“Apa Ibu sengaja membuat rumah ini selayaknya tempat pelacur? Tempatnya orang yang hanya memikirkan kesenangan saja?”
“Apa maksudmu bicara seperti itu? Bicaralah yang lebih sopan dengan Ibumu.”Grace mengedarkan pandangan sinisnya, ia sudah sangat muak melihat wajah Ibunya yang selalu saja mengungkit hidupnya, ‘jika tidak ada Ibu di sini, kamu tidak akan lahir di dunia dengan wajah cantikmu itu’ begitulah kalimat Ibunya yang selalu diucapkan sepanjang hidup.“Kalau Ibu ingin melakukan hal itu sepanjang hari lebih baik melakukannya di tempat lain, aku jijik sekali mendengarkannya!”“Berani sekali kamu bicara seperti ini, aku ini Ibumu. Lagi pula kamu tadi tidak ada di rumah.”“Walaupun, Bu. Seenaknya saja Ibu bicara begitu juga, memang Ibu tahu seberapa susahnya aku menutup telingaku, hah?”“Tidak usah ditutupi kalau begitu, apa susahnya?”Luar biasa sekali perdebatan antara Ibu dan anaknya di siang hari seperti ini.“Yang ada semakin pusing!”“Kamu hanya sibuk saja berbicara sperti itu karena tidak tahu yang namanya kenikmatan, Grace.”Ibunya Grace seperti tidak mengerti sama sekali dengan perasaan anaknya sendiri. Ia hanya banyak memikirkan tentang kesenangannya saja dibandingkan dengan memperhatikan anak semata wayangnya.Kehidupan Grace bisa dikatakan sangat menyedihkan dengan keluarganya yang sangat berantakan. Bagaimana tidak dikatakan berantakan jika sampai sekarang Grace tidak tahu siapa Ayahnya sama sekali, Ibunya menjadi seorang pramuria yang selalu pergi dan pulang bersama laki-laki yang berbeda setiap harinya.Grace selalu banyak menahan diri, sebisa mungkin ia akan meninggalkan rumah dan akan kembali saat waktunya untuk istirahat saja, tepatnya pada malam hari sebelum Ibunya pulang.Saat ini Grace berkuliah pada salah satu universitas yang cukup ternama, ia mengambil jurusan kedokteran, namun untuk mendapatkan hal tersebut tidaklah begitu mudah. Banyak sekali proses yang ia lalui.Beruntungnya Tuhan memberikan kepala yang memiliki otak untuk berpikir kritis dan pintar hingga ia lulus pada jurusan kedokteran dengan jalur prestasi. Satu hal yang sangat ia syukuri selain sehat tentunya dengan diberi akal pikiran yang lebih daripada lainnya.Kehidupan sehari-harinya jika pagi ia memang berkuliah, setelahnya jika memang tidak ada jadwal kuliah ia akan bekerja paruh untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Grace tidak mau menerima uang pemberian Ibunya, meski kerap sekali Ibunya memarahi habis-habisan karena ia tidak mau memakai uang tersebut.Bukan tanpa alasan Grace menolak uang pemberian dari Ibunya, itu karena uang yang dihasilkan Ibunya bukan dari pekerjaan yang baik. Menjadi anak dari seorang pramuria benar-benar sangat menantang takdir kehidupan.Apakah anak pramuria boleh berkuliah?Tentu saja, siapa pun boleh saja mengecap bangku pendidikan apa pun latar belakang keluarga dan lingkungannya. Akan tetapi, selalu ada saja ada kabar yang terdengar di telinga Grace mengenai Ibunya.Tidak jarang juga Grace harus banyak menutup telinganya untuk tidak terlalu menghiraukan mereka yang ingin merendahkannya.Sekarang ini Grace masih duduk di bangku semester 5, memang terbilang tidak awal dan tidak juga sangat lama. Perjalanannya sebagai dokter tentu masih belum usai. Maka dari itu ia harus berusaha lebih keras agar dapat membiayai proses selanjutnya.Setelah beradu mulut dengan Ibunya, Grace memilih masuk ke dalam kamarnya, membersihkan diri lalu ia akan makan seorang diri di dalam kamarnya. Tidak jarang pula ia akan makan dengan kondisi menangis.Berkali-kali Grace menghela napasnya, ia sebenarnya sangat lelah sekali memiliki kehidupan yang seperti itu, namun Tuhan benar-benar ingin mengujinya.Pagi hari pukul 06.30Grace sudah harus bersiap-siap menuju kampus dan selesai itu ia akan bekerja paruh waktu.