Share

Bab 6

Penulis: Ipak Munthe
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-23 13:58:43

Ayunda kini menuju meja makan.

Perutnya sudah sangat lapar karena ternyata sejak pagi tadi belum makan sama sekali.

Hanya saja, ia terkejut menemukan Erwin sudah kembali.

Bahkan, David juga ikut makan malam bersama!

"Yunda, duduk. Malam ini kita akan makan malam dengan tamu istimewa," ucap Wina.

Ayunda pun hanya bisa mengangguk pelan menurut pada ucapan ibunya itu.

Dia memilih duduk di samping Erwin dan berhadapan dengan David.

"Ayunda, isi piring suamimu," ucap Wina lagi mengingatkan Ayunda akan kewajibannya sebagai istri.

Ayunda kembali menganggukkan kepalanya sambil bergerak untuk mengisi piring Erwin.

Isi pikirannya terlalu banyak, hingga dia tidak bisa melakukan apapun tanpa diperintahkan.

"Entah kapan kita dilayani istri, ya?" keluh Zidan.

"Semoga kalian juga segera nyusul, kemudian punya anak. Tidak sabar menunggu hari kelahiran calon cucu dari Ayunda dan Erwin," ucap Wina sambil tersenyum pada sang anak.

Deg!

Jantung Ayunda seketika berdetak lebih kencang dari biasanya.

Calon cucu dari Ayunda dan Erwin katanya?

Tanpa sadar, wanita itu tersenyum getir.

Seandainya keluarga itu tahu bahwa janin di dalam rahim Ayunda–milik tamu istimewa mereka….

"Oh, iya, David. Apakah kamu sudah menikah?" tanya Wina membuka pembicaraan kembali.

"Dia ini tidak sulit mencari jodoh, karena sejak kecil sudah punya tunangan," timpal Zidan.

"Benarkah? Kalau begitu itu bagus," kata Wina lagi.

"Saat Ayunda menikah kamu tidak hadir, apa Zidan tidak memberitahu?" tanya Dirga ikut menimpali pembicaraan.

David pun menatap wajah Ayunda, tapi wanita itu tampak sibuk dengan makanannya.

Bahkan, sudah berdiri dari tempatnya?

"Ma, Yunda pergi dulu ya," pamit Ayunda setelah berhasil menyelesaikan makannya dengan cepat.

"Lho, kamu sudah selesai makan?" Wina bingung karena selama ini anaknya itu cukup lama dalam menghabiskan makanannya, tapi tidak dengan malam ini.

Hanya saja, Ayunda langsung mengangguk dan pergi.

Dia memang sengaja makan secepat yang ia bisa karena tak sanggup berlama-lama menatap David.

Wanita itu bahkan gegas menuju balkon kamarnya dan terduduk memikirkan semua.

Mengapa rasanya begitu berat?

Drap!

Suara derap langkah kaki Ayunda pun segera mengusap wajahnya yang basah karena air mata.

Ia kemudian mencari asal suara dan mengira itu adalah Erwin.

Dirinya mempersiapkan diri untuk membicarakan hubungan antara suaminya dan sahabatnya.

Ayunda bahkan berjanji akan menjadi istri seperti yang diinginkan oleh Erwin.

Anggap saja, semua impas.

Hanya saja, siapa sangka yang datang menghampirinya adalah David?

Kedua lutut Ayunda bergetar karena keterkejutan, bahkan sampai tidak bisa berkata-kata untuk sejenak.

David pun mulai menatap perut buncit Ayunda dengan penuh kebencian.

"Untuk apa kamu masuk ke kamarku?!" tanya Ayunda dengan suara bergetar.

Seketika dia khawatir.

Bagaimana jika ada yang melihat kejadian ini?

Dia bisa mendapatkan masalah nantinya jika dituduh berselingkuh.

Sayangnya, David justru tampak tersenyum miring mendengar pertanyaannya. “Kenapa? Kau takut?”

"Pergi kamu dari sini bajingan!" ucap Ayunda dengan suara bergetar hebat karena menahan rasa bencinya.

"Aku bajingan?" tanya David dengan senyuman miring.

Ayunda pun mundur selangkah demi selangkah untuk menjauh dari David.

Tapi, pria itu semakin berjalan ke arahnya membuat Ayunda semakin ketakutan bukan main.

"Atau aku akan berteriak keras dan mengatakan bahwa kamu yang masuk ke kamarku?" ancam Ayunda.

"Sejak kapan kau melarangku masuk ke dalam?" sinis David.

Kini kedua tangannya berada di pinggangnya, dengan tatapan mata yang mengarah pada perut buncit Ayunda.

"Maksudmu apa?"

David pun mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban, dia rasa Ayunda bisa mengerti dengan maksudnya.

"Pergi!" usir Ayunda tak hentinya.

"Bukankah kau begitu hebat menggodaku dulu?” ejek David, “Ataukah suamimu tahu kamu tidak lagi suci?"

