Akhirnya Elvano, Putra, Aksa, dan Nova berhadapan dengan barisan terakhir. Jika mereka bisa mengalahkan 7 orang yang ada di hadapannya sekarang, mereka bisa lanjut untuk mengalahkan Michel dan Cakra yang berada di dalam sebuah ruangan di belakang 7 orang tersebut.
"Kalian berdua lanjut aja." Nova maju satu langkah, sekarang Nova lah yang berada paling dekat dengan musuh.
"Mereka urusan gua sama Nova." Putra berdiri di samping Nova. Sebenarnya, ia tidak ingin bekerja sama dengan Nova. Tetapi, karena situasinya sudah mendesak ia pun memilih untuk menurunkan egonya.
"Gua sama Nova, bakal bikin celah. Kalian siap-siap lari."
Nova dan Putra pun langsung menerjang maju. Mereka menyingkirkan semua orang yang menghalangi jalan Elvano dan Aksa. Mereka berdua yakin kalau kedua orang itu bisa memenangkan pertarungan ini.
"Pergi!" teriak Nova dengan
Tes...Suara air menetes mengiri pertemuan Aksa dan Evan. Lagi-lagi Aksa berada di tempat yang tidak ia ketahui. Setiap bertemu dengan Evan, badannya terasa sangat ringan.Sekarang Aksa sedang berada di sebuah hutan, ia berdiri di depan batu besar yang di atas batu tersebut ada Evan sedang duduk sambil memandangnya."Badan lo terlalu lemah, kalau lo maksain lagi mungkin lo akan meninggal," ucap Evan.Aksa tertegun mendengar itu. Ia tau kalau tubuhnya lemah, tetapi ia tidak menyangka kalau akan selemah ini. Nyawanya dalam bahaya, tetapi ia juga tidak bisa meninggalkan pertempuran ini begitu saja."Semuanya sudah selesai sekarang. Lo udah nggak perlu mikirin tentang kematian gua. Lo nggak usah berjuang lagi. Terima kasih untuk semuanya."Aksa tidak ingin berakhir begitu saja. Semua yang sudah perjuangkan selama ini, a
Pitaloka memandang wajah Aksa yang masih tertidur lelap. Sudah selama tiga hari laki-laki itu tidak bangun dari tidurnya. Ia mengelus pipi Aksa dengan lembut, ia tersenyum kecil saat mengetahui tidak ada perlawanan dari laki-laki itu. Biasanya laki-laki itu akan langsung menghempaskan tangannya jika ia menyentuh pipi laki-laki itu."Lo, lebih ganteng kalau tidur," ucap Pitaloka. Melihat Aksa tertidur lelap adalah suatu pemandangan yang sulit ia nikmati.Pitaloka langsung menarik tangannya dari pipi Aksa, saat ia mendengar ada seseorang sedang berusaha membuka pintu. Saat pintu terbuka lebar, ia melihat sosok perempuan paruh baya. Dan, ternyata itu adalah Fitri."Kamu makan dulu gih, nanti sakit lho," ucap Fitri.Selama seharian Pitaloka berdiam diri di ruangan perawatan Aksa. Kalau pun ia keluar dari ruangan itu hanya untuk makan, atau pun ada urusan keluarga. Tiga hari ini ia gunakan untuk menjaga Aksa."Udah kok, Tan," ucap Pi
Mata Aksa mulai terbuka sedikit demi sedikit. Untuk pertama kalinya ia membuka mata setelah 4 hari berturut-turut. Hidungnya mencium bau obat-obatan, dan ia pun langsung menyadari kalau dirinya sedang dirawat di rumah sakit. Pandangannya tertuju ke arah jam dinding yang sudah menunjukan pukul dua belas malam, lalu matanya beralih memandang seorang perempuan yang tidur di atas kursi dan kepalanya bersandar pada kasurnya."Harusnya lo nggak ada di sini," gumam Aksa sambil mengelus punggung tangan Pitaloka."Maaf, karena buat kalian nunggu selama ini."Sepertinya Tuhan masih memberikan kesempatan kepada Aksa untuk tetap berada di dunia ini. Padahal Aksa sudah sempat untuk menyerah pada takdirnya. Ia bahkan sudah rela kalau seandainya ia harus meninggalkan dunia ini untuk selamanya.Aksa memandangi wajah Fitri. Semakin lama wajah perem
