Hari ini aku pulang kampung, setelah kesibukan di kantor yang menyita waktu. Aku merindukan mama, ayah tiriku yang baik, dan Ali, adik tiriku.
Selesai memesan taksi online aku beralih ke laman status wa. Melihat status terbaru Alfonso.
Deg...
Seorang perempuan cantik dengan baju off shoulder sedang duduk di samping Kian. Sedang Kian selalu tampan dengan penampilan casualnya tengah menunjukkan sebotol bir yang ia teguk.
Hampir tiga bulan kami tidak pernah berkomunikasi dan aku telah menghapus nomernya. Karena aku ingin melupakan dan mengubur dalam-dalam kenangan kami.
Kian, dia sudah bahagia dengan yang lain. Dan aku harus ikhlas. Itunya kenyataan yang harus kut
Setelah pembicaraan penuh air mata itu, aku duduk di teras menunggu ayah pulang ngojek. Ini sudah jam sepuluh malam tapi ayah belum juga datang.Mereka yang awalnya begitu berkecukupan, bahkan ayah pula yang membiayai kuliahku hingga lulus. Kini, melihat keluarga baruku seperti ini, ada perasaan tidak tega membiarkan mereka hidup kurang layak.Lima belas menit kemudian ayah datang lalu aku yang membukakan pagar rumah."A.... Audrey?" Ucapnya terkejut."Malam ayah." Aku mencium tangannya."Ka...kapan datang nak?""Tadi siang. Ayah udah makan? Aku tadi beli lalapan buat ayah." Ucapku setenang mungkin.Ayah tampak kebingungan la
Siapa ciiin?" Tanya Anton setelah panggilanku dengan Alfonso berakhir."Teman kaya raya yang mau temenan sama cewek skutik kayak gue.""Serius? Sekaya apa emangnya?"Aku mengangguk lalu menunjukkan Instagram Alfonso beserta foto fotonya."Wiiih ini sih anak sultan cin. Kayah rayah, kalau kayak gini aku mau kali jadi simpenan dia." Celetuk Anton."Sayangnya dia nggak doyan terong Ton. Mending Lo cari cowok lain. Atau....."Aku melirik salah satu orang kejaksaan yang tidak jauh dari kami duduk sekarang."Najiiiissss!!!"Aku tertawa cekikikan. Pasalnya orang itu sudah beruban dan gendut. Sedang Anton adalah teman laki lakiku yang kemayu."Enak kali cin temenan sama Alfonso.""Enak Ton, dia pernah bayarin gue lihat konser Ed Sheeran gratis di kursi VVIP. Gila nggak namanya."***Sesampai di kos aku segera mandi dan mengirim lokasi kosku pada Alfonso.Karen
Drama yang kubuat dengan Alfonso tampaknya kurang meyakinkan. Kian tidak peduli dengan unggahan romantis kami. Namun bukan Alfonso namanya jika tidak bisa membuat Kian percaya. Untuk lebih meyakinkan, Alfonso mengirim sebuah kalung untukku. Lalu menyuruhku selfi dengan kalung itu. Alfonso begitu menyayangi Kian. Tapi Kian yang sudah buta akan cinta tidak peduli dengan persahabatan mereka dan penjelasan Alfonso. Jika sudah seperti ini, itu artinya Kian sangat mencintai Elea hingga ia melupakan persahabatannya dengan Alfonso. Membantu Alfonso hanya menambah luka di hatiku dan bodohnya aku telah mengiyakan permintaannya. Alfonso Al, ini terlalu mahal Al untuk sekedar akting. Jangan khawatir, itu gue beli di pasar malam kok. Wkwkwkwwk... Syukurlah... Kalo hilang gue nggak bingung ngembaliin. Sha, Lo setuju nggak tingkat tertinggi dari mencintai adalah mengikhlaskan dia bahagia bersama yang lain?! Kenapa Lo tanya gitu? Andai cewek yang gue taksir tau perasaan gue. Tapi sebenarnya
"What are you doing here Kian?""Ayo pulang dulu. Nanti gue jelasin."Aku mengendarai motor dan Kian dibelakangku dengan mobilnya. Mirip anak yang dikawal orang tuanya.Sambil berkendara, sekelebat ucapan Alfonso beberapa waktu lalu terbersit dan membuatku sedikit meradang."Namanya Elea, dia cewek yang ditaksir Kian.""Mereka bakal sulit bersama karena status sosial dan Kian seorang duda.""Gue dan Elea dijodohkan tapi gue nolak. Karena gue cinta sama perempuan lain.""Gue pengen Kian sadar kalau memperjuangkan Elea tuh nggak berguna. Bantu gue Sha."Sesampainya di kamar aku segera menghubungi Alfonso. Ia harus tahu kedatangan Kian, sekaligus memberiku saran harus berbuat apa."Apa Sha?""Al, Lo percaya nggak kalau Kian ada disini?""Maksudnya? Kian ada di tempat Lo?""Iya, dia tiba tiba nongol l
