Home / Romansa / Aku Dijual Ibuku / Bukan Luka Yang Pertama

Share

Bukan Luka Yang Pertama

Author: Bumi Artavika
last update Last Updated: 2023-01-06 22:01:36

Saat siang hari tiba dan kebetulan mereka bisa pulang lebih cepat, segera saja Grace pergi menuju tempat bekerja paruh waktunya.

“Pulang cepat ya?” ucap Melani sebagai atasannya di pekerja paruh waktu tersebut.

Selama ini sudah beberapa tempat Grace untuk bekerja paruh waktu, akan tetapi ini yang paling lama ia kerja, yakni di sebuah toko seperti minimarket kecil yang memang pemiliknya ini mengerti semua kehidupan dari Grace, ia juga memahami bagaimana kehidupan Grace dengan Ibunya.

Sebelum berada di balik tempat kasir, Grace akan terbiasa untuk menyapu lantai bagian depan lalu mengepelnya, tidak lupa mengelap kaca-kaca yang terkena debu. Grace terlihat senang saja melakukan pekerjaan tersebut meski uangnya tidak seberapa dibandingkan dengan uang yang Ibunya hasilkan dari pekerjaan seperti itu.

“Jangan terlalu bersih, nanti kotor lagi.”

Seperti itulah yang sering Melani katakan pada Grace, mengingat rajinnya Grace, padahal sekali saja saat pagi hari oleh Melani atau saat menutup toko sebenarnya tidak masalah sama sekali.

“Sudah makan siang?”

“Nanti saja, Kak.”

“Makanlah dulu, aku nggak mau punya pelayan toko tiba-tiba kejang di sini, bisa panjang urusannya nanti.”

Ada sekilas tawa dari Grace karena ucapan pemilik toko tersebut. Melani memang cukup dekat dengan Grace, selama ini juga ia nyaman saja bekerja di sana, meski sesekali ia merasa pekerjaannya tersebut sangat melelahkan karena harus mengangkat barang-barang yang berat.

Jika ada beberapa barang-barang toko yang baru datang, Grace sudah harus mengangkatnya ke dalam gudang toko tersebut, tidak hanya sendiri, tetapi juga dibantu oleh tim yang mengantarkan barang belanjaan tersebut.

“Grace, aku pergi dulu, mungkin kembali nanti sebelum tutup toko.”

“Baik, Kak.”

“Oh iya, nanti ada orang yang akan mengantarkan stok beberapa barang dagangan, bantu ya.”

Tidak ada jawaban dari Grace selain ‘iya, siap, baik’ semuanya berupa penyanggupan darinya. Tidak mungkin juga bagi Grace untuk menolaknya.

Pukul 20.00

Sebuah mobil box berhenti di depan minimarket tersebut, banyak orang yang memang menyebutnya sebagai toko saja.

Kali ini sepertinya barang yang datang tidak sebanyak biasanya, Grace cukupberuntung karena tubuhnya tidak akan terlalu lelah sekali nantinya.

“Sendirian?” tanya Arlan, seorang supir mobil box pengantar barang dagangan di toko tersebut.

“Iya.”

“Memangnya Bu Melani enggak rekrut pegawai laki-laki apa?”

“Kalau itu aku juga enggak tahu, itu urusannya.”

“Kasihan saja kamu terus yang bantu begini.”

“Enggak masalah juga kali, lagi pula aku juga bisa kok.”

“Masalahnya kamu itu perempuan Grace.”

“Aku tidak keberatan.”

Sebenarnya Edwin juga sering merasa kasihan pada Grace yang selalu siap siaga juga membawa barang dagangan ke gudang toko tersebut. maka ia juga dengan keras membantunya supaya meringankan bebannya Grace.

Kapasitas kekuatan laki-laki dan perempuan tentu sangat berbeda sekali. Meski begitu, Grace tetaplah perempuan yang memang merasakan lemah.

Usai bekerja malam hari ini, pukul sepuluh malam Grace tiba di rumah. Namun, saat itu Grace sempat heran karena asing melihat mobil yang berada di depan rumah kontrakannya tersebut. biasanya Grace tahu laki-laki mana saja yang berlangganan dengan Ibunya.

