Share

Aku Bukan Tulang Punggung
Aku Bukan Tulang Punggung
Penulis: Naka Turi

Suami malas

Part 1

"Mas, Beras habis gas juga habis! "

Ucap Kartika dengan wajah sedih, sementara suaminya-Bagas, yang sedang asik bermain game online di HP androidnya tanpa mau tahu beras dan gas sudah habis.

"Kamu ngutang dulu diwarung Uwak Midah dek, aku lagi gak punya uang" Sahut Bagas tanpa menoleh ke arah Kartika, ia malah sibuk melanjutkan permainan game onlinenya.

Laki laki berusia tiga puluh lima tahun itu, tak peduli saat kebutuhan rumah sudah habis, makanan tak ada sama sekali. Untuk bekerja saja ia malas, banyak sekali alasan yang ia buat, entah dimana naluri sebagai seorang Ayah dan suami dalam dirinya.

"Aku udah malu ngutang terus sama wak Midah Mas, hutang kemarin aja belum kita bayar, kamu malah suruh aku ngutang lagi, kerja dong Mas, jangan cuma main HP aja! " Rutuk Kartika kesal melihat suaminya yang malas bekerja.

"Sekarang lagi belum ada panggilan kerja, kalau udah ada pasti nanti aku kerja kok. udah deh, kamu jangan rewel"

"Kalau gak ada panggilan ditempat kamu kerja, kan kamu bisa cari kerja lain Mas, apa kamu gak kasihan lihat anak istrimu kelaparan begini? Kami mau makan apa Mas? Makan Cinta? "

Kartika begitu kesal, Laki laki yang dulu begitu membanggakan Cintanya itu dengan berani mengajaknya membangun rumah tangga, padahal laki laki itu belum mapan kerja pun masih belum jelas.

"Duh, kamu cerewet banget sih, Tika. Lagi pagi udah ngomel aja kerjaannya, apa gak ada kerjaan lain, hah? "

"Gimana aku gak ngomel, Mas. Di rumah beras habis, gas juga habis, kami mau makan apa? makan batu? " Kartika kesal melihat suaminya tidak bekerja sudah berhari hari, sementara dirumah beras dan gas sudah habis.

Bagas tak tahan mendengar omelan Kartika-istrinya, akhirnya ia bangkit dari rebahannya lalu dengan lantang berkata.

"Makanya kamu kerja dong, jangan aku saja yang kamu suruh kerja. Kalau beras habis ngomel ngomel saja yang bisa, bukannya bantu suaminya cari duit, malah ongkang kaki dirumah"

Dada Kartika bergemuruh mendengar ucapan Bagas, hatika sakit seperti diiris sembilu. Ucapan Bagas begitu menyakiti hatinya.

"Kalau kamu minta aku bekerja, baik. Aku akan bekerja. Tapi, ingat kamu harus jagain anak anak dirumah, dan kamu kerjakansemua pekerjaan rumah setiap hari. Seperti yang ku lakukan selama ini. " Balas Kartika mencoba meredam amarah dihatinya.

"Oke. Siapa takut? " Bukannya mencari pekerjaan, Bagas malah menuntut Istrinya supaya bekerja.

Suami macam apa itu? Meminta istrinya bekerja.

Mendengar jawaban sang suami, Kartika merasa salah memilih suami. Suami macam apa yang tega meminta istrinya bekerja, sedangkan dia malah asik rebahan sambil main HP.

Kartika dalam hati merasa tertanrang dengan tuntutan sangat suami.

'Jika itu mau kamu baiklah Mas, aku akan bekerja, tapi kamu harus ingat, setelah aku punya uang, aku tak mau punya suami pemalas sepertimu Mas' batin Kartika memendam keinginan kuat agar segera memiliki pekerjaan.

Kartika segera pergi meninggalkan Bagas yang masih sibuk dengan gawainya.

Kartika hendak mendatangi warung Wak Midah yang berjarak sepuluh meter dari rumahnya. Ia ingin berhutang seliter beras dan sekilo telur pada pemilik warung tersebut. Namun, mengingat hutangnya yang sudah menumpuk, ia urungkan niatnya. Rasa malu masih dipegangnya, dimana mukanya jika ia masih berani berhutang sedangkan hutangnya yang kemarin sudah ratusan ribu.

Akhirnya ia berbelok haluan, dengan sepeda bututnya ia mengayuh menuju rumah orang tuanya yang berada dikampung sebelah.

Dua anaknya masih berada disekolah, si sulung berumur delapan tahun bernama Zahara, ia masih duduk dikelas dua SD, dan yang bungsu bernama Adit, berumur enam tahun berada dikelas satu SD.

Biasanya jam sebelas mereka sudah pulang sekolah, Kartika akan menjemput kedua anaknya dengan sepeda bututnya itu.

