Part 2
GARA GARA M@NDUL Bab. 2
Penulis Nui Neglasari
Aku pun duduk di sudut ruangan. Namun, masih terlihat jelas kedua pasangan pengantin baru itu tengah berbahagia. Lalu, kukeluarkan ponsel dan memotretnya secara diam-diam. Sudut bibirku terangkat tersenyum mengejek.
"Sekarang kalian bahagia, tetapi lihatlah setelah ini tidak akan aku biarkan kamu menikmati perusahaan lagi, Mas." Satu kaki kanan disilangkan, sehingga menindih bagian kiri sambil meminum jus yang telah disediakan di gedung ini.
Aku meneguk sedikit demi sedikit, walaupun terasa manis. Namun, sangat pahit di tenggorokanku. Apalagi melihat kedua pasangan itu tengah berc*man saling mel*mat. Aku pun mengalihkan perhatianku, rasanya j i j i k melihat mereka.
Darah berdesir mata perih dan sedikit berembun. Namun, aku harus kuat tidak boleh ada air mata lagi. Setelah puas berada di tempat terkutuk ini, aku gegas ke kantor mumpung mas Aldi tengah bersama pelakor.Sekitar lima menit taksi yang dipesan sudah sampai. Aku membuang nafas kasar tidak menyangka nasib rumah tangga ku akan seperti ini.
"Pak, ini uangnya." Kusodorkan dua pecahan seratus ribu. "kembaliannya untuk Bapak saja."
Setelah tiba di kantor aku gegas mencari Yani selaku bagian keuangan. Tidak lama dia pun datang dengan membawa beberapa bukti kecurangan mas Aldi. Saat membaca laporan keuangan benar saja, persentase keuangan dari bulan ke bulan menurun drastis.
Aku mengurut pelipis dengan kasar. Pantas saja selama ini mas Aldi jarang memberikan laporan keuangan saat aku memintanya.
"Yan, tolong semua karyawan panggil kita harus diadakan audit. Mas Aldi tidak akan ke kantor lagi."
Sekitar lima menit semua karyawan sudah berkumpul, aku meminta laporan dari mereka dari bulan kemarin. Syukurnya tidak ada kendala dalam rapat kali ini. Semua bukti sudah jelas mas Aldi memang menggelapkan dana perusahaan. Ada beberapa transfer ke berbagai rekening dengan jumlah berbeda-beda.
Dengan bukti ini aku makin yakin kalau harus mengambil perusahaan lagi. Enak saja mas Aldi menikmati uang perusahaan bersama pelakor. Pun mertuaku yang ikut andil dalam masalah ini.
Setelah selesai rapat, aku gegas pergi ke rumah dan pura-pura tidak mengetahui pernikahan suamiku. Baru saja merebahkan diri di sofa tiba-tiba pintu digedor dengan kencang.
"Siapa sih ganggu orang istirahat saja!" gerutuku kesal. Saat pintu dibuka mataku membulat sempurna, ibunya mas Aldi nyelonong masuk dan membawa koper di tangannya.
"Yu, Ibu mau tinggal di sini. Rumah di sana sedang renovasi," kilahnya
Enak saja mau tinggal di sini setelah apa yang telah dilakukannya di belakangku. Namun, ada baiknya juga beliau tinggal di sini akan kuperlakukan dengan senang hati.
"Berapa lama? Tapi, nggak gratis lho, Bu," seloroh ku dengan sedikit tersenyum
"Maksudnya apa? Kamu tidak suka Ibu tinggal di sini?" jawabnya dengan menatap tajam.
"Ah, tidak. Mulai besok aku mau kerja lagi di perusahaan. Dan tentunya di rumah tak ada yang masak ... jadi, ...."
Aku sengaja tidak melanjutkan ucapanku biarlah beliau yang menebak. Pasti mengerti dan benar saja mertuaku tidak terima dengan apa yang kumaksud.
"Tega kamu sama mertua sendiri anggap pembantu. Akan aku adukan pada Aldi biar kamu dimarahi."
Aku hanya mengangkat bahu acuh, terserah. Sudah tidak peduli lagi dengan lelaki itu mungkin sebentar lagi kami akan bercerai. Toh, rumah ini warisan dari almarhum papa. Dan benar saja ponselku berdering memperlihatkan nama suamiku. Rasanya malas untuk bicara basa-basi.