Langkah kaki Grace semakin ragu memasuki rumahnya, tetapi ia juga tetap penasaran.

“Hei sayang!” sapa Ibunya Grace dengan penuh riang gembira merangkul bahunya Grace, ini tidak seperti biasanya.

Grace hanya bisa terdiam saja, ia bingung dengan keadaan seperti itu, apalagi di sana ada laki-laki paruh baya yang tampaknya kaya, seperti juragan tanah. Namun, entah juragan tanah atau juragan yang lainnya, yang jelas ia terliat laki-laki paruh baya yang kaya saja.

“Perkenalkan ini Om Edwin.”

Saat itu Grace hanya tersenyum kaku sekilas saja. Bahkan, ketika Pria tersebut mengulurkan tangannya untuk sekadar berjabat tangan sebagai perkenalannya dengan Grace, tetap saja Grace tidak menerimanya. Ia hanya menganggukkan kepalanya perlahan.

“Grace, sopanlah sedikit!” bisik Ibunya pada Grace.

Mau tidak mau Grace kembali menampakkan senyuman palsunya.

“Cantik sekali, tidak salah aku menerima tawaranmu.”

“Tawaran? Tawaran apa maksudnya?” tanya Grace heran yang memandangi Ibunya.

“Ikut Ibu sekarang.”

Tangan Grace dipaksa oleh Ibunya ditarik ke dalam kamarnya.

“Sekarang, gantilan pakaianmu dengan pakaian yang sudah Ibu sediakan.”

Grace mengambil pakaian tersebut yang sebenarnya menurut Grace tidak layak disebut dengan pakaian karena terlihat di sana sini lekuk tubuhnya.

“Aku tidak mau! Oh, sekarang aku paham maksud tawaran tadi. Jadi, Ibu menjualku ke laki-laki tua itu?” Grace sudah tidak tahan untuk menahan emosinya.

“Jangan sembarangan, dia itu kaya, Grace.”

“Mau kaya mau tidak aku sama sekali tidak peduli!”

“Pakai ini atau Ibu paksa melucuti pakaianmu dan siap dipaksa oleh Om Edwin di sini!” Ibunya Grace memberikan ancaman yang luar biasa membuat Grace semakin membencinya.

“Ibu gila ya?”

“Ibu memang gila, kapan kamu pernah anggao Ibu waras hah? Cepat pakai!”

Karena Grace sangat enggan memakainya, maka dengan kekerasan pula dan dengan campur tangan Ibunya, Grace berganti pakaian.

Saat itu pakaian yang digunakan oleh Grace adalah dress sebatas paha tanpa lengan berwarna merah menyala, tidak lupa pewarna bibir yang merona, bahkan lekuk tubuhnya Grace sangat terlihat sekali.

Wajah pria tersebut alias Edwin sangat sumringah sekali melihat Grace berpakaian seperti itu, matanya begitu berbinar seperti menemukan makanan enak malam itu.

“Ikutlah malam ini bersama Om Edwin, hanya malam ini saja.”

Bola mata Grace hampir saja keluar, baru saja ia berhenti bekerja, dan sekarang Ibunya alih-alih menyuruhnya bekerja kembali namun ini bukanlah pekerjaan yang Grace inginkan.

“Aku tidak mau!”

“Grace! Uangnya sudah Ibu terima, kamu tidak bisa menolak.”

Seperti sudah kehilangan rasa malu, Edwin menggenggam pergelangan tangan Grace yang masih diam di tempat untuk kembali ke kamarnya. Namun, karena cengkeraman tangan Edwin terlalu kuat maka Grace tetap terpaksa dibawa menuju mobilnya.

Yang bisa dilakukan oleh Grace hanya menangis dan memberontak untuk pergi dari sana.

“Hey, tenanglah sebentar, hanya malam hari ini saja, sampai fajar nanti tiba akan Om kembalikan ke rumah, tidak lama bukan?”

“Tidak lama apanya, kamu ini tua Bangka gila ya! Sama saja dengan Ibu!”

“Terserah apa yang mau kamu katakan, yang jelas Om sudah lunas membayarmu untuk malam ini pada Ibumu.”