"Hentikan omong kosongmu!" ucap Ayunda penuh penekanan, tapi saat itu air matanya pun menetes begitu saja.

Dalam hati, Ayunda bertanya-tanya kenapa bisa pria ini berbicara demikian padanya?

Bukankah seharusnya meminta maaf padanya?

Namun, David tampak tak peduli dan terus berjalan mendekatinya. "Ck! Bukankah Kau masih belum mengucapkan terima kasih atas pertolonganku tadi?”

Ayunda terdiam.

Kini jarak keduanya hanya berjarak beberapa senti saja.

Rasanya sangat tak nyaman bagi Ayunda, bahkan deru nafas David pun terasa hangat menyentuh telinganya.

"Bukankah di atas ranjang itu kau menggoda ku?" ejek David.

Glek.

Ayunda pun meneguk saliva dengan pahit mendengar ucapan David.

"Kau tidak akan pernah bahagia, itu janjiku," bisik David.

Ayunda terkesiap.

Wanita itu bahkan tak mengerti mengapa bisa David berkata demikian seakan dirinya adalah seorang penjahat.

Tiba-tiba saja, terasa janin di dalam rahimnya kembali bergerak.

"Menjauh! Dasar tidak waras!" maki Ayunda sambil mendorong dada David.

Hanya saja, tangan David tak sengaja mengenai perut Ayunda–bersamaan gerakan janin tersebut.

David terdiam sejenak karena merasa sesuatu entah apapun itu.

"Kenapa kamu menikah dengannya?" tanya pria itu tiba-tiba.

"Karena kau miskin!" balas Ayunda dengan lantang membuat suasana menjadi tegang.

Wanita itu hanya ingin semuanya berakhir dan David pun segera pergi dari kamarnya, rumahnya, dan hidupnya.

Dia tak mau lagi melihat laki-laki tidak bertanggung jawab itu!

“Kau….” desis David tak percaya apa yang didengarnya.

Perasaan panik mulai melanda Ayunda. Dia pun merasa sakit pada perutnya.

"Sssssssstt," lenguh Ayunda sembari duduk di lantai.

Dipegangnya perut yang terasa sakit.

Hanya saja … bersamaan dengan itu, pintu kamarnya terbuka dan menampakkan Erwin di sana!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Thuah Nurfaizah
good for experience
goodnovel comment avatar
Anonim
this is most beautiful
goodnovel comment avatar
Anonim
waw this is amazing but different, iread for love not for men
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 294

    Tere sendiri tidak yakin bisa makan nasi, tapi anehnya dia juga tidak bisa menolak tawaran Zidan. Manisnya, ini adalah impian yang tak mungkin dia lewatkan begitu saja. Ketika itu dia pun turun dari ranjang, kemudian dia mulai berjalan ke arah kamar mandi tapi dia malah menyenggol rokok Zidan yang diletakkan asal di atas meja. Tere pun perlahan berjongkok dan mengambilnya, ternyata bertepatan dengan Zidan yang masuk ke dalam kamar. Tapi mata Zidan tertuju pada tangan Tere yang memegang rokok miliknya. Tere pun tersadar dan cepat-cepat meletakkan kembali pada meja. "Tadi nggak sengaja kesenggol, Tere ambil lagi, maksudnya mau meletakkan pada meja lagi..." katanya dengan perasaan was-was. Dia takut Zidan mengira dia kembali merokok seperti dulu. Zidan pun mengangguk dan kembali melanjutkan langkah kakinya mendekati Tere. "Ini sarapannya, kita makan ya," kata Zidan. Tere pun mengangguk cepat, dia takut Zidan marah padanya. "Sini," Zidan punn menepuk sofa kosong di sam

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 293

    Keesokan harinya Zidan benar-benar telah mempersiapkan semuanya, awalnya rencana ini sudah dia simpan. Tapi ternyata menimbulkan kebimbangan di hati Tere. Dengan keadaan saat ini Tere membutuhkan ketenangan, diyakinkan sehingga dia pun memilih untuk mempercepat semuanya. "Mas, Tere minta maaf karena udah salah paham. Tere nggak papa kok nikah resminya abis lahiran aja," kata Tere yang merasa tidak enak. "Enggak, kita menikah resmi sekarang saja. Aku takut kamu terbebani lagi. Setelah kamu lahiran kita akan membuat resepsi saja agar orang-orang tahu kamu istriku," papar Zidan. Tere pun akhirnya diam saja dan menurut, karena Zidan benar-benar telah memutuskan semuanya. Mereka menikah di rumah masa kecil yang telah dibeli oleh Zidan, bahkan rumah tersebut dijadikan sebagai mahar. Awakmu Tere tak percaya tapi begitulah adanya ketika mendengar ucapan sakral pernikahan didepan penghulu. Sah.. Sah... Sah... Suasana terasa sangat hangat, Tere merasa Zidan benar-benar menci

