Share

Bantuan dari Bu Intan

Author: OptimisNa_12
last update Last Updated: 2024-02-09 14:31:14

Bab 3 Bantuan Dari Bu Intan 

Tak perlu menunggu lama, balasan dari Ayuk pun datang. 

[Besok ya kita ketemu bos ku] 

[Iya, siap] 

Tak henti-hentinya aku berucap syukur. Lalu meminta hatiku untuk berhenti merasa sakit. Karena dengan bantuan Bu Intan, semoga saja apa yang aku usahakan ini akan menjadi langkah awal diriku memulai kehidupan baru yang lebih baik. Serta menjadi jalan untuk ku membalikkan kehidupan orang-orang licik seperti mereka. 

***

"Nana!" 

Aku terperanjat mendenger panggilan dari Bu Ria. Segera aku menemui ibu mertuaku itu yang kini sedang sibuk menghitung uang di meja kasir. 

Yaa begitulah. Meski kesehariannya sama dengan ku, tetapi wanita yang telah melahirkan Mas Indra itu hanya menghabiskan waktunya duduk manis di depan meja kasir. Jarang sekali ia membantuku sekalipun keadaan warung sedang ramai-ramainya. 

"Iya, Bu?" tanyaku. 

Tanpa menoleh dan tetap sibuk dengan lebaran-lebaran rupiahnya, ibu mertuaku itu pun berkata," Bu Intan pesen dua mie ayam. Cepet kamu buatkan dan antar ke tokonya."

Aku mengangguk lalu berlalu menuju gerobak mie ayam yang memang berada di area depan warung. Bersegera menyiapkan pesanan dari Bu Intan, yang mana aku yakini ini adalah alasan beliau supaya aku bisa menemuinya tanpa dicurigai ibu mertuaku. 

"Nana tinggal dulu, Bu," pamitku setelah menyelesaikan pesanan milik Bu Intan. 

Aku pun bergegas ke luar warung. Tak sabar rasanya ingin bertemu malaikat penolongku. 

"Jangan lama-lama!" teriak Bu Ria, padahal aku sudah sedikit jauh dari warungnya. 

***

"Assalamualaikum," ucapku seraya membuka pintu toko milik Bu Intan. 

Terlihat dari dalam Ayuk berjalan ke arahku. 

"Wa'alaikumsalam, masuk, Mbak. Bu Intan udah nunggu di dalem," kata Ayuk. 

Sembari membawa sebuah kantong plastik berisikan dua bungkus mie ayam, aku terus mengikutin langkah gadis berhijab paris itu. Menyusuri jalan yang di kanan dan kirinya dipenuhu berbagai model pakaian muslimah yang tergantung di rak.

Sampai akhirnya aku tiba di hadapan Bu Intan yang sedang duduk bersantai di meja kerjanya. 

"Taruh di sini aja, Mbak, mie ayamnya." Ayuk menunjuk ke arah meja tempat Bu Intan berada. 

"Iya, Yuk," balasku. 

Aku menaruh mie ayam seperti yang diinstruksikan temanku itu. Lalu, ikut duduk di sampingnya, menghadap ke tempat di mana Bu Intan berada. 

"Bagaimana kabarmu? Sudah baikan?" tanya Bu Intan sambil meletakkan benda pintarnya. 

"Alhamdulillah, Bu," jawabku sambil menyunggingkan senyum manis. 

Bu Intan mengangguk-anggukan kepalanya pelan. "Saya sudah dengar masalahmu dari Ayuk. Sungguh disayangkan Bu Ria dan Indra setega itu sama kamu. Padahal selama ini saya kenal mereka begitu baik," ujar Bu Intan yang tampak kecewa. 

Aku tersenyum tipis mendengar ucapan dari Bu Intan barusan. 

Bu Intan dan Bu Ria sendiri memang sudah cukup lama saling mengenal. Tepatnya semenjak Bu Intan membuka tokonya di daerah sini, yang kemudian menjadi salah satu pelanggan di warung mie ayam ibu mertuaku itu. 

"Saya akan bantu kamu sebisa saya. Bukan berarti saya mendukung rencana balas dendam kamu. Saya hanya ingin mendukung kamu sukses dan terlepas dari keluarga licik seperti mereka." Bu Intan menatapku dengan serius. 

"Iya, Bu. Terima kasih banyak atas bantuannya," balasku sambil tersenyum sungkan. 