Grace mengepalkan jemarinya dengan kesal, amarahnya benar-benar memuncak sekali. Hingga mereka tiba di parkiran hotel, pintu otomatis terbuka, saat itulah Grace gunakan untuk berlari, namun sayang, ia tidak bisa berlari.

“Heels sialan!”

“Mau ke mana? Kamu tidak bisa pergi, sayang. Kita belum bersenang-senang.”

“Aku tidak akan pernah bersenang-senang denganmu!”

Saat itu Grace meraih heelsnya lalu ia lemparkan tempat pada muka Edwin hingga membuat lebam di area bibirnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Dijual Ibuku   Perasaan Aneh Tanpa Liam

    Panggilan telepon dari Liam membuyarkan waktu santainya Grace. Ia segera pergi ke kantor Liam bersama pengawal. Pemandangan kantor Liam sebenarnya cukup bagus, namun tetap saja gendung itu terlalu tinggi, apalagi Grace langka pergi ke sana. “Untuk masuk ke ruangan Tuan itu menggunakan kode, namun hanya beberapa orang yang tahu, mungkin nyonya bisa hubungi Tuan saja.” Pengawal menjelaskan ruangan Liam sangat terjaga.Saat itu Grace sebenarnya enggan menghubungi Liam kembali, yang paling tak diinginkan adalah bentakan dari Liam. Bukan hanya itu saja, apa yang dilakukan Grace selalu saja salah di mata Liam.“Aku sudah di depan ruanganmu.”[“Jangan sampai ada orang lain di sana.”]“Hanya aku sendiri.”Akhirnya tak lama kemudian Grace berhasil masuk me ruangan tersebut. Sudah pasti ruangannya luas dan banyak berkasnya. Panggilan telepon itu terus berlangsung, Liam meminta Grace mencari berkas yang ada di sana. Setelah berkas ditemukan Grace masih harus tetap berada di sana, karena Liam

  • Aku Dijual Ibuku   Ditinggal Di Luar Negeri

    Liam begitu penasaran dengan apa yang Ayahnya bicarakan dengan Grace. Akan tetapi, meski ia negitu penasaran, ia tidak menanyakan pada Ayahnya langsung sebab Ayahnya pasti tidak akan memberitahunya. Semenjak ada Grace sseolah perhatian Ayahllnya pun cukup besar pada Grace, padahal Liam adalah anak kandungnya. Malam hari sekitar pukul 10 malam, Liam sudah selesai bekerja dari kantor, tanpa menghubungi Grace ia segera berada di halaman rumah sakit. Beruntungnya tak lama Liam di sana Grace memang telah selesai melaksanakan tugasnya. “Aku tak mau debat panjang, katakan apa yang Ayah bicarakan denganmu? “ tanya Liam saat Grace baru saja masuk ke mobil tersebut.“Apa kamu memang sepenasaran itu, Liam?”Liam tidak menjawab namun dari wajahnya memberi arti jika dirinya memang sangat penasaran sekali. “Ayahmu membicarakan kamu, banyak yang dibahas juga tentangmu, bagaimana sikapmu, aku juga menjawab apa yang ada karena Ayahmu tahu itu. Membahas harta atau yang lainnya pun tidak sama sekal

  • Aku Dijual Ibuku   Hamburan Pelukan

    “Kira-kira Tuan kamu sudah pulang belum?” tanya Grace pada supir yang mengawalnya.“Sudah, Nyonya.”Batin Grace sudah menebak jika Liam tidak tahu ke mana pergi dirinya pasti akan mengakibatkan kekacauan di rumah. “Astaga!” Grace teringat sebelum pergi tadi pagi masih meninggalkan berkas yang amat berantakan karena ia belum sempat membereskannya.“Ada apa, Nyonya?”“Oh enggak-enggak.”Begitu sampai, Grace segera memasuki rumah perlahan, takut sekali akan dimarahi oleh Liam. Baru saja membuka pintu, Grace sudah disapa dengan wajah mengintimidasi dirinya. Grace melihat sekeliling, tidak ada lagi berkas yang berserakan, hanya melihat berkas di dalam 1 tumpukan saja.“Jawab pertanyaanku, jangan pura-pura bodoh!”“Dari tempat Ayahmu, apakah itu seperti Ibuku?”“Ayah? Ada urusan apa kamu ke sana? Oh kamu mengadukan semuanya?”Grace menghela napasnya, tidak ada kalimat baik yang keluar