"Sha?"Aku terperanjat. "Ehm.....doakan yang terbaik untuk kami.""Ngelamunin apa? Takut Alfonso marah?"Aku menggeleng. "Alfonso nggak gitu kok Kian.""Gue salut Lo bisa percaya sama dia padahal kalian LDR.""Kunci hubungan itu bukan seberapa dekat jarak dengan pasangan, tapi seberapa kuat komitmen yang kalian bangun untuk tetap bersama. Tentang bagaimana saling mengisi kebahagiaan diantara hubungan kalian."Aku berkata demikian sambil menerawang membayangkan nasib pernikahan kedua orang tuaku yang berakhir kandas. Papa tidak bisa menjaga komitmennya dan akulah yang menjadi korban perpisahan mereka."Sha, Lo ada problem?"Aku menggeleng dengan senyum tipis."Sorry kalau gue nyinggung Lo.""It's okay Kian. Aku cuma keinget sama orang tua aja."Sampai di rumah makan, kami memesan makanan sesuai selera masing masing. Setelah itu obrolan kami mengalir lagi dengan membahas banyak hal sep
Seminggu berlalu sejak kejadian itu dan Alfonso baru menghubungiku hari ini. Dia sibuk dengan bisnis barunya. Bahkan kadang pesanku di balas dengan pesan yang pendek beberapa jam kemudian."Apa yang Kian katakan Sha?" "Dia susah banget dipancingnya buat jelasin hubungan kalian bertiga.""Kian emang cukup tertutup dengan masalah pribadinya. ""Al, kenapa Lo nggak terima aja perjodohan itu lalu minta maaf ke Kian? Dari pada kita beribet main drama kayak gini.""Sha, gue nggak suka sama Elea. Dia bukan tipe gue banget. Manja." "Gue tahu Lo cinta Elea. Tapi Lo takut jujur sama Kian.""Ngaco!""Terus siapa cewek yang Lo taksir? Kenapa nggak Lo tunjukin ke keluarga biar Lo nggak dijodohin?""Kita nggak bisa bersama karena dia nggak ada hati
"Audrey! Ada tamu!"Aku yang masih menikmati lelah di akhir pekan pun terlonjak kaget karena teriakan seorang teman kos."Demi Tuhan, siapa juga bertamu jam enam pagi kayak gini? Perasaan gue nggak ngutang ke bank." Gumamku dengan mata masih setengah mengantuk.Setelah mencuci muka, gosok gigi, dan mengikat rambut asal, aku menuju teras kos."Hai." Sapanya.Aku mengucek mata berkali kali karena kedatangannya, saat merasa tidak salah lihat barulah aku tersadar dengan baby dol pendek yang kupakai terlalu memalukan. Saat aku hendak berbalik dia menarik tanganku."Kemana?""Kamu tuh ya. Nggak kasih kabar dulu kalau mau kesini."Kian terkekeh. "Sorry. Mau jalan nggak? Mumpung akhir pekan."Aku menatapnya tidak percaya. "Serius? Kamu ketempelan setan dimana Kian ngajak jalan jalan?""Ini setannya." Tunjuknya di keningku."Iiiihh.... Manis gini dibilang setan?""Buruan ma
"Ayo." Kian kembali menarik tanganku menuju bibir pantai.Lalu menciprati wajahku dengan air laut tanpa persiapan. Aku hanya bisa menghalaunya dengan tangan dan melangkah mundur."Curang!!! Main jelek kamu!!""Lo nggak fokus! Ngelamun aja!"Tidak mau kalah, aku balik menciprati air ke arahnya."Rasain tuh basah."Kian malah menggunakan kakinya juga untuk membuatku lebih basah. Usilnya sangat keterlaluan sekali. Dan baru kali ini aku menyadari hal itu."Kian bego!!! Basah bajuku!!"Kian hanya tertawa lalu mencari arus gelombang yang lebih besar sembari menggandeng tanganku. Karena tenaganya lebih besar, rasanya percuma melepas cengkeraman tangannya."Kian!!! Aaaw...."Gelombang besar datang menghantam kakiku hingga sebetis. Membuat celana jeansku basah hingga setengah."Rasain nih." Kian kembali mencipratiku dengan air laut."Basah bego! Aku nggak bawa ganti!""Atasan kok dibilang b