Share

7. Sebuah Pujian

‘‘Bibirmu terlalu manis,’’ kata Samuel tanpa sadar saat dia sudah melepas ciumannya. Anita yang masih di pangkuan Samuel kesal, lagi-lagi dirinya dipermainkan. Namun membantah hanya membuatnya berakhir disetubuhi hingga tak sadarkan diri.

Samuel yang sadar dia telah mengungkapkan isi hatinya terpaksa menurunkan Anita dan menyuruhnya kembali mengerjakan tugas yang diberikannya.

‘‘Buatkan aku makanan,’’ titah Samuel dengan dingin.

Anita menyanggupi kata Samuel. Tanpa menunggu lama piring berisi makanan itu sudah ada di hadapan Samuel.

‘‘Aku tidak suka ini.’’

‘‘Eh?’’ Anita menatap Samuel dengan aneh, ‘‘Kenapa?’’ tanya Anita penasaran.

‘‘Kapan kau suka mencampur semua makanan jadi satu?!’’ Samuel tampak marah.

Sontak Anita terdiam, dia bingung mau jawab apa. Tapi satu hal yang pasti, dia bukan Anna. Tentu saja dia tidak tahu kebiasaan pria yang bahkan tidak pernah ditemuinya itu.

‘‘Maaf.’’ Anita mengambil piring Samuel dan menggantinya dengan piring miliknya yang kosong.

‘‘Apa makanan kesukaanmu?’’ tanya Anita hati-hati.

‘‘Tanya pelayan!’’ jawab ketus Samuel.

‘Lah terus, untuk apa kamu minta mereka pergi?’ batin Anita bertanya-tanya alasan pria aneh ini terus meliuk-liukkan sesuatu yang cukup mudah.

Anita pergi ke dapur mengikuti langkah dua pelayan meja makan tadi. Tapi di dapur dia tidak menemukan pelayan itu, entah di mana mereka.

‘‘Apa sudah ketemu?’’ tanya Samuel dari meja makan.

Anita akhirnya datang ke hadapan pria itu. Dengan takut ia berkata, ‘‘Aku tidak menemukan apapun keberadaan mereka.’’

‘‘Mau tahu atau mau tahu banget?’’

Anita tidak tahu apa yang sedang dimaksud Samuel. Tapi demi membuat Samuel nyaman yang berarti tidak akan menerkamnya, akhirnya Anita menjawab, ‘‘Aku mau tahu sekali.’’

Tiba–tiba Samuel menarik Anita ke pangkuannya dan melumat bibir Anita lagi. Cukup lama Samuel membiarkan Anita seperti ini. Dia tidak peduli kalau Anita hampir kehabisan nafas karena melayani keinginan anehnya itu.

‘‘Masak makanan untukku,’’ ucap Samuel setelah melepas penyatuan mereka.

‘Apa ini?!’ Anita terbengong. Jawaban dari Samuel tentu disangat ditunggu–tunggu, tapi seperti mendapat zonk, Anita kecewa.

‘‘Iya. Buatkan aku makanan. Semua hidangan di sini bukankah kesukaanmu? Jadi rencananya setelah kau selesai makan, aku akan makan.’’

‘Pemikiran macam apa ini?!’ batin Anita yang masih tenggelam dalam ketidakpercayaan yang dirasanya.

‘‘Ya sudah, kau kembalilah ke tempat dudukmu dan makan sepuasmu malam ini.’’

‘‘Bab–baik.’’

Anita mengambil piring yang seharusnya menjadi milik Samuel dan memakan apa yang ada di depannya. Selama lima belas menit makan, ia masih tenggelam dalam pikirannya tentang ucapan Samuel.

‘Apa seaneh itu pikiran orang kaya?’ pikir Anita. Ia ingat seumur hidup tidak pernah menjadi orang kaya, jadi dengan terpaksa dia mengiyakan kalau orang kaya itu aneh.

‘‘Sudah selesai?’’ tanya Samuel. Anita mengangguk. Perempuan itu berdiri dan menyimpan piringnya di wastafel.

‘‘Jangan lupa buatkan aku rendang Ayam,’’ kata Samuel dari meja makan.

Kali ini Anita tidak menggerutu. Dia suka buat rendang. Sebelum dia berakhir di sini, dan Anita masih tinggal bersama Ibunya, Ibu Anita membuka usaha kecil-kecilan rumah makan padang. Tentu saja Anita ikut membantu. Jadi dia sangat tahu.

Setengah jam sudah terlewati dengan lancar. Anita memakai semua bahan yang diperlukan yang kebetulan, semuanya ada di dapur.

Tapi Samuel yang ingin menjahili Anita kembali datang dan tiba–tiba memeluk wanita itu dari belakang.

‘‘Lama sekali kau membuatnya,’’ kata Samuel.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status