  • Aku Dijual Ibuku   Tujuan Lain

    “Saya hanya akan memberikan nilai tinggi pada mahasiswa koas yang benar-benar melaksanakan tugasnya dengan baik,” ucap dosen yang menerima laporan tersebut.Satu per satu dipanggil menghadap secara pribadi pada Dosen tersebut, hal itu yang membuat perasaan menjadi tidak karuan. “Sepertinya saya melihat jika laporan ini masih mulus dan mendadak dikerjakan, benar?”Grace menghela napas, ia tidak bisa berbohong. “Maaf, Pak. Laporan saya sempat terbuang karena kelalaian saya, alhasil saya mengerjakannya semalam, namun sesuai dengan data yang saya temukan selama berada di rumah sakit.”“Saya tidak meminta kamu mengucapkan kata maaf.”Grace tidak tahu harus berbuat apa, pikirannya kacau, tidak biasa ia akan seperti ini. Selama ia berkuliah mendapatkan nilai buruk adalah kelangkaan baginya. Ia selalu berusaha lebih dari teman-teman yang lainnya.“Kalau laporan ini tidak saya beri nilai apa kamu siap mengulangi?”Dengan berat hati Grace menjawab, “Saya akan mengulanginya jika apa yang saya

  • Aku Dijual Ibuku   Menyusun Ulang Laporan

    Melihat Grace meninggalkan rumah sesegera mungkin membuat Liam yang baru saja tiba di rumah cukup kesal. Ia baru saja pulang kerja, jika orang yang normal mungkin sebelum membuang berkas tersebut Liam seharusnya bertanya dahulu pada Grace.Berkas yang awalnya berantakan pun tak akan mungkin dirapikan oleh Liam. Ia bergegas memanggil pekerja yang ada di sekitar rumahnya.“Bereskan kamar saya dan bagian depan, jangan buang apa pun haya bereskan saja,” ucap Liam pada pembantu tersebut.Biasanya, pembantu tersebut hanya bekerja untuk para pengawal Liam saja, diberikan tempat tinggal, tidak mungkin pula jika Grace yang akan mengurusnya.Setelah memberikan perintah tersebut, Liam pergi ke depan, melihat para pengawalnya yang sepertinya terlihat bingung dan takut melihat Liam. “Awasi pembantu di rumah.”“Baik, Tuan.”“Siapa yang mengantar Grace pergi?” tanya Liam pada pengawal yang lainnya.Mereka saling tatap, menandakan ada hal yang tidak beres.”Maaf, Tuan, sewaktu kami menanyakan akan

  • Aku Dijual Ibuku   Malam Berlalu

    Malamnya Grace penuh dengan tangisan dan kekesalan. Meski begitu pagi harinya harus pergi ke rumah sakit. Akan tetapi ketika pagi telah menyapa, tubuhnya terasa sangat remuk. Ia berusaha untuk berdiri menuju kamar mandi, namun rasanya sangat berbeda dari biasanya. Ia mulai kesal jika mengingat kejadian malam tadi yang sudah berlalu.“Sial!” ucap Grace ketika hendak berjalan yang kesusahan. Padahal menurut Grace harusnya biasa saja, karena ketika melihat Ibunya melakukannya dengan sangat sering tak pernah begini. Tak mungkin pula Grace akan menanyakan hal ini pada Ibunya, yang ada Ibunya akan menertawakannya. Pada akhirnya Grace menangis karena sakit, kesal dan merasa hancur. Bisa dipastikan jika dirinya tidak bisa ke rumah sakit. “Jangan menangis terus, Grace. aku pusing mendengarmu menangis sepanjang malam!” “Kamu yang buat aku begini!” Grace sedikit menaikkan nada suaranya dengan tangisannya pula. “Itu hukuman untukmu!” “Itu juga karena kamu tidak mau menjemputku.” “Bukan tida

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status