"Tapi ... kalau bisa, lebih baik kamu fokus membangun usahamu. Jangan menyimpan rasa dendam, karena itu tidak dibenarkan dalam agama. Tunjukkan saja pada mereka kalau kamu bisa sukses tanpa mereka. Dengan begitu, tanpa kamu membalas dendam pada mereka, mereka pasti sudah terkena imbasnya," ujar Bu Intan sambil tersenyum. 

Aku mengangguk pelan. Menyadari betul nasihat yang diberikan Bu Intan tersebut baik untukku. Balas dendam memang tidak dibenarkan. Namun, entah mengapa hatiku masih ingin menolak hal tersebut. 

Bu Intan kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang berada di kursi sampingnya. 

"Ini kunci rukonya. Kamu bisa memulai usahamu kapan saja. Jangan pikirkan soal uang sewa. Marketingnya kebetulan masih saudara dengan saya. Jadi, kamu tenang aja," papar Bu Intan. 

"Ya Allah ... terima kasih banyak, ya, Bu," kataku. Sungguh, aku merasa sangat berutung bisa bertemu dengan Bu Intan. Selain cantik, pintar, sholeha, beliau juga baik pada setiap orang. Masyaa Allah. 

Bu Intan menyentuh jari jemariku yang berada di atas meja. "Saya percaya kamu orang baik." 

Aku hanya bisa mengulas senyum tipis mendengar ucapan Bu Intan barusan. Hati mendadak merasa sedih dan hampir saja air mataku terjatuh lantaran terharu dengan kebaikan dan kepercayaan yang diberikan wanita berhijab panjang tersebut. 

Sampai tiba-tiba terdengar suara dari arah luar yang memanggil namaku. 

"Nana!"

Seketika kami bertiga menoleh ke arah sumber suara. Ternyata sudah ada Bik Inah yang membuka setengah pintu dan melongokkan kepalanya ke dalam toko. 

"Maaf, permisi, ya, Bu." Dengan tergesa-gesa aku beranjak dari tempat duduk ku. Bersamaan dengan itu wanita berkulit putih depanku itu langsung melepaskan tangannya dari tanganku. 

Aku berjalan cepat menuju luar. 

"Lama banget, sih!" omel Bik Inah. Lalu menutup pintu toko yang terbuat dari kaca itu. 

Aku dan Bik Inah berjalan berdampingan kembali ke warung. Dan di saat itu juga lah Bik Inah tak henti-hentinya mengomeliku karena terlalu lama berada di toko milik Bu Intan. 

"Iya, maaf, Bik. Soalnya tadi aku dapet berita seru, jadi saking asyiknya sampai lupa waktu, deh," ucapku sambil terkekeh. Dan seketika itu Bik Inah menghentikan langkahnya. 

"Berita seru? Apaan?" Bik Inah tampak penasaran. 

Aku terdiam. Sengaja tak langsung menjawab pertanyaan dari Bik Inah. 

"Eeee, malah diem!" sungut Bik Inah. 

"Ck! Ada lah, Bik, pokoknya." Aku pun berjalan meninggalkan Bik Inah. 

"Nana!" seru Bik Inah, lantas berjalan mengekor di belakangku. 

Tepat di depan warung, langkahku mendadak terhenti tatkala aku melihat keberadaan Tiyem yang berada di salah satu meja pelanggan. Ia tak hanya sendiri, tetapi bersama dengan dua orang pegawai salonnya. 

Dan aku semakin terkejut ketika kemunculan Mas Indra dari dalam warung dan langsung bergabung bersama Tiyem dan lainnya. Mereka semua tampak asyik mengobrol seakan tak ada aku di dunia mereka. Ekspresi yang hampir sama ketika acara pernikahannya kemarin pun mereka tunjukkan. 

Aku terdiam, mematung menatap nyalang lurus ke arah wanita berparas setan itu. Perasaan yang tadinya sedih kini telah bangkit. Sekarang, menghancurkan usaha Tiyem telah menjadi salah satu targetku. 

"Aduh!"

Aku meringis karena tubuh gempal Bik Inah menabrakku. 

"Makanya jangan ngelamun," ucap Bik Inah tanpa bersalah. Lalu tetap melangkah masuk ke dalam warung. 

Bersamaan dengan itu, Mas Indra dan lainnya akhirnya menyadari keberadaanku. Termasuk Bu Ria, yang lagi-lagi masih sibuk dengan uangnnya. 

"Nana." Mas Indra hendak beranjak dari tempatnya, tapi terhenti ketika ibunya bersuara. 

"Nana, cepet buatin mie ayam tiga porsi!" perintah ibu mertuaku dari meja kasir. 