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 192

    "Kamu tukar, Mas?" tanya Tere tak percaya. "Iya, aku tukar soalnya kamu nggak mau hamil anak ku." kata Zidan. "Nggak gitu, Mas..." Tere pun menggelengkan kepalanya dengan cepat. Dia juga mendadak bingung setelah mendengar ucapan Zidan. "Terus apa?" "Aku takut kamu nggak peduli sama aku lagi, aku juga takut sewaktu-waktu kamu menceraikan aku. Aku nggak mau anak ku nggak bisa punya keluarga utuh..." Tere pun menatap wajah Zidan, dia menunggu Zidan bersuara. Tapi Zidan hanya diam saja seakan masih menunggunya untuk berbicara. "Pernikahan kita hanya siri... tidak ada yang boleh tahu, aku juga takut kamu menceraikan aku saat hamil, sudah pasti orang mengira aku hamil tanpa suami... gimana nasib anak ku..." lanjutnya. Zidan langsung saja memeluknya, ternyata Tere begitu terbebani dengan keadaan mereka saat ini. "Sebenarnya aku ingin menikahimu secara resmi, aku punya rencana, setelah pekerjaan ku selesai di luar kota kita akan menikah resmi, tapi waktu itu aku tahu kamu ha

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 291

    "Mas, istirahat duluan aja ke kamar," katanya. Sambil mencari pegangan, dia berusaha untuk tetap tenang saat rasa sakit yang kian semakin terasa. "Darah?" Zidan juga terkejut melihatnya. "Duluan aja, Mas. Nanti aku nyusul," kata Tere lagi dengan suara tenang. Tapi Zidan tidak mungkin pergi seperti yang dikatakan oleh Tere. Dia segera melarikan Tere ke rumah sakit. Namun, Tere terlihat hanya diam saja sambil duduk di samping Zidan yang mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Terlihat Zidan sangat pamit, tapi Tere tak ingin salah menilai sikap Zidan. Kini rasa sakitnya seakan sudah menjadi makanannya sehari-hari, hingga dia terlihat begitu tenang. Dia harus tenang agar janinnya tetap terselamatkan, meskipun sepertinya keadaannya sekarang sangat buruk. Dia harus bisa menahan semuanya sendirian, tak mau mengungkap rasa sakitnya karena dia sadar tak ada tempat untuknya berkeluh kesah. Bahkan ketika tiba di rumah sakit pun dia hanya diam saja. "Saya sudah berulang

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 290

    "Anda tidak boleh stress, lakukan sesuatu yang bisa membuat anda bahagia. Selagi itu positif tidak ada salahnya" Tere masih bisa mengingat apa yang dikatakan oleh sang dokter, keadaan rahimnya tidak seperti wanita pada umunya sehingga kesempatan untuk hamil lagi setelah ini pun terbilang sangat kecil. Rahimnya sudah lemah akibat obat terlarang yang sempat menguasai dirinya, keguguran yang dia alami sungguh menjadi ancaman buruk bagi dirinya. Dia harus bisa tenang untuk mengendalikan dirinya, dia berusaha untuk tidak panik dengan mencuci wajahnya beberapa kali. Bahkan tangannya terlihat bergetar hebat ketika membawa air untuk mencuci wajahnya. Dia menahan air mata agar tidak lagi menangis dan berharap bisa tenang. Tapi dobrakan pintu membuatnya menjadi seperti melayang karena syok dan dia pun mulai kehilangan kesadarannya. "Tere!" teriak Zidan ketika menyadari Tere mulai kehilangan keseimbangannya. "Tere, apa kamu baik-baik saja, Tere, bicara," kata Zidan sambil mengang

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 289

    Hari mulai larut dan Tere pun keluar dari kamar, sedangkan Zidan duduk di pos satpam untuk memastikan Tere tidak bisa pergi sendiri di hari yang sudah larut ini. Tak lama kemudian Tere pun terlihat berjalan ke arah pintu gerbang. Cepat-cepat Zidan pun menyusulnya bermaksud untuk menahannya agar tidak sampai keluar sendirian lagi. Tapi ternyata ada seorang pria pengantar makanan di sana. "Tere?" kata pria tersebut. Tere pun memperhatikan wajah pria itu, kemudian dia pun tersenyum karena mengenalinya. "Yudi?" kata Tere. "Apa kabar?" tanya Yudi sambil memberikan makanan padanya. Tere pun menerimanya, "Aku baik, kamu apa kabar?" "Baik juga, ini rumah kamu?" tanya Yudi sambil melihat rumah besar di hadapannya. Tere pun menggelengkan kepalanya, "Aku pembantu di sini," kata Tere. Degh! Jantung Zidan terasa berdetak kencang mendengarnya, dia yang berdiri tak jauh di belakang Tere merasa kesal. "Nggak mungkinlah, aku tahu kamu itu anak orang berada," kata Yudi sambil

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status