“Belikan makanan untuk Ibu sekarang,” ucap Ibunya seraya melemparkan uang 50 ribu selembar pada Grace yang saat itu sedang memakai sepatu.“Tidak bisa pergi sendiri?”“Kamu juga sudah siap pergi bukan? Apa salahnya membelikan untuk Ibumu dulu?”Tanpa jawaban apa pun Grace segera pergi berjalan menuju tempat yang menjual sarapan tersebut, tidak pernah ada senyuman di pagi harinya Grace.“Beli berapa?”“2 porsi saja, Bu.”“Ibumu tidak masak terus?”Grace hanya bisa tersenyum saja, ia tidak bisa memberikan ekspresi yang lainnya.“Lain kali suruh Ibumu pindah saja, jangan di sini.”“Nanti disampaikan kalau begitu.”Penjual tersebut memang tetangga cukup lama sejak Grace pindah di kontrakan tersebut, mungkin para tetangganya memang sudah mengetahui pekerjaan Ibunya, namun ia tidak pernah diusir sama sekali. Kebanyakan dari mereka juga mungkin bisa jadi menggunakan jasa Ibunya.Padahal, sebenarnya bisa saja Ibunya dan Grace diusir dari lingkungan tersebut jarena telah mencemari nama baik di tempat tersebut. namun, apalah daya jika Grace juga harus berdampingan dengan orang-orang yang mengizinkan pekerjaan Ibunya tersebut.Setelah membelikan sarapan itu, Grace menaruh sarapan tersebut beserta uang kembaliannya di dekat pintu depan rumahnya, ia tidak masuk. Ibunya pun tidak akan terlalu memarahinya karena itu sudah menjadi kebiasaan Grace.“Berantem lagi sama Ibumu?” tanya Sisil, teman kuliah satu kelasnya tersebut.“Biasalah, tiap hari mana pernah ada akurnya.”“Kenapa tidak mengontrak sendiri saja, Grace? Kalau begini kesehatan mentalmu bisa berbahaya loh.”“Tunggu uangku terkumpul dan waktunya yang tepat, Sil. Untuk makan seorang diri saja masih susah apalagi kalau mau menyewa kontrakan sendiri.”“Aku tawari di rumahku kamu tidak mau juga.”“Tidak, itu terlalu merepotkanmu, aku enggak mau orang lain jadi ikut menanggung beban hidupku yang berat ini.”Sesil hanya mampu menyemangati dan menepuk pundaknya Grace saja, beruntungnya ada Sesil yang memang selalu membantu Grace dari awal mereka berteman sejak kuliah. Tidak banyak Grace memiliki teman dari dulu.Sudah pasti tahu alasannya, apalagi kalau bukan pekerjaan Ibunya. Namun, masih ada juga orang-orang yang bahkan mengacuhkan pekerjaan Ibunya dan tetap berteman baik dengan Grace.Banyak juga yang tahu namun mereka menutup mulut saja, mungkin yang membenci Grace sudah pasti segera berkoar-koar membicarakannya.“Grace, hari ini sepertinya kita akan pulang lebih cepat deh.”“Kenapa begitu? Perasaan kalau aku lihat jadwalnya penuh sampai sore nanti.”“Belum lihat pesan ya?’Grace menggelengkan kepalanya. Kemudian, Sisil menunjukkan ponselnya pada Grace, ia mengatakan jika perkuliahan mereka yang terakhir itu tertunda minggu depan dikarenakan dosennya tidak dapat hadir.“Oke, baguslah aku bisa pulang lebih cepat kalau begitu.”“Pulang ke rumah? Tumben senang pulang ke rumah.”Saat itu Grace menghela napasnya seraya menatap Sisil yang ada di sampingnya.“Mana mungkin aku riang gembira kalau pulang ke rumah, maksudnya pulang ya bisa kerja lebih cepat saja.”“Aaa begitu, kirain kamu sudah suka pulang, makanya aku heran.”“Nanti, semoga suatu saat begitu. Aku juga pengin semangat pulang ke rumah."Saat siang hari tiba dan kebetulan mereka bisa pulang lebih cepat, segera saja Grace pergi menuju tempat bekerja paruh waktunya.“Pulang cepat ya?” ucap Melani sebagai atasannya di pekerja paruh waktu tersebut. Selama ini sudah beberapa tempat Grace untuk bekerja paruh waktu, akan tetapi ini yang paling lama ia kerja, yakni di sebuah toko seperti minimarket kecil yang memang pemiliknya ini mengerti semua kehidupan dari Grace, ia juga memahami bagaimana kehidupan Grace dengan Ibunya. Sebelum berada di balik tempat kasir, Grace akan terbiasa untuk menyapu lantai bagian depan lalu mengepelnya, tidak lupa mengelap kaca-kaca yang terkena debu. Grace terlihat senang saja melakukan pekerjaan tersebut meski uangnya tidak seberapa dibandingkan dengan uang yang Ibunya hasilkan dari pekerjaan seperti itu. “Jangan terlalu bersih, nanti kotor lagi.” Seperti itulah yang sering Melani katakan pada Grace, mengingat rajinnya Grace, padahal sekali saja saat pagi hari oleh Melani atau saat menutup t