"Kenapa?" jawabku ketus
"Kamu menyuruh Ibu menjadi pembantu di rumah kita? Dasar menantu durhaka!" pekiknya sontak aku menjauhkan ponsel dari telinga yang membuat berdenging.
Aku menghela nafas panjang tak ada lagi rasa takut padanya. Kini, aku bukan lagi wanita yang penurut maupun penyayang. Jangan harap kalian akan melihat Ayu seperti dulu.
"Aku tidak menyebutnya pembantu lho, Mas. Hanya saja besok perusahaan akan aku ambil alih. Jadi, di rumah tak ada yang masak pun mengurus segala keperluan kamu."
"Maksud kamu apa? Bu-bukannya selama ini tak mau repot urus perusahaan?" tanyanya, kini nadanya sangat lembut tidak membentak seperti tadi.
Dasar manusia licik setelah aku mengatakan begitu nyalinya langsung menciut. Bagaimana kalau aku tendang dia dari rumah ini, sepertinya akan seru. Apalagi melihat pelakor itu menangis darah kalau mengetahui suaminya kere. Bukannya bersyukur, dia malah kufur.
"Halo, halo kamu masih di sana 'kan, Yu?"
"Sudahlah Mas, aku capek."
Aku pun mematikan ponsel sepihak terlihat wajah mertuaku tersenyum bangga. Mungkin dia kira mas Aldi telah berhasil memarahiku. Oh, tidak akan pernah terjadi lagi.
"Kamu pasti akan diusir dari rumah ini. Anakku kan orang kaya, dasar tak tahu malu sudah numpang menyuruh mertua menjadi pembantu pula."
Aku hanya tersenyum kecut mendengar ocehannya. Apa tidak tahu kalau rumah dan perusahaan itu milikku. Oiya, aku lupa saat pernikahan mertuaku tidak ada. Mungkin mas Aldi menyatakan kalau ini rumah miliknya karena setelah menikah sudah dua kali beliau ke rumah. Aku malas berdebat dengannya lebih baik masuk kamar untuk persiapan besok.
"Hei Ayu! Kamu tidak sopan orangtua sedang bicara malah pergi, dasar mantu mandul!" teriaknya
Aku tersentak dengan ucapan terakhirnya mengapa begitu tega mengatakan itu, padahal aku selalu mengajak mas Aldi untuk cek kondisi masing-masing. Namun, beliau selalu menolak dan beralasan sibuk. Dan tak pernah menyindir untuk segera mempunyai anak, mas Aldi tipe suami yang dikasih syukur kalau tidak belum rezeki.
Akan tetapi, mengapa dengan mertuaku. Jangan tanya bagaimana perasaanku saat ini. Hancur, setelah suamiku menikah diam-diam. Mertuaku mengatakan mandul, bulir kristal itu tidak bisa lagi tertahan dipelupuk mata.
Aku berjanji ini air mata terakhir yang keluar. Gegas kupercepat langkah menuju lantai dua. Kamar yang rapi seperti tak pernah tersentuh oleh sepasang suami-istri.
Sekitar pukul 20.30 tiba-tiba pintu kamarku terbuka. Baru saja memejamkan mata aku dibuat kaget dengan kedatangan mas Aldi. Bukannya dia pulang seminggu lagi? Dan ini ... malam pertamanya dengan pelakor itu yang tidak lain adalah sahabatku.
Tiba-tiba saja mas Aldi menciumku dengan bringas. Ada apa dengannya? Sudah dua minggu ini kami tidak melakukannya, aku pun ikut terbuai dengan permainannya. Lalu, aku sadar kalau dirinya bukan hanya milikku rasanya jijik. Sontak kudorong dada bidang tegap itu.
"Yu, kamu tadi hanya bercanda, kan?" tanyanya dengan lembut.
"Yang mana, Mas?" tanyaku pura-pura bodoh
"Besok kamu akan mengambil alih perusahaan. Bukannya tidak mau repot mengurusnya?"
O, jadi karena ini dia pulang secepatnya. Pantesan saja rela meninggalkan malam pertamanya. Aku yakin Mila-sahabat yang telah merebut mas Aldi, kini tengah marah-marah.
"Iya, aku bosan di rumah terus, Mas," kilahku
"Apa tidak ikut arisan gitu kalau bosan. Kalau kerja, aku takut kamu capek Sayang."
