Share

Bab. 5. Sebuah kesepakatan

Gadis belia itu menjerit kesakitan saat milik Gio menghujam keras dalam organ kewanitaan si gadis. Gio tersenyum puas, karena gadis ini masih perawan. Di zaman ini, gadis yang masih perawan jarang ditemui. Darah segar memercik dari liang kemaluan si gadis tersebut, dengan ganasnya Gio terus memompa tubuhnya dan menyesap madu milik sang bunga.

"Argh ... Gadis kau sungguh sempit, tapi aku suka!" Racau Gio lagi. Entah mengapa tenaga Gio semakin besar di usianya yang sudah hampir kepala lima itu.

Tanpa Gio sadari, gadis yang ada di bawah tubuhnya sudah pingsan tidak berdaya. Gio melolong kenikmatan saat dirinya mencapai puncak. Setelah selesai dia menabur benihnya, Gio menelan darah segar yang masih keluar dari kemaluan sang gadis. Itu adalah syarat bagaimana Gio akan menerima kekayaan dan tubuh yang tetap awet muda memesona.

"Buang, wanita itu! Jual dia ke luar negri, kalau kalian ingin mencicipinya silakan! Tapi jangan di sini, terserah kalian mau dimana!!" Titah Gio pada para pengawalnya.

Bagai mendapat ikan segar, kucing liar itu melahap santapannya yang sudah tidak berdaya. Tangisan pilu dan lolongan kesakitan kembali terdengar dari sang gadis, namun tidak butuh waktu lama suara itu tenggelam bersama dengan keberingasan anak buah Gio.

Gio menyesap rokoknya, senyum seringai menghiasi bibirnya. Gio berpikir pastilah pundi-pundi uang emasnya bertambah dan ketampanannya akan terlihat semakin bersinar.

"Joe ... Buang segera mayat gadis itu jika dia sudah mati, jual jika masih hidup!" Teriak Gio pada Joe sang algojo. Dialah yang bertugas mengeksekusi tubuh gadis yang sudah dimangsa oleh Gio beserta anak buahnya.

"Baik, Bos. Kami akan mengeksekusi tubuh gadis itu." Joe sang algojo dengan seringai di bibirnya mendekati tubuh sang gadis yang sudah tidak berdaya itu.

Joe memeriksa tubuh gadis dan masih bisa dipastikan kalau sang gadis masih hidup.

"Bos, gadis itu masih hidup. Akan kami bawa ke tempat penampungan penjualan gadis. Kali ini kita pasti akan untung banyak karena gadis ini sangat cantik dan montok. Banyak pelanggan yang akan suka padanya." Joe mengangkat gadis itu untuk diantar ke sebuah tempat khusus penampungan gadis yang akan dijual.

"Terserah mau kalian apakan, aku mau pulang. Istriku pasti sedang menungguku," jawab Gio bangkit dari kursi kebesarannya. Hari dia sangat senang, hartanya akan bertambah banyak seiring dengan mengeringnya darah perawan sang gadis yang menjadi tumbalnya.

"Hati-hati, Bos."

Gio bersama sang supir meninggalkan markasnya. Markas yang dijadikan tempat untuk melakukan ritual persembahan untuk jin yang menjadi junjungannya.

Di rumah sakit, Alyssa berpikir keras bagaimana bisa mengungkap rahasia sang suami.

"Tidak! Aku tidak boleh gegabah. Aku harus bermain cantik jika tidak ingin binasa di tangan Gio. Semakin aku mencoba lepas dari dirinya, maka semakin aku akan dikurung. Baiklah, Alyssa. Kau harus jadiii wanita yang cerdas, jadikan pesonamu sebagai alat yang mematikan bagi Gio!" Alyssa dengan napas tersengal mengatur rencana untuk bisa mengungkap rahasia besar Gio.

Saat Alyssa duduk melamun, Gio pun datang untuk menjenguk sang istri.

"Selamat sore, Sayang. Bagaimana keadaan mu? Kau baik-baik saja, bukan?" sapa Gio masuk mendekati ranjang sang istri.

Alyssa membulatkan matanya tersadar dari lamunan. Alyssa menatap malas ke arah sang suami, namun dia harus bisa bersandiwara agar semua rencananya berjalan mulus.

"Iya, Mas. Aku baik-baik saja," ujar Alyssa dengan senyum yang dipaksakan.