Lemparan heels milik Grace membuat Edwin naik pitam. Ia sangat kesal dengan perbuatan Grace yang seperti itu. Tidak setimpal dengan bayaran yang diberikan kepada Ibunya.Setelah Grace pergi dari sana, ia menemukan warung yang kondisinya cukup ramai dan dengan sengaja ia mampir ke warung tersebut dengan tujuan Edwin tidak akan berani mendekatikan jika ada banyak orang.Sepertinya strategi Grace itu berhasil, Edwin tidak berani mendekat dan menarik paksa Grace. Hal itu membuat lega Grace yang berlari dengan kaki telanjang.Setelah tengah malam, barulah Grace sampai di rumahnya. Sengaja ia pulang saat tengah malam berharap pula jika Ibunya sudah tertidur dan tidak akan memarahinya karena ia telah meninggalkan pelanggannya.Klik! Grace membuka pintu tersebut.Gelap. Ruang tamunya sudah gelap, artinya Ibu Grace sudah tertidur.Satu langkah, dua langkah dan langkah berikutnya ia berhenti.“Bagus sekali kerjamu hari ini,” ucap seorang perempuan yang kini sudah menghidupkan lampu di ruang tam
Sebelum menjawab pertanyaan dari Melani, saat itu Grace hanya bisa menghela napasnya saja. Rasanya berat sekali.“Iya, masih, Kak. Nggak tahu kapan mau resign dari pekerjaan begitu, aku malu sama tetangga, teman dan termasuk juga kakak.”“Semoga yang lain mengerti, tapi aku harap kamu yang tetaplah bekerja saja, jangan sampai seperti itu, ini jauh lebih baik. Apalagi kamu juga masih kuliah.”“Iya, kak.”Malam itu Grace pulang ke rumah pukul sepuluh malam, hari memang sudah malam akan tetapi rasanya masih sangat sore sekali baginya, ia tidak terbiasa akan tidur jam segitu.Setiap menuju rumahnya, jantungnya sudah tidak aman, ia takut kejadian malam lalu akan terjadi lagi di malam ini.Beruntungnya tidak, saat itu tidak ada sama sekali mobil yang terparkir di depan rumahnya. Ia sangat lega sekali mengetahui hal tersebut. Perlahan Grace memasuki rumahnya, Ibunya sudah ada di rumah, ia terlihat karena Ibunya sudah berhasil memberantakan dapurnya yang tidak membereskan tempat makannya. D
Dengan berat hati Grace pun mempercepat perjalanannya. Meski ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Ibunya. Grace segera menutup panggilan tersebut tanpa menjawab apa-apa kembali.Namun, begitu Grace sampai di pelataran rumahnya ia melihat ada 2 mobil terparkir di sana, kali ini mobilnya berbeda dengan mobil Edwin yang sempat ada di sana beberapa hari yang lalu.Mulailah perasaan Grace tidak karuan, ia tidak tahu mengapa ada 2 mobil di sana.“Grace!” panggil Ibunya yang meleburkan lamunannya di depan rumahnya.Saat itu Grace menggelengkan kepalanya.“Cepatlah ke mari!” ucap Ibunya yang kini sudah menarik lengannya Grace ke dalam rumah.Hingga di dalam rumah tersebut ada 2 laki-laki biasa yang sepertinya pengawal seseorang dan ada juga 1 orang yang berperawakan tinggi namun ia sudah sangat paruh baya, lebih tua dari Edwin lalu.Akan tetapi, Ibunya menarik Grace ke dalam kamarnya Grace, ia tidak mengenalkan Grace dengan 3 laki-laki yang ada di ruang tamunya tersebut.“Lepas,