Ingin muntah mendengar ucapannya. Sudah mending buang saja kata sayang itu Mas. Simpan buat istrimu yang lain.
"Aku ingin juga mengembangkan perusahaan papa. Lagi pula, aku ada kejutan buat kamu besok. Syukurnya kamu pulang sekarang," ucapku sambil menyeringai membayangkan apa yang akan kulakukan padanya.
Wajah mas Aldi terlihat berbinar tidak tahu saja kalau besok, dia akan menangis darah.
"Yu!" teriak Marni--mertuakuAda apa lagi dengan mak lampir itu, baru saja membersihkan diri sudah teriak-teriak tidak jelas. "Iya Bu," jawabku sedikit kesal"Kok kamu enggak masak? Jadi, seperti ini kelakuan seorang istri selalu bangun siang dan tidak pernah melayani suaminya?" cerocos mulut embernya sambil berkacak pinggang. Aku menyilangkan tangan di atas dada. "Bukannya sekarang ada Ibu?"Mak lampir itu mendelik saat mengatakan itu. Dia pun mengahampiriku dan menjambak rambut panjang yang baru saja dirapikan. Aduh rasanya sakit juga perih. Aku pun memegang tangannya biar tidak menarik-narik terus. "Kamu kira Ibu pembantu? Dasar menantu durhaka pantas saja tidak mempunyai anak." Nyes Hatiku kembali perih mendengar ocehannya dengan entengnya mengatakan itu. Seperti tak punya dosa. "Ibu! Hentikan!" teriak mas Aldi dan melepaskan tangan Ibu. Ada rasa lega, tetapi rambutku acak-acakan. Wajah ini mungkin sangat merah karena menahan amarah. "Dia mengatakan kalau Ibu pembantu di si
GARA GARA M4NDUL 4 "Kamu Daren?" tanyaku saat mengingatnyaDia teman saat SMA, tidak kusangka akan bertemu di tempat seperti ini. Lalu, kami pun berbincang-bincang. "O, jadi begini kelakuan kamu bila diluar rumah?" Sontak aku mendongak, nasi yang belum ketelan tiba-tiba muntah. "Ibu," gumamku pelanBeliau berkacak pinggang sambil menatap ta jam. "Di rumah suami kelaparan, kamu malah enak-enak makan bersama pria lain. Dasar menantu durha ka, mertua sendiri dianggap pemb4ntu." Semua mata pengunjung menatapku dengan ta jam, bahkan mereka berbisik-bisik. Seenaknya mulut mertuaku bicara begitu. "Dasar wanita tukang s*lingkuh," cibir salah satu pengunjung. Rasanya ingin kusumnpal, lagian kalau tidak tahu apa masalahnya jangan ikut campur. "Maaf Bu," hanya itu yang mampu kuucapkan. Rasa lapar mendadak hilang. Di tempat umum seperti ini tidak etis kalau membahas masalah keluarga. Aku pun meninggalkan kedai walaupun nasi yang dimakan belum habis. Daren hanya menatapku dengan iba. Malu
Bab 5 Selama satu jam Ibu tidak sadarkan diri. Mungkin beliau sangat terkejut. Bagaimana kalau tahu perusahaan tempat anaknya bekerja adalah milikku. Pasti sikapnya akan berubah seratus delapan puluh derajat. "Ayu maafkan Ibu, Nak. Selama ini selalu bersikap kasar. Sebetulnya Mila sudah hamil. Jadi, Ibu menyetujui karena ingin menimang cucu," ujarnya dengan lembut. Aku tidak akan luluh dengan kata-katanya. Enak saja setelah apa yang dilakukan selama ini padaku dengan entengnya meminta maaf. Apalagi wanita yang telah merebut suamiku tengah hamil. Jadi, mereka sudah melakukan hubungan terlarang. "Aku bukan wanita baik, Bu. Jadi, untuk saat ini simpan saja kata-kata itu." "Yu, apa kamu tega mengusir kami di saat malam begini?" ucap mas Aldi dengan sendu. Aku tidak akan terpedaya dengan wajah sendu itu. Selama ini kalian tidak pernah tega sama aku. Dia mengambil uang perusahaan sampai milyaran apa memikirkan aku? ibunya juga selalu meminta uang dan ternyata dia sawer kepada tamu und
