Share

Peringatan Dari Ibu Mertua

Bab 2 Peringatan Dari Ibu Mertua

"Saya terima nikah dan kawinnya Tiyem Lestari binti Suparman dengan mas kawin seperangkat alat salat dan emas 10 gram dibayar tunai."

"Bagaimana para saksi?" Sah?"

"Sah!"

Tubuhku seketika terasa lunglai disaat terdengar jelas prosesi ijab qobul yang dilakukan Mas Indra, suamiku. Perlahan aku pun memundurkan langkahku dan berbalik berjalan dengan gontai meninggalkan gedung dengan perasaan hancur sekaligus tak percaya. 

"Loh, bukannya itu Nana, istrinya Indra?" bisik orang-orang saat aku melewati mereka. 

"Aku pikir dia ada di sana sama mereka. Duh, kasihan, ya."

Aku terus berjalan di tengah bisikan orang-orang yang menatapku iba. Ku abaikan mereka demi kebaikan hatiku. 

Tubuhku tergoncang hebat dan tangisanku semakin menjadi-jadi ketika aku sampai di dekat motor milik Ayuk. Aku terlambat. Mas Indra telah menikah lagi dengan wanita yang juga aku kenal.

Tiyem Lestari, atau yang bisa dipanggil Tiyem, dia adalah pemilik salon yang berada di salah satu ruko seberang warung milik ibu mertuaku. Janda satu anak itu seringkali membeli mie ayam di tempat aku menghabiskan hari-hariku itu. Menjadi pelanggan sekaligus orang yang sering memberikan perawatan salon gratis pada ibu mertuaku dan adik iparku. 

Kecewa, marah, sedih, semuanya telah bercampur menjadi satu. Pernikahan yang dilakukan suamiku tanpa sepengetahuanku itu sangat membuatku tersiksa. 

Mas Indra ... dia hanya pamit menenami ibunya pergi. Hanya itu. Tapi ternyata ... semua membohongiku. 

"Tak peduli pernikahan itu keinginanmu atau bukan, tapi yang membuatku kecewa, kenapa kamu tak mengatakannya lebih dulu padaku, Mas? Bukankah jika kamu tak lagi mencintaiku kamu bisa menceraikanku? Bukan menikah secara diam-diam begini," batinku dengan mengempalkan tanganku. 

Aku kembali menoleh ke arah gedung yang kini terdengar doa-doa sedang dibacakan. Dalam hati aku merasa semakin sakit sekaligus geram dengan Mas Indra dan juga keluarganya. 

Terbayang kembali wajah-wajah orang terdekat yang terlihat bahagia di acara sakral tersebut. Ada ibu mertuaku serta adik iparku yang katanya pergi bermain dengan temannya. Dan Mas Indra sendiri, berlagak layaknya pengantin baru, dengan lancar dan tenang mengucapkan ijab qobul dengan wanita lain. 

Ku tarik napas dalam. Berusaha sekuat tenaga menahah air mataku supaya tak kembali jatuh. Bagaimanapun keadaannya sekarang, aku harus kuat. 

"Kenapa, Mas? Kenapa kamu sejahat ini?" gumamku menunduk tajam. 

Betul-betul jahat mereka semua. Memperlihatkan senyum bahagia seolah tak ada aku di kehidupan mereka. Padahal selama ini, dengan hati yang tulus aku membantu mengurus warung mie ayam yang menjadi sumber keuangan ibu mertuaku itu. Termasuk semua urusan pekerjaan rumah pun aku pula yang menanganinya. Karena aku berharap dengan apa yang aku lakukan itu akan melunakkan hati ibu mertuaku dan adik iparku. 

Lantas, inikah balasannya? 

Oh, atau aku saja yang terlalu bod*h sehingga tak sadar kalau selama ini tenaga, pikiran, waktu dan bahkan uangku telah dimanfaatkan oleh mereka. 

"Mbak Nana." Suara memanggil namaku disertai sentuhan tangan seseorang yang mendarat di bahuku membuatku menoleh ke arahnya. 

"Aku gak pa-pa, kok, Yuk. Makasih, ya," ucapku lemah karena masih terisak. 

Ayuk memposisikan dirinya di sebelahku. "Mbak, tolong jangan bohong," cetusnya.

Aku sedikit tersentak. Tak heran Ayuk berkata demikian, sebab ia juga menyaksikan apa yang aku lihat sebelumnya. 

