. Ia tersenyum sinis melihat laki-laki itu sudah tidak bisa mengontrol nafas. Aksa lalu mendorong Raka sampai keluar dari area pertarungan."Raka, di-diskualifikasi," ucap Gani selaku wasit di pertandingan ini."WOI GOBLOK, KOK LO MALAH NGELUARIN GUA DARI ARENA!" b
Pitaloka sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ia terlihat begitu cantik dan anggun menggunakan seragam itu. Tetapi, hanya ada satu yang kurang, yaitu mukanya. Mukanya terlihat seperti orang yang sedang kecewa."Kenapa muka kamu kayak gitu?" tanya Gino. Ia adalah ayah Pitaloka, sekaligus pimpinan sebuah mafia terbesar yang ada di kota ini. Nama kelompok mafia itu adalah Dragon."Kemarin pas Pitaloka nggak masuk, ternyata ada anak baru yang nantang butterfly, dan katanya anak baru itu menang." Pitaloka menyesal karena memilih membolos kemarin. Ia menyesal karena tidak melihat siapakah sosok anak baru itu."Cuman itu? Kan di kamar ayah ada rekaman CCTV-nya lihat sana gih.""Oh, iya. Pitaloka lihat dulu."Pitaloka langsung berlari ke kamar ayahnya. Ia menyalakan laptop ayahnya, ia mencari sebuah rekaman CCTV. Ayahn
Pitaloka sekarang sedang berada di balkon kelasnya. Ia menutup mata sambil menikmati setiap hembusan angin yang berhembus. Perlahan ia membuka mata, seiring dengan hembusan angin yang mulai perlahan menghilang. Matanya tertuju kepada salah satu orang murid yang sedang duduk di bawah pohon."Wajah lama," ucap Pitaloka. Ia melihat seksama muka laki-laki tersebut. Walau dari kejauhan masih terlihat jelas bentuk wajah laki-laki itu. Ia sangat ingin berada di samping itu lalu menyenderkan kepalanya di bahu laki-laki itu."Kayaknya ada yang belum move on nih," sindir Azkia sambil berdiri di kiri Pitaloka. Ia tau kalau Pitaloka masih mencintai Cakra, tetapi ia juga tidak bisa membiarkan sahabatnya itu terus-menerus bersedih."Apa gua salah kalau masih cinta sama dia?""Entah lah, tapi gua akan langsung bertindak kalau lo mulai deketin Cakra lagi. Gua nggak mau l
Aksa berada di sebuah gudang tua yang tidak terpakai. Gudang tua yang sudah dipenuhi oleh sampah-sampah. Ia kemari karena selalu melihat tempat ini di mimpinya. Sudah 5 hari ia mencari gudang ini, dan akhirnya ketemu.Ia melangkah ke bagian paling dalam dari gudang tersebut. Karena masih siang dan atap-atap gudang ini bolong-bolong Aksa tidak perlu khawatir akan kegelapan. Ia melihat sekitar, walau tidak begitu mirip dengan gedung yang ada di mimpinya, tetapi ia yakin kalau ini adalah gedung yang selama ini ia cari.Saat Aksa sedang melihat keadaan sekitar, tiba-tiba kakinya menendang sebuah benda. Aksa melihat benda tersebut dengan seksama. Sebuah flashdisk yang dikemas di dalam sebuah plastik bening.Tiba-tiba terdengar banyak suara langkah kaki, dengan cepat Aksa mengambil flashdisk tersebut lalu bersembunyi di dalam sebuah tong. Suara langkah kaki itu semakin terdenga
"Sa, lo dicariin tuh," ucap Raka sambil melihat ke arah seorang perempuan yang berdiri di depan kelas. Ia tidak berani menunjuk perempuan itu, karena ia tau perempuan itu adalah orang yang paling ditakuti di sekolah ini.Perlahan Aksa mulai membuka matanya. Dengan perasaan kesal ia mengucek matanya. Setelah itu ia melihat ke arah seorang perempuan yang berani-beraninya mengganggu waktu tidurnya. Dan, ia langsung menghela nafas panjang setelah tau siapa perempuan itu."Sebaiknya lo bicara di luar, semuanya udah ketakutan," ucap Raka dengan suara kecil, agar perempuan yang sedang ia bicarakan tidak mendengar ucapannya.Kehadiran perempuan itu menghadirkan sebuah rasa takut kepada semua orang yang ada di sekitarnya. Rasa takut akan ditindas, dibentak, dan segala hal yang paling ditakutkan oleh para murid lain. Bahkan hanya dengan sebuah tatapan dari perempuan itu bisa membu
Pitaloka tersenyum saat melihat Gino sudah pulang ke rumah. Ia menyambut kedatangan Gino dengan senyuman dan pelukan. Ia sangat ingin mendengar berita baik dari hasil pertemuan Ayahnya dengan Aksa."Gimana, Yah?" tanya Pitaloka dengan semangat.Sudah lama Gino tidak melihat Pitaloka sesemangat ini, ia bahagia karena bisa melihat senyuman Pitaloka walau senyuman itu, dan ia akan berusaha agar senyuman itu tidak pernah pudar dari wajah putrinya itu."Dia setuju, jadi mulai besok pagi kamu akan diantar kemanapun kamu mau sama dia," jawab Gino dengan perasaan lega, karena hasil dari pertemuannya dengan Aksa berakhir dengan hasil yang ia inginkan."Makasih, Yah," ucap Pitaloka sambil memeluk Gino dengan erat."Sama-sama."Kebahagiaan menurut Gino adalah saat ia bisa melihat putri semata wayangnya tersenyum. Walau, tanpa sosok
Pagi hari yang sangat menyibukkan. Mulai pagi hari ini jadwal rutinitas Aksa bertambah, karena ia harus menjemput Pitaloka dulu sebelum ia berangkat sekolah.Aksa memandang rumah Pitaloka sedari tadi. Ia menunggu perempuan itu keluar dari singgasananya, tetapi batang hidungnya tak kunjung kelihatan.Pandangan Aksa beralih ke arah seseorang yang baru saja keluar dari gerbang rumah. Ia sempat berharap kalau orang tersebut adalah Pitaloka, tetapi harapannya pupus saat ia melihat kalau orang tersebut adalah Bapak-bapak."Nggak mungkin juga, makhluk secantik Pitaloka berubah jadi Bapak-bapaknya kumisan," gumam Aksa dengan pelan agar orang yang sedang ia bicarakan tidak mendengar ucapannya.Seketika Aksa langsung ketakutan saat melihat Bapak-bapak tersebut mendekat ke arahnya. Ia takut kalau orang tersebut mendengarkan ucapannya lalu mengamuk. Jantungnya