"Tambah satu, ya, Na," ujar Mas Indra. Yang mana aku yakin, satu porsi itu lantaran ia pasti ingin ikut makan bersama istri barunya. 

"Iyaa ...," jawabku dengan suara lemah. Lantas berjalan ke arah gerobak yang tak jauh dari ku seraya menatap tajam ke arah Mas Indra yang malah ikut memerintahku dan bukannya membantuku. 

Di momen itu, aku melihat jelas perubahan suamiku. Wajar, mungkin karena sekarang bukan aku lagi yang mengisi hatinya. Tak apa, toh, setelah ini aku akan berpisah dengannya. 

"Tunggu saja, Mas. Pernikahan keduamu ini adalah langkah awal menuju kesuksesanku."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Dan Pengkhianatan Suamiku   TAMAT

    Part 20 TAMAT"Aku gak mau basa-basa, to the poin aja, mau apa kamu ke sini?" tanya ku pada Mas Indra. "Na, Mas ke sini mau bilang—""Bilang apa? cepetan, aku gak ada waktu!"tukas ku masih tetap memasang wajah cuek. "Mas minta maaf ya sama kamu."Aku tertawa kecil seraya menatap tajam sebentar ke arah Mas Indra. "Gak usah minta maaf—""Tapi, Na," tukas Mas Indra yang membuat ku menoleh ke arahnya. "Mas banyak salah sama kamu. Jadi sudah seharusnya Mas minta maaf ke kamu."Aku menghela napas kasar. "Udah ya, Mas, Nana capek sama semua drama ini.""Drama? maksud kamu?" timpal Mas Indra. Kamu menatap serius ke arah pria di hadapan mu itu. "Mas, aku udah tau ya hubungan kamu sama Tiyem itu gimana."Mas Indra terkejut mendengar ucapan ku barusan. Ekspresinya yang tadi tampak melas pun mendadak berubah gelisah disertai keringat yang mulai membasahi wajahnya. "Kalian udah nikah, kan?""Na, Mas minta maaf ya," ucap Mas Indra cepat. "Aku bilang Mas gak perlu minta maaf!""Nana ...."Aku

  • Aku Dan Pengkhianatan Suamiku   Mulai Terang-terangan

    Bab 19 Mulai terang-terangan "Mulai sekarang kamu bukan menantuku lagi!" Seketika aku menoleh ke arah Bu Ria dan Mas Indra yang menatapku dari teras rumah. "Aku juga udah gak sudi punya mertua kayak kamu!" balasku, lalu melajukan sepeda motorku. Karena sudah terlanjur diusir, kini tak ada lagi yang perlu aku tutup-tutupi perihal usahaku. Benar, setelah diusir dari rumah mertua ja*ha*nam itu, aku melajukan sepeda motorku ke arah ruko tempat aku jualan. Tentu saja tanpa memedulikan Bu Ria ataupun Mas Indra yang masih memperhatikanku dari teras rumah mereka. "Mbak Nana!" seru Lia yang melihatku tiba-tibadatang dengan membawa banyak barang. Mendengar seruan dari Lia barusan, membuat sahabatku Rika juga muncul dari dalam ruko. Ria berjalan menghampiriku dengan raut wajah terheran-heran sekaligus tak menyangka. "Kamu diusir, Na?" tanya Rika. Entahlah, sudah jelas aku membawa koper dan juga banyak barang, kenapa masih ada pertanyaan seperti itu. Aelah Rika. "Tolong bantuin dong,"

  • Aku Dan Pengkhianatan Suamiku   Di Usir

    Bab 18 Di UsirMendapati hal tersebut aku hanya tersenyum senang. Benar-benar merasa di atas angin lantaran pihak musuh yang akhirnya membutuhkanku. Sampai tiba-tiba panggilan telepon dari Mas Indra kembali masuk. Karena penasaran dengan apa yang ingin dikatakan suamiku itu, aku pun mengangkat panggilannya tersebut."PULANG!!!" bentak Mas Indra tepat setelah aku menerima panggilannya.Terkejut. Jelas aku terkejut karena dari satu kata yang keluar dari mulut pria jelek itu membuatku langsung naik pitam. Apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan sehingga membentakku seperti itu? mungkinkah karena aku pergi tanpa pamit?"Gak usah teriak, Mas, aku gak budeg!" balasku. Enak saja mau marah-marah tak jelas."Alah udah lah! mending kamu pulang sekarang atau kamu bakal menyesal." Tanpa menunggu respon dari ku, Mas Indra malah mematikan hp nya begitu saja."Dasar mokondo! awas aja ya lu!" gerutuku."Kenapa, Na?" tanya Rika.Aku menoleh ke arah sahabatku itu. Menghela napas sejenak lalu menjelaska