"Apakah masih sakit?" tanya Gio lagi sambil menatap ke area bawah Alyssa.

Alyssa terkesiap, bayangan bagaimana Gio meruda paksa dirinya kembali melintas di dalam benak Alyssa.

"Mm ... Masih sakit, Mas. Ya, masih sakit ...!" Alyssa menjawab dengan gugup. Dirinya masih takut jika Gio tahu kalau sudah tidak sakit maka akan melakukan hal itu lagi pada Alyssa.

"Jangan banyak bergerak dahulu, aku tidak ingin kau kenapa-kenapa. Maaf, jika aku berbuat kasar padamu," ujar Gio dengan tatapan mata yang sayu.

Di ruangan dengan ukuran 3×3 meter itu menjadi saksi seorang Gio mengucapkan kata maaf untuk pertama kali. Dalam sejarah hidup Gio, dia tidak mudah untuk mengucapkan kata maaf. Rasa tinggi hati karena memiliki harta yang melimpah membuat Gio jumawa.

Gio menyibak anak rambut Alyssa yang menutupi keningnya. Sejurus kemudian Gio mendaratkan kecupan di kening Alyssa itu.

"Apakah kau mau memaafkan aku, Alyssa?" imbuh Gio kemudian.

"A ... Apa maksudmu, Mas?" tanya Alyssa tergagap karena heran melihat sikap Gio yang tiba-tiba berubah menjadi lembut itu.

Gio tersenyum, lalu dia pun menggenggam tangan Alyssa dengan lembut.

"Aku ingin kau memaafkan aku, kita kembali? Dan kita akan menjadi suami istri pada umumnya. Aku tahu kau tidak suka jika dimadu, namun ... Jika aku menceraikan ketiga istriku yang lain, bagaimana mereka akan menghidupi anak-anak? Walau kau tahu mereka terbiasa tanpaku, namun mereka masih butuh kasih sayang seorang ayah."

Gio menunduk, wajahnya menunjukkan bahwa dirinya sangat menyayangi anak -anaknya.

Alyssa memutar bola matanya malas, dia sudah muak dengan wajah palsu suaminya itu. Jika benar Gio menyayangi anak-anaknya, untuk apa dia menikah dengan empat wanita. Bagai seorang raja, semakin banyak selir maka waktu yang selir itu dapatkan semakin sedikit.

"Aku akan mencoba untuk menjalani pernikahan ini, namun aku mohon mas tidak memaksakan kehendak seperti kemarin malam. Jika mas mau berjanji maka aku akan memikirkan ulang untuk tidak meminta cerai," ujar Alyssa dengan mengumpulkan semua keberaniannya.

Gio menatap tajam ke arah Alyssa. Gio tidak suka dengan kata-kata perpisahan. Walau sampai ujung dunia, Gio akan terus mengejar Alyssa. Apa yang sudah menjadi milik Gio, pantang baginya untuk disentuh oleh orang lain.

"Baiklah, aku akan menuruti permintaanmu! Tapi aku juga berharap kau menjalankan kewajiban mu sebagai seorang istri dengan baik, bagaimana?" tanya balik Gio.

Alyssa menelan kasar ludahnya mendengar perkataan Gio yang menusuk bagai pedang. Alyssa masih bisa merasakan kalau Gio sedang mengintimidasi dirinya.

Suasana menjadi tegang, Alyssa masih belum membuka suara. Alyssa berpikir jika dia menolak maka rencananya untuk balas dendam akan gagal, akan tetapi jika dia menerima, maka dia akan merasakan lagi penderitaan yang sama seperti saat ini.

"Mas, aku belum siap jika harus melayanimu seperti kemarin malam. Aku masih trauma Mas seluruh tubuhku rasanya masih sakit," ujar Alyssa beralasan.

Gio memindai tubuh Alyssa, meneliti apakah sang istri hanya pura-pura saja atau benar-benar masih sakit.

"Baiklah, aku akan menunggumu sampai kamu benar-benar sembuh, tapi ingat jika kau sudah sembuh dan menolakku maka tidak ada lagi toleransi ataupun simpati. Walaupun kau ingin bercerai dariku, tapi aku tidak akan pernah aku menceraikanmu atau membiarkanmu lepas dari genggaman tanganku!!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status