Share

Menolak Perjanjian

Penulis: Rose Bloom
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-11 23:28:33

Semalaman Alan tidak bisa tidur, setiap hendak memejamkan kedua matanya dia selalu teringat akan Amira. Amira semakin jauh darinya, sudah dua hari dia tidak pulang ke rumah, ponselnya pun selalu tidak aktif. Alan mengira bahwa nomornya telah diblokir.

Alan berusaha untuk mengunjungi kantor tempat Amira bekerja, tetapi dia tidak pernah menemukan istrinya itu keluar dari gedung kantornya. Bahkan untuk bertemu dengan Luna saja dia sangat kesulitan. Alan sangat frustasi, entah ke mana lagi dia harus meminta bantuan.

“Bram?” celetuk Alan teringat oleh seseorang yang mungkin tahu keberadaan Amira. Namun, tidak mungkin Alan bertanya kepada Bram. Terakhir kali mereka berdua bertemu, antara Alan dan Bram terjadi pertengkaran kecil. Bertanya kepada Bram adalah kesalahan besar.

“Ke mana lagi aku harus bertanya?” lirih Alan juga mengacak rambutnya asal.

Alan mendudukkan dirinya di ujung ranjang, dia menggengam ponsel di tangan kanannya. Alan memejamkan mata, berharap bahwa sang istri menghubungin
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
tetep aja nafsu selangkanganmu alan dan pengkhianat byang sampah pd tempatnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Aku Bukan Satu-Satunya   Amira dan Bram

    Pagi yang hangat ini membuat Amira bersemangat. Dia sudah pulih, dan kini memutuskan tinggal dengan paman dan bibi untuk sementara sebelum kembali ke desa tempat orang tuanya tinggal, karena masih ada urusan yang harus Amira selesaikan di kota ini. Amira sudah berpikir panjang, dia akan hidup damai di desa bersama kedua orang tuanya dan demi kesehatannya agar bayi yang dikandungnya juga sehat. Kata dokter setres akan membuatnya dalam masalah, Amira tidak ingin egois karena dirinya sekarang adalah seorang ibu. Jadi, dia harus mengutamakan kesehatan bayinya. Pikiran Amira saat ini lebih tenang, dia mengesampingkan masalah-masalah yang terjadi padanya. Amira menutup semua akses Alan untuk menghubunginya, bahkan dia menyuruh paman dan bibi untuk tidak menerima Alan datang ke rumah ini."Apa kamu yakin mau berangkat ke kantor?" Bibi Hanum menahan tangan Amira karena khawatir keponakannya itu jatuh sakit lagi. "Iya, Nak. Paman antar saja ya, meskipun pakai motor itu lebih aman dari pada

  • Aku Bukan Satu-Satunya   Dari Hati ke Hati

    "Bisahkah kita bicara?" tanya Luna tanpa ekspresi. Bram hanya menganggukkan kepala. Setelahnya Luna berjalan lebih dulu dan diekori oleh Bram. Pria itu hanya diam, sebelumnya dia telah menyiapkan diri jika keadaan seperti sekarang ini terjadi. Bram akan terima sumpah serapah dari mantan kekasihnya itu, atau dia akan terima jika Luna memarahinya habis-habisan. Bram akui bahwa dirinya pria jahat yang telah mempermainkan hati seorang wanita yang sangat baik seperti Luna. Namun, disaat dia sadar bahwa dirinya salah Bram segera memutuskan hubungan mereka agar Luna tidak berharap banyak padanya. Tetap saja perpisahan mereka menciptakan luka yang amat besar di hati Luna. Di taman rumah sakit yang bunga-bunganya mulai bermekaran, dan cuaca pun mendukung kesejukan hari ini. Bram dan Luna diam sesaat sejak mereka duduk disalah satu kursi taman. Luna masih menyiapkan diri untuk mengungkapkan apa yang telah ia pendam sejak lama. Dan Bram pun kini sedang berkelut dengan pikirannya. "Aku...," u

  • Aku Bukan Satu-Satunya   Hati Yang Lapang

    "Dia sudah sadar," ujar Paman Amira yang masih setia berada di rumah sakit untuk menemani keponakannya itu.Alan dengan wajah bahagianya segera memasuki kamar inap yang ditempati Amira. Namun, dia tidak menemukan Amira di sana. "Amira di mana, Paman?" Paman Oki menunjuk arah di mana Amira berada. Alan segera menyusul, dia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sang pujaan hati. Dentuman detak jantung Alan bertalu begitu riang, seperti halnya dia akan bertemu dengan gadis yang baru ia temui untuk pertama kalinya. Waktu seolah melambat, desiran angin seolah menjadi musik pengiring langkah-langkah kaki Alan. Alan bisa melihat wajah pucat nan cantik itu dalam keadaan damai sedang menatap pemandangan di depannya melalui kaca jendela. Amira duduk di kursi roda, tubuhnya yang kurus membuat Alan seperti dihantam batu besar. Bukti bahwa Alan tidak bisa menjaga dan gagal memberikan usaha yang terbaik untuk Amira. "Amira," ucapnya lembut. Namun, sang pemilik nama masih enggan untuk menoleh.

