Share

Aku Dijual Ibuku
Aku Dijual Ibuku
Penulis: Bumi Artavika

Kehidupan Gadisnya Pramuria

“Apa Ibu sengaja membuat rumah ini selayaknya tempat pelacur? Tempatnya orang yang hanya memikirkan kesenangan saja?”

“Apa maksudmu bicara seperti itu? Bicaralah yang lebih sopan dengan Ibumu.”

Grace mengedarkan pandangan sinisnya, ia sudah sangat muak melihat wajah Ibunya yang selalu saja mengungkit hidupnya, ‘jika tidak ada Ibu di sini, kamu tidak akan lahir di dunia dengan wajah cantikmu itu’ begitulah kalimat Ibunya yang selalu diucapkan sepanjang hidup.

“Kalau Ibu ingin melakukan hal itu sepanjang hari lebih baik melakukannya di tempat lain, aku jijik sekali mendengarkannya!”

“Berani sekali kamu bicara seperti ini, aku ini Ibumu. Lagi pula kamu tadi tidak ada di rumah.”

“Walaupun, Bu. Seenaknya saja Ibu bicara begitu juga, memang Ibu tahu seberapa susahnya aku menutup telingaku, hah?”

“Tidak usah ditutupi kalau begitu, apa susahnya?”

Luar biasa sekali perdebatan antara Ibu dan anaknya di siang hari seperti ini.

“Yang ada semakin pusing!”

“Kamu hanya sibuk saja berbicara sperti itu karena tidak tahu yang namanya kenikmatan, Grace.”

Ibunya Grace seperti tidak mengerti sama sekali dengan perasaan anaknya sendiri. Ia hanya banyak memikirkan tentang kesenangannya saja dibandingkan dengan memperhatikan anak semata wayangnya.

Kehidupan Grace bisa dikatakan sangat menyedihkan dengan keluarganya yang sangat berantakan. Bagaimana tidak dikatakan berantakan jika sampai sekarang Grace tidak tahu siapa Ayahnya sama sekali, Ibunya menjadi seorang pramuria yang selalu pergi dan pulang bersama laki-laki yang berbeda setiap harinya.

Grace selalu banyak menahan diri, sebisa mungkin ia akan meninggalkan rumah dan akan kembali saat waktunya untuk istirahat saja, tepatnya pada malam hari sebelum Ibunya pulang.

Saat ini Grace berkuliah pada salah satu universitas yang cukup ternama, ia mengambil jurusan kedokteran, namun untuk mendapatkan hal tersebut tidaklah begitu mudah. Banyak sekali proses yang ia lalui.

Beruntungnya Tuhan memberikan kepala yang memiliki otak untuk berpikir kritis dan pintar hingga ia lulus pada jurusan kedokteran dengan jalur prestasi. Satu hal yang sangat ia syukuri selain sehat tentunya dengan diberi akal pikiran yang lebih daripada lainnya.

Kehidupan sehari-harinya jika pagi ia memang berkuliah, setelahnya jika memang tidak ada jadwal kuliah ia akan bekerja paruh untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Grace tidak mau menerima uang pemberian Ibunya, meski kerap sekali Ibunya memarahi habis-habisan karena ia tidak mau memakai uang tersebut.

Bukan tanpa alasan Grace menolak uang pemberian dari Ibunya, itu karena uang yang dihasilkan Ibunya bukan dari pekerjaan yang baik. Menjadi anak dari seorang pramuria benar-benar sangat menantang takdir kehidupan.

Apakah anak pramuria boleh berkuliah?

Tentu saja, siapa pun boleh saja mengecap bangku pendidikan apa pun latar belakang keluarga dan lingkungannya. Akan tetapi, selalu ada saja ada kabar yang terdengar di telinga Grace mengenai Ibunya.

Tidak jarang juga Grace harus banyak menutup telinganya untuk tidak terlalu menghiraukan mereka yang ingin merendahkannya.

Sekarang ini Grace masih duduk di bangku semester 5, memang terbilang tidak awal dan tidak juga sangat lama. Perjalanannya sebagai dokter tentu masih belum usai. Maka dari itu ia harus berusaha lebih keras agar dapat membiayai proses selanjutnya.

Setelah beradu mulut dengan Ibunya, Grace memilih masuk ke dalam kamarnya, membersihkan diri lalu ia akan makan seorang diri di dalam kamarnya. Tidak jarang pula ia akan makan dengan kondisi menangis.