  • Aku Dan Pengkhianatan Suamiku   Pergi Tanpa Pamit

    Bab 17 Pergi Tanpa Pamit"Udah lah, Na, jangan marah terus," ujar Mas Indra. "Aku ke sini mau tanya sesuatu ke kamu."Aku tersenyum kecut. Dugaanku benar rupanya. Mas Indra mendatangiku bukan untukku melainkan karena hal lain. Dasar laki-laki kampret!Tapi ... kira-kira hal apa ya yang ingin ditanyakan suamiku itu?"Udah lah, Mas, kamu ngapain ke sini?" tanyaku ketus.Mas Indra tak langsung menjawab. Ia malah tampak ragu namun pada akhirnya berucap juga."Ibu ... nanyain soal sawah kamu gimana?""Ha?!" aku terkejut. Baru saja mengomeliku dan sekarang sudah menanyakan soal sawah. Betul-betul mertua mata duitan!"Emang kenapa sawahnya? lupa ya tadi abis marahin aku?""Udah dong, Na ... maafin ibu, ya? ibu tadi cuma gak pengen kamu berantem sama Tiyem.""Terus kenapa yang dibela Tiyem? bukannya aku? aku masih menantunya, kan?" tukasku.Mas Indra menelan ludahnya mendengar ucapanku barusan. Dari ekspresinya aku bisa menebak kalau ia mulai tak nyaman dengan sikapku. Biarlah, lagian siapa s

  • Aku Dan Pengkhianatan Suamiku   Si Pengkhianat Itu ...

    Bab 16 Si Pengkhianat Itu ..."Emang sepenting apa, sih?" tanya Tiyem dengan nada meremehkan.Aku menatap secara bergantian tiga orang di hadapanku ini. Lalu mulai bersuara untuk menjelaskan maksud dari perkataanku sebelumnya. Namun sebelum itu, aku mengajukan syarat kepada Bu Ria untuk menelepon Mas Indra agar secepatnya pulang."Kenapa harus ada Indra?" tanya Bu Ria."Gak usah banyak tanya, tinggal mau gak Buuu?" balasku.Dengan menghela napas kesal akhirnya Bu Ria menuruti kemauanku. Ia menelepon anaknya untuk segera pulang.Dan benar saja, kurang dari dua puluh menit setelah Bu Ria menghubungi anak lelakinya itu, Mas Indra sudah srumah. Tentu saja hal itu semakin memperkuat dugaanku kalau suamiku itu pasti sudah tidak bekerja lagi. Sebab, normalnya jarak tempuh yang dilalui Mas Indra dari rumah ke tempat kerjanya itu bisa sampai tiga puluh hingga empat puluh menit."Ada apa, Bu? kok mendadak minta Indra pulang?" tanya Mas Indra sesaat setelah ia sampai."Loh, ada Tiyem juga to?" M

  • Aku Dan Pengkhianatan Suamiku   Nana Ketahuan

    Bab 15 Nana KetahuanBelum sempat aku membalas perkataan Bu Ria, tiba-tiba adik iparku si Jamilah datang dengan hebohnya."Ibuuuu!!!" teriak Jamilah."Kenapa sih kamu?" tanya Bu Ria."Ibu harus liat ini. Ternyata ada pengkhianat di warung kita, Bu," ucap Jamilah cepat.Mendengar kata pengkhianat, spontan aku sadar diri. Jangan-jangan Jamilah ....Aku semakin deg-degan ketika Jamilah menunjukkan layar hp nya ke hadapan ibunya. Saat itu aku teringat dengan postinganku yang ada di facebook mengenai promosi yang aku lakukan untuk usahaku.Dan benar saja, Bu Mirna langsung membelalakkan kedua matanya ketika melihat apa yang ada di layar ponsel Jamilah. Dengan raut wajah yang siap menerkam, ibu mertuaku itu lantas menghampiriku yang berada tak jauh darinya.Plakk!!Dengan keras Bu Ria melayangkan tangannya ke pipiku yang membuatku tertegun seketika.Perang antara mertua dan menantu kembali dimulai!"Mantu kurang aj*r kamu, ya! bisa-bisanya nusuk ibu mertuamu sendiri!" sergah Bu Ria sambil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status