"Wanita mana yang gak sakit hati saat tau suaminya menikah lagi? Apalagi secara diam-diam. Aku emang belum menikah, Mbak. Tapi, aku mengerti perasaan Mbak Nana sekarang. Maaf, gak mungkin Mbak Nana baik-baik aja. Mbak yang ngurus usaha Bu Ria, belum lagi pekerjaan rumah. Aku yakin, bukan cuma fisik Mbak aja yang capek, batin Mbak juga, kan?" ujar Ayuk panjang lebar. 

"Mbak Nana harusnya bangkit. Jangan mau di posisi ini terus. Apalagi sekarang suami Mbak udah nikah lagi," kata Ayuk lagi yang membuatku tersadar. 

Ya, rasa sakit yang ditorehkan Mas Indra dan keluarganya itu memang membuatku sangat geram. Sakit hati, kecewa bahkan rasa ingin membalas perbuatan mereka pun ada. 

"Balas mereka, Mbak. Buktikan ke mereka kalau Mbak Nana gak bisa dibod*hi seperti ini, " kata Ayuk yang seketika memompa api yang ada pada diriku. 

Aku menatap Ayuk dengan dalam. Membenarkan apa yang barusan ia katakan. Tak akan ku biarkan mereka memperlakukanku seperti ini setelah apa yang sudah aku berikan pada mereka selama ini. 

Lihat saja nanti, akan ku buktikan siapa aku yang sebenarnya! 

***

Waktu terus berputar. Malam yang sunyi amat terasa bagiku kali ini. Bayangan-bayangan Mas Indra menghabiskan waktunya bersama Tiyem mendadak menyelimuti pikiranku. 

Jijik, sakit, marah bercampur kesal juga kecewa kini berkumpul di hatiku. Aku betul-betul tak habis pikir dengan Mas Indra yang begitu tega membohongiku. 

Apa salahku, Mas? 

Aku luruh pada akhirnya. Mendekap erat bantalku sambil terus terisak. Sakit ... sangat sakit mengingat bagaimana selama ini di perlakukan di istana yang ternyata adalah neraka. 

"Nanaaa!!!"

Aku terkesiap mendengar suara Bu Ria yang tiba-tiba. Dengan cepat aku menghapus sisa-sisa air mataku. Lalu bergegas keluar dari kamar. 

Rupanya Bu Ria sudah masuk rumah dan berjalan ke arahku bersama anak perempuannya. Sementara Mas Indra aku tak melihat keberadaannya. Ke mana dia? 

"Indra gak pulang, ada urusan mendadak. O ya besok kamu tetep buka warung ya," ujar Bu Ria.

"Urusan mendadak? urusan apa, Bu?" tanyaku. 

Seketika Bu Ria menajamkan matanya ke arahku. "Gak usah banyak tanya!"

Ibu mertuaku itu lantas melengos masuk ke dalam kamarnya yang bersebelahan dengan kamarku bersama Mas Indra. Diikuti dengan Jamilah yang juga ikut masuk ke dalam kamarnya sendiri. 

Aku mengatur napasku. Ketidak pulangannya Mas Indra pasti sekarang ini ia sedang di rumah istri barunya. 

Tiba-tiba Bu Ria membuka pintu kamarnya. Tanpa melangkah keluar, ibu mertuaku itu lantas berkata padaku yang masih berdiri di tempat. 

"Di mobil ada bajunya Indra, kamu ambil terus cuci. Terus ada juga makanan, kalau kamu mau, ambil aja," kata Bu Ria. 

"Iya, Bu," jawabku. 

"O ya satu lagi, suamimu sekarang lagi sibuk, jangan kirim pesan apalagi telepon!" peringat wanita yang telah melahirkan suamiku itu. 

Bu Ria lantas menutup pintu kamarnya. Selama ini aku berusaha menahan sabar atas sikapnya, tapi tidak untuk kali ini. Pengkhianatan yang dilakukan Mas Indra, dan dukungan yang diberikan oleh keluarganya, harus dibayar mahal! 

Mas, lihat saja pembalasanku! 

Setelah melakukan apa yang diperintah Bu Ria, aku pun kembali masuk ke kamarku. Di saat itu, tiba-tiba HP ku bergetar. Sebuah pesan masuk dari Ayuk muncul. 

Melalui pesan singkat tersebut, Ayuk menyampaikan bahwa bosnya yang bernama Bu Intan bersedia untuk membantuku dalam misi memberikan pembelajaran untuk Mas Indra dan keluarganya sebelum ku seret pria jahat itu ke pengadilan agama. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status