Berkali-kali Grace menghela napasnya, ia sebenarnya sangat lelah sekali memiliki kehidupan yang seperti itu, namun Tuhan benar-benar ingin mengujinya.

Pagi hari pukul 06.30

Grace sudah harus bersiap-siap menuju kampus dan selesai itu ia akan bekerja paruh waktu.

“Belikan makanan untuk Ibu sekarang,” ucap Ibunya seraya melemparkan uang 50 ribu selembar pada Grace yang saat itu sedang memakai sepatu.

“Tidak bisa pergi sendiri?”

“Kamu juga sudah siap pergi bukan? Apa salahnya membelikan untuk Ibumu dulu?”

Tanpa jawaban apa pun Grace segera pergi berjalan menuju tempat yang menjual sarapan tersebut, tidak pernah ada senyuman di pagi harinya Grace.

“Beli berapa?”

“2 porsi saja, Bu.”

“Ibumu tidak masak terus?”

Grace hanya bisa tersenyum saja, ia tidak bisa memberikan ekspresi yang lainnya.

“Lain kali suruh Ibumu pindah saja, jangan di sini.”

“Nanti disampaikan kalau begitu.”

Penjual tersebut memang tetangga cukup lama sejak Grace pindah di kontrakan tersebut, mungkin para tetangganya memang sudah mengetahui pekerjaan Ibunya, namun ia tidak pernah diusir sama sekali. Kebanyakan dari mereka juga mungkin bisa jadi menggunakan jasa Ibunya.

Padahal, sebenarnya bisa saja Ibunya dan Grace diusir dari lingkungan tersebut jarena telah mencemari nama baik di tempat tersebut. namun, apalah daya jika Grace juga harus berdampingan dengan orang-orang yang mengizinkan pekerjaan Ibunya tersebut.

Setelah membelikan sarapan itu, Grace menaruh sarapan tersebut beserta uang kembaliannya di dekat pintu depan rumahnya, ia tidak masuk. Ibunya pun tidak akan terlalu memarahinya karena itu sudah menjadi kebiasaan Grace.

“Berantem lagi sama Ibumu?” tanya Sisil, teman kuliah satu kelasnya tersebut.

“Biasalah, tiap hari mana pernah ada akurnya.”

“Kenapa tidak mengontrak sendiri saja, Grace? Kalau begini kesehatan mentalmu bisa berbahaya loh.”

“Tunggu uangku terkumpul dan waktunya yang tepat, Sil. Untuk makan seorang diri saja masih susah apalagi kalau mau menyewa kontrakan sendiri.”

“Aku tawari di rumahku kamu tidak mau juga.”

“Tidak, itu terlalu merepotkanmu, aku enggak mau orang lain jadi ikut menanggung beban hidupku yang berat ini.”

Sesil hanya mampu menyemangati dan menepuk pundaknya Grace saja, beruntungnya ada Sesil yang memang selalu membantu Grace dari awal mereka berteman sejak kuliah. Tidak banyak Grace memiliki teman dari dulu.

Sudah pasti tahu alasannya, apalagi kalau bukan pekerjaan Ibunya. Namun, masih ada juga orang-orang yang bahkan mengacuhkan pekerjaan Ibunya dan tetap berteman baik dengan Grace.

Banyak juga yang tahu namun mereka menutup mulut saja, mungkin yang membenci Grace sudah pasti segera berkoar-koar membicarakannya.

“Grace, hari ini sepertinya kita akan pulang lebih cepat deh.”

“Kenapa begitu? Perasaan kalau aku lihat jadwalnya penuh sampai sore nanti.”

“Belum lihat pesan ya?’

Grace menggelengkan kepalanya. Kemudian, Sisil menunjukkan ponselnya pada Grace, ia mengatakan jika perkuliahan mereka yang terakhir itu tertunda minggu depan dikarenakan dosennya tidak dapat hadir.

“Oke, baguslah aku bisa pulang lebih cepat kalau begitu.”

“Pulang ke rumah? Tumben senang pulang ke rumah.”

Saat itu Grace menghela napasnya seraya menatap Sisil yang ada di sampingnya.

“Mana mungkin aku riang gembira kalau pulang ke rumah, maksudnya pulang ya bisa kerja lebih cepat saja.”

“Aaa begitu, kirain kamu sudah suka pulang, makanya aku heran.”

“Nanti, semoga suatu saat begitu. Aku juga pengin semangat pulang ke rumah."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status