Namun, jam masih menunjukkan pukul 10.00 pagi, masih ada waktu bagi Tika untuk mendatangi rumah ibunya dikampung sebelah yang tak berada jauh dari rumahnya.

"Assalamu'alaikum Mak." Kartika mengucap salam ketika tiba dirumah Emaknya, Bu Fauziah.

"Waalaikumsalam, Tika. Masuk nak" Sahut Bu Fauziah dari dalam rumah, beliau kebetulan sedang memasak.

"Mak, lagi masak ya? Harum sekali baunya sampai tercium diluar"

Niat hati Kartika ingin meminta sedikit beras pada emaknya, namun ia merasa sungkan.

"Iya, Mak masak sayur lodeh. Nanti kamu bawa pulang ya. Taruh yang banyak, si Adit suka sekali sayur lodeh buatan emak"

"Iya Mak, emm.. Tika boleh minta sesuatu gak Mak" Ada rasa malu dalam hati Tika saat hendak meminta beras pada emaknya.

Meskipun Bu Fauziah ibu kandungnya, tapi Kartika tak bisa menampik jika ia sungkan meminta pada orang tuanya, ia tak mau jika orang tuanya tahu kalau ia sedang kesusahan, apalagi jika emaknya tahu dirumahnya tak ada sebutir beras pun, ia khawatir emaknya akan ikut susah dan berpikiran yang tidak tidak untuk menantunya.

"Ada apa Tika? Katakan pada emak, apa ada masalah dengan Bagas? " Emak menebak isi pikiran Kartika.

Emak sebagai seorang ibu dan juga seorang wanita memiliki naluri yang kuat oada anaknya. Meskipun kartika belum berbicara, seolah emak Fauziah tahu anaknya pasti sedang kesusahan.

"Emak.. Tika boleh minta beras seliter aja Mak nanti Tika ganti"

Hampir saja menetes air mata emak Fauziah, sembilan tahun anak perempuannya-Tika menikah, barulah hari ini dia mendengar anaknya meminta beras.

'Ya Tuhan, kesusahan apa yang dibuat Bagas sampai anakku meminta beras padaku' batin emak Fauziah menjerit, namun ia tahan sekuat hati didepan anaknya.

"Sebentar ya Nak... " Emak Fauziah mematikan kompor, lalu beranjak mengambil plastik kresek yang disimpan rapi didalam karung, lalu di ambilnya beras dari dalam kuali tempat emak menyimpan beras.

Meskipun emak Fauziah tidak bekerja, tapi setiap bulan anak anaknya rutin memberi beras dan uang untuk beliau, walau emak seorang janda tapi ia tak pernah kekurangan beras dan uang.

"Ini nak, ambillah, tak usah kau ganti," Emak mengambil dompet dari dalam bajunya, lalu menarik uang berwarna biru selembar " Ini juga, ambillah. Beli apa yang bisa" Emak menyelipkan selembar uang berwarna biru ditangan Tika.

Tika hendak menangis, namun ia tahan sekuat tenaga. Ada rasa haru bercampur sedih, ia merasa begitu besar kasih dan sayang dari emaknya meskipun kini ia sudah jadi istri orang.

"Makasih Mak... " Tika tidak dapat melukis bagaimana perasaannya saat ini. Hanya kata itu yang bisa ia ucapkan. Ingin sekali ia memeluk dan merangkul erat emaknya dan mencurahkan segala beban dihatinya.

Tapi ia tak kuasa, ia tak mau menambah beban emak yang sudah tua. Ia tak mau emak tahu sesulit dan sepahit apa rumah tangga yang ia jalani sekian tahun bersama Bagas.

"Tak usah bilang begitu Nak, jika kamu sedang susah bilanglah pada emak, jangan sungkan. Emak memang tak bisa kasih banyak, tapi setidaknya emak tak pernah kekurangan uang, abang dan kakakmu selalu memberikan emak hasil gaji mereka setiap bulan"

"Maafkan Tika Mak, seharusnya Tika lah yang memberikan emak uang dan beras, tapi sekarang justru Tika yang.... "

"Ssstttt... " Emak meletakkan jari telunjuk dibibir Tika, emak tak mau melihat kesedihan diwajah anak perempuan bungsunya itu.

"Jangan bicara begitu nak, rejeki setiap anak berbeda beda, ada yang diatas dan ada yang dibawah. Emak tidak pernah membedakan kalian, emak tahu bagaimana kondisi rumah tangga kalian, emak maklum"

Ada segurat senyum mengembang diwajah Emak. Entah senyum apa itu, yang pasti Emak ingin anaknya tidak menangis.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Askania
semoga nanti kamu bisa kaya tika
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status