Sudah dari jam 6 pagi Aksa menunggu Pitaloka untuk keluar dari rumah, tetapi perempuan itu tak kunjung kelihatan batang hidungnya juga. Aksa memandang jam tangannya, dan ternyata sekarang sudah jam 06.30."Semoga aja, nunggu kayak gini dimasukin kehitungan gaji," gumam Aksa.Pandangannya tertuju kepada salah satu Bapak-bapak yang baru saja membuka gerbang. Dan, ternyata orang itu adalah Ghibran.Aksa mulai berdiri tegap saat Ghibran mulai berjalan ke arahnya."Dipanggil bos," ucap Ghibran saat sudah berada tepat di hadapan Aksa.Mata Aksa membulat sempurna. Ia rasa selama ini ia tidak melakukan kesalahan apapun, tetapi kenapa pagi ini ia harus berhadapan dengan laki-laki itu.Aksa pun mengikuti Ghibran dari belakang. Selama ia ada di dalam rumah Pitaloka, banyak orang yang memandangnya. Dan, akhirn
Aksa langsung berjalan ke arah kelasnya, setelah ia menjalankan hukuman dari guru BK. Ia terlambat datang sekolah selama 10 menit karena Pitaloka meminta hal yang tidak-tidak sebelum ia berangkat ke sekolah. Untung saja Gino tidak jadi berangkat ke kantor dan memilih untuk merawat Pitaloka, jadi Aksa bisa pergi ke sekolah dengan perasaan tenang.Saat sudah berada di depan kelas, ia pun mengetuk pintu kelasnya itu dua kali. Setelah mendapatkan sahutan dari guru yang mengajar, ia pun langsung masuk ke dalam kelas."Nah Bu, mumpung ada si Aksa. Mending dia aja Bu yang jadi perwakilan," celetuk Raka."Oi, jamet. Gua baru aja masuk udah disuruh-suruh aja," balas Aksa tidak terima."Iya juga ya, kan Aksa wakil ketua kelas," ucap Bu Tantri, ia adalah guru Fisika sekaligus wali kelas X MIPA 2."Duh, Bu. Nggak kasian apa. Baru aja masuk, masa udah
Selama dua hari Aksa mendapatkan sebuah keberuntungan. Kemarin, ia mendapatkan izin dari Fitri untuk mengikuti acara kemah ini. Dan, sekarang ia mendapatkan kabar kalau Cakra resmi menjadi tahanan. Laki-laki itu terbukti terlibat dalam pembunuhan Evan bersama beberapa anggota Salamander dan Victor yang lainnya. Sekarang Aksa bisa bernafas lega, karena untuk ke depannya ia tidak perlu bertemu dengan Cakra.Seketika rasa bersalah menghantui Aksa, saat laki-laki tersebut melihat Pitaloka bersedih. Pasti sulit untuk menerima apa yang sebenarnya terjadi. Perempuan itu tidak menyangka kalau laki-laki yang selama ini dicintainya masuk menjadi seorang tawanan."Kita di sini buat kemah, bukan buat bersedih," tegur Azkia kepada Pitaloka yang selalu menampilkan raut wajah kesedihan.Kegiatan SMA Nusa Bangsa hari ini adalah kemah bersama. Hanya murid kelas X d
Suasana gelap dan suara-suara jangkrik mengiringi langkah Aksa dan Azkia. Mereka mengikuti seluruh petunjuk yang sudah ditempelkan pada pohon-pohon. Sesekali Aksa melirik Azkia untuk memastikan perempuan itu tidak sedang dalam masalah.Tiba-tiba Azkia menarik Aksa menjauhi jalur utama. Azkia membawa Aksa menuju ke pedalaman hutan. Saat sudah jauh, Azkia mendorong Aksa hingga punggung laki-laki itu menatap sebuah pohon. Ia langsung maju mendekatkan mukanya dengan muka Aksa. Jarak mereka terlalu dekat, hingga Azkia bisa merasakan hembusan nafas Aksa, dan begitu juga sebaliknya.Aksa menatap manik mata Azkia. Manik mata perempuan itu mengingatkannya dengan Zia. Andai saja Azkia bersikap lebih feminim pasti ia akan mirip dengan Zia."Lupain semua kenangan lo sama adik gua," ucap Azkia. Sudah cukup baginya untuk membiarkan laki-laki itu terus menyimpan
Setelah sekian lama akhirnya Aksa dan Azkia kembali lagi ke titik kumpul. Saat mereka baru saja datang semua orang langsung mengelilingi mereka. Terlihat wajah cemas dari mereka semua."Lo nggak papa?" tanya Fanny kepada Azkia."Gua nggak papa, emang kenapa?" jawab Azkia."Gua kira lo hilang kayak Pitaloka."Aksa mengepalkan tangannya erat. Matanya mulai mencari pasangan Pitaloka. Pandangannya tertuju ke arah salah satu laki-laki yang sedang duduk di dekat api unggun sambil meminum satu gelas kopi hangat. Aksa melangkahkan kakinya, melewati banyaknya kerumunan manusia, menghampiri laki-laki tersebut."Di mana Pitaloka?" tanya Aksa saat sudah berada di belakang Zaki.Zaki berdiri lalu berbalik. Tidak ada sedikitpun raut wajah khawatir pada laki-laki itu. Aksa semakin kesal saat melihat Zaki masih bisa tersenyum.