“Grace!”“Apa sih, Bu? Grace mau ke kampus.”“Astaga, tapi besok hari pernikahanmu, bagaimana bisa kamu malah pergi.”“Masih besok, dan hari ini aku harus kuliah!”“Ingat, kamu tidak akan pernah bisa kabur, sekali pun kabur, pengawal Tuan Maverick pasti menemukanmu.”Grace tidak ingin ambil pusing, ia sangat enggan berdebat dengan Ibunya di pagi hari. Sebenarnya Grace sangat terpukul dengan keputusan yang diambil oleh Ibunya, dengan sengaja dan tidak berat hati Ibunya bahkan tega sekali memberikannya pada Tuan Maverick yang sama sekali tidak dikenalnya.Hari ini mungkin akan menjadi hari terakhir bagi Grace untuk bekerja karena nantinya ia akan pindah dari sana, ia pun juga tidak tahu jika nantinya akan diperbolehkan bekerja atau tidak. Namun, yang saat ini dibayangkan oleh Grace hanyalah siksaan saja yang akan menerpanya.Belum saja menikah, Grace sudah memiliki bayangan yang sangat buruk, belum lagi ia menikah dengan laki-laki paruh baya yang sepatutnya mungkin menjadi Ayah atau pun
Hari pernikahan sudah tiba, tepat pukul tujuh pagi Grace sudah berada di depan cermin ruangan yang lain. ia sudah harus bersiap berdandan dan mengenakan gaun yang cukup terbuka tersebut.Namun, semakin lama ternyata Grace tidak pergi dari sana. ia hanya dipotret saja dengan banyak gaya namun tidak ada tanda-tanda sama sekali ada Tuan Maverick yang akan menikah dengannya.“Pernikahan sudah dilangsungkan, Non Grace sekarang sudah resmi menjadi istri dari pemilik rumah ini.”“Hah? Bagaimana bisa? Dari tadi saja aku di sini sama kalian, bahkan aku hanya berfoto bagaimana bisa aku sudah menikah dengan Tuan kalian?” tanya Grace yang sangat tidak percaya.Beberapa orang yang ada di sana hanya tersenyum saja, sepertinya mereka memang sudah mengetahui apa yang direncanakan oleh Tuannya. Hanya Grace sendiri yang tidak mengetahui apa-apa sama sekali.“Pernikahan dilangsungkan tanpa ada Non Grace di sana, tetapi memang sudah resmi. Semuanya sudah diatur. Sekarang hanyalah sesi pemotretan biasa, d
“Kamu jangan macam-macam!”“Memangnya kenapa lagi? Apa salahnya aku membuka baju di kamarku sendiri?”Saat itu Liam sepertinya senang sekali mendekati dan membuat Grace marah, perlu diketahui jika tubuh Grace mungkin memang sesuai dengan tipe dari Liam. Ia memiliki paras yang cantik, cukup mulus dan tinggi semampai.Apalagi saat ini ia hanya mengenakan pakaian yang cukup minim, membuat Liam sepertinya senang saja menggoda Grace, ia tahu jika Grace sudah ketakutan juga padanya.“Kamu tahu ada perempuan di kamarmu, seharusnya jangan buka baju sembarangan!”“Aku gerah, lagi pula kamu istriku bukan?”“Aku saja bahkan tidak menganggapku sebagai suami.”Entah mengapa saat itu Liam mulai mendekati Grace kembali, ia menatapnya cukup tajam dan dengan sengaja mendorong Grace hingga tertidur di atas tempat tidur. Sekarang tepatnya Liam sudam berada di atas tubuh Grace.Bukan main Grace membelalakan matanya. Ia snagat terkejut dengan kejadian tersebut, bagaimana pun ia tidak mau memberikan masa
Saat itu mata Grace cukup memandangi orang yang baru saja memasuki rumah Liam. Orang tersebut adalah Tuan Maverick, laki-laki yang pada bayangan Grace akan menjadi suaminya. Namun ternyata semuanya salah. “Bagaimana dengan putraku? Apakah tidak menolak jika dinikahi olehnya?” “Kamu punya mulut gunakan untuk menjawab, bukan hanya diam saja!” bentak Liam dengan kasar pada Grace. “Liam, pelan sedikit, tidak perlu mengerluarkan tenaga yang banyak untuk berbicara dengan gadis ini.” Grace sedikit menghela napasnya, ia kebingungan dengan tingkah dari Tuan Maverick seolah membantunya, namun di sisi lain Tuan Maverick lah yang membuat hidup Grace menjadi tidak karuan seperti ini. Sepertinya pagi itu Tuan Maverick memang memiliki kepentingan dengan Liam, setelah Liam membentak Grace tidak lama kemudian Tuan Maverick meminta Liam berbicara dengannya di ruangann lain. Ruang kerja lantai 1 “Sudah kamu apakan santapan yang Ayah berikan untukmu?” “Belum aku sentuh sama sekali, belum berminat.