  • Aku Bukan Satu-Satunya   Tidak Bisa Mengelak Lagi

    Pintu dibanting kuat-kuat !!!Dubraakkk....Sang empu rumah yang sedang berkumpul di ruang tengah terkejut mendengar suara debuman keras itu dari luar. Alan menghampiri seluruh anggota keluarganya dengan wajahnya yang memerah. Yang pertama kali menghampiri Alan adalah sang ibu, bersuara dengan nada lembut menenangkan untuk meredakan emosi Alan. "Ada apa, Nak? Datang-datang kok banting pintu?"Alan tidak menjawab, kedua manik matanya mencari sosok wanita yang ingin ia beri pelajaran. Kayla yang masih duduk di kursinya, bersembunyi dibalik punggung ibu Alan."Di mana Kayla?""Ada apa? Apa karena Amira lagi? Berulah apa lagi dia?" tanya Asna, kakak Alan yang seketika itu juga mendapat pelototan dari Alan. "Jaga ucapanmu, Mbak."Detik itu juga semua orang kebingungan. Kayla masih bersembunyi, perasaannya tidak enak. Tidak mungkin Alan tahu apa yang telah diperbuatnya, dia tidak perlu takut karena tidak ada bukti yang bisa menyudutkannya.Kayla berusaha bangkit, perutnya yang kian membes

  • Aku Bukan Satu-Satunya   Terungkap

    "Apa maksudmu?"Bram yang tidak sabar menarik kerah kemeja Sandi. Semua orang menunggu penjelasan dari dokter muda itu. Sandi memantapkan diri, dia menahan lengan Bram untuk mengendurkan cengekeramannya."Aku-aku yang memberitahu Kayla bahwa Amira sedang hamil.""Apa? Kita berusaha untuk menyembunyikannya. Mengapa kamu melakukannya?" Nada Luna mulai meninggi, dia tahu jika kehamilan Amira tersebar sahabatnya itu tidak akan aman. Keluarga Alan akan meragukan kehamilan Amira dan akan membuat Amira sangat sedih, begitu pula masih ada bayang-bayang Kayla yang selalu mengusik kehidupan Amira, arena itu kehamilannya dirahasiakan agar Amira bisa hidup dengan tenang. "Maafkan aku. Tujuanku agar Kayla sadar akan posisinya. Aku yakin bahwa Kayla yang merencanakan kecelakaan ini, karena kejadian sebelumnya juga ulah wanita itu.""Jangan mengada-ada, Kayla tidak akan melakukan kejahatan seperti ini."Hanum murka saat melihat Alan lebih membela istri keduanya. Jelas-jelas Amira sedang dalam keada

  • Aku Bukan Satu-Satunya   Kecelakaan

    "Kamu tidak ingin aku gendong? Apa kamu yakin bisa berjalan sendiri?"Kedua tangan Bram terentang seolah bersiap untuk membekap tubuh Amira yang lemah. Namun, Amira menggelengkan kepala, dia masih bisa berjalan hanya saja tubuhnya yang kurang sehat. "Aku masih bisa berjalan, Bram." Amira terkekeh kecil melihat Bram begitu khawatir padanya. "Apa kamu sudah menghubungi Luna? Jangan membuat dia risau."Amira menganggukkan kepala, dirinya begitu lemas hanya untuk membuka suara. Bram merangkul bahu Amira, meskipun menolak pria itu tidak mau melepaskannya. "Dia pasti sangat khawatir aku pergi tanpa izin darinya." Amira sudah membayangkan jika Luna akan memarahinya nanti setelah ada di rumah. "Dan lihat apa yang terjadi, aku menjadi lemah seperti ini." Amira memutuskan untuk tinggal sementara di rumah Luna, dia butuh teman, dia butuh Luna untuk menenangkan pikirannya. Dia juga tidak ingin paman dan bibinya semakin risau. Amira selalu membawa kesedihan bagi keluarganya, karena itu saat i

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status