Part 6 "Halo kita bertemu kembali," ujarnya dengan tersenyum. Mengapa harus dia sih, sebenarnya aku tak mau bertemu lagi dengannya. Sudah cukup kemarin pertemuan terakhir. Aku tak mau membawa dirinya dalam masalah. Pasti Ibu mertua akan mencari bukti kalau aku selingkuh, padahal kami bertemu secara tak sengaja. Lalu? Sekarang malah bekerja sama dengannya. Apa yang harus kulakukan? Sebelumnya kami pernah bertemu dan tak sengaja mertuaku melihat kami sedang berdua. "Ja-jadi kamu," kataku sedikit tercekat. Ini seperti mimpi. Tuhan, mengapa aku harus dipertemukan lagi dengannya. Dia Daren temanku. Apa tidak ada orang lain selain dia? Daren duduk, kini kami saling berhadapan tatapannya terus mengarah padaku. Sorot matanya seperti menyimpan kerinduan. Ah jangan berpikiran yang aneh. Sadar Ayu dia itu sekarang rekan kerja. Jadi, kamu harus tersenyum ramah. "Yu, maaf soal kemarin. Pasti mertuamu mengira yang tidak-tidak. Aku sangat menyesal memaksamu untuk makan bareng." Daren tertundu
Part 7Dia mertuaku, kenapa bisa ada dia sini. Apa disuruh mas Aldi?"Heh Ayu, dasar wanita licik. Sudah mengambil rumah sekarang perusahaan juga kau ambil!" serunya sambil berkacak pinggang. Sorot matanya menyimpan kebencian terhadapku. Lalu, mertuku mendekat dan menjambak rambut ini. Rasanya sakit, pak Sekuriti kewalahan dengan tenaga mertuaku.Karyawan lelaki pun ikut membantu menenangkan mertuaku. Namun, tak berhasil beliau terus menerus mengeluarkan kata pedasnya."Bu, lebih baik tanyakan saja pada mas Aldi kalau ini perusahaan siapa? Dan soal rumah memang kami sebelumnya sudah membuat surat perjanjian."Wajah mertuaku merah padam mungkin tak suka dengan jawabanku.k"Awas ya Ayu, urusan kita belum selesai!"Mertuaku berlalu sambil terus ngerocos."Bu Ayu, tidak apa?" tanya Mira dengan mimik wajah khawatir karena penampilan ku saat ini acak-acakan. Aku hanya mengangguk lalu masuk ruangan. Mataku menatap langit ruangan kubuang nafas kasar saat membayangkan mertuaku barusan. Harga d
part 8Aku terbangun di sebuah ruangan yang serba putih. Saat membuka mata, aroma khas yang tercium di indera penciuman. Mataku terbuka secara perlahan, masih terasa pening yang kurasa. "Ayu, kamu sudah sadar?" tanya seorang wanita yang kukenal suaranya. Namun, penglihatanku belum jelas siapa itu. "maaf aku terlambat." "Aku tidak apa jangan merasa bersalah." Kupegang tangannya dan menatap wajah itu dengan jelas. Ternyata dia Syasya sahabat yang kuhubungi tadi. "Jangan bangun dulu enggak apa, kamu istirahat saja." Ah, dia lebay sekali lagian hanya bagian tengkuk saja yang sakit, aku bukan habis perang atau melakukan hal ekstrim lainnya."Sebenarnya siapa sih yang sudah melakukan ini padamu, apa punya musuh? Syukurnya aku segera datang, dia berhasil kabur. Kalau saja bisa kutangkap akan dipastikan masuk penjara." Syasya mengepalkan kedua tangannya. Ada kilatan marah di wajah cantik itu. Rasanya sangat senang memiliki sahabat yang ada saat suka maupun duka. Kami berteman dari SMP, s
Part 9Pagi-pagi terdengar riuh dari luar rumah, kami yang tengah sarapan saling pandang."Ada apa?" tanya Syasya kepadakuAku pun bangkit dan menuju pintu kenapa seperti banyak orang. Saat pertama kali keluar, aroma busuk menyeruak di indra penciuman sontak menutup hidung.Bau apa ini? Kenapa begitu menyengat sekali. Kuhampiri Ibu-Ibu yang berkumpul di depan rumah jumlahnya sekitar lima orang."Eh, Mbak Ayu," tanya si Ibu gemuk dengan tangan yang sama sepertiku"Bu, ini bau apa ya, kok sampai tercium sampai ke dