Share

6. Aku Sudah Mati?

Entah sudah berapa tetes air mata dikeluarkannya selama di tempat ini. Hingga terbesit sesuatu dalam benaknya. ‘‘Apa jangan-jangan, aku sudah mati?!’’ Namun ingatan Anita mengatakan, ‘‘Bukankah orang mati tidak memiliki rasa sakit?’’ Untuk itu, Anita tidak jadi berpikir dia sudah mati, ‘‘Orang mati 'kan tidak bernafas atau …, apakah ini semacam hukuman?!’’ pikir Anita kala membayangkan betapa buruknya pria itu memperlakukannya. Ia merasa putus asa tinggal di sini. Tapi untuk ketiga kalinya, perempuan itu kembali menyangkal, ‘‘Dalam pelajaran Agama tidak pernah diberitakan ada hukuman seaneh ini. Aku pasti masih hidup, itu artinya aku hanya sial, dibawa orang ke kandang macan untuk dijadikan budak di atas ranjang olehnya.’’

Anita pernah mendengar tentang budak di atas ranjang, dia yang tidak sedikitpun berpikir hal itu akan terjadi padanya, pernah menertawakan cerita teman ‘sesadnya’ yang selalu berbicara tentang hal ekstrem berbau hubungan ranjang. Tapi sekarang Anita tahu betapa terkekang dan putus asanya wanita–wanita seperti itu.

Suara tangisan Anita berhasil membawa dua pelayan yang sama, Erli dan Naila yang membawa dua benda yang juga sama yaitu baju dan makanan.

Erli dan Naila tidak datang untuk mengecek keadaan Anita. Mereka yang hanya dua orang pelayan tidak memiliki wewenang untuk terlalu mencampuri urusan majikan.

Sekarang mereka bahkan hanya terdiam memperhatikan Anita yang terus menangis. Perbedaan yang signifikan jelas dirasakan keduanya.

Di mana nona Anna yang mereka kenal tidak begini. Wajah selalu bahagia dan sedikit sombong mendominasi.

Sedangkan nona Anna yang sekarang ada di depan mereka jelas sangat berbeda. Sangat menderita dan putus asa.

Tentu, Erli dan Naila tahu apa yang baru saja terjadi pada Samuel dan Anita yang dikira Anna. Dua manusia yang adalah pasangan di mata semua orang itu.

Tapi bukankah berlebihan kalau Anna terus menangis seperti kehilangan keperawanan oleh orang lain padahal Anna kehilangan keperawanan oleh‘suaminya sendiri’?

Cukup lama keduanya berdiri hingga merasa kakinya pegal. Erli yang bosan dengan ‘sandiwara ini’ akhirnya menarik tangan Anita dan membawanya ke kamar mandi.

‘‘Untuk apa nona menangis seolah dunia akan kiamat!’’ Erli berbicara dengan tegas. Dia melupakan statusnya yang lebih rendah daripada wanita lemah di depannya ini.

Naila yang tidak berani memarahi majikannya itu berusaha memberitahu Erli untuk jangan memarahi Anna seperti itu. Tapi Erli yang kesal, tidak mempedulikan apapun dia terus berbicara dengan kesal seraya memandikan Anita di bawah pancuran sower.

‘‘Kalau nona merasa bersalah, jangan menangis terus menerus seperti ini. Kami tahu nona sangat salah ketika nona melarikan diri dari pernikahan nona sendiri, tapi menangis tidak akan menyelesaikan apapun, nona. Nona harus kuat, meski tuan Samuel sangat buruk untuk nona, tapi nona sudah pernah menaklukkan beliau. Tuan muda pasti akan kembali pada pelukan nona jika melakukan trik sama seperti dahulu nona lakukan untuk tuan muda. Lelaki itu lemah nona. Sedikit diberi kemolekan tubuh, dia akan berikan apapun yang nona inginkan! Nona mengerti?!’’

Anita terus mengangguk di tengah tubuhnya yang diguyur air pancur dari sower.

Erli, adalah wanita paruh baya yang merupakan pegawai permanen di rumah keluarga Ravelio. Dia adalah wanita tua ramah yang sudah banyak merasakan asam garam kehidupan, jadi dia cukup paham tentang hubungan percintaan. Apalagi hal itu tidak berubah sama sekali sejak dia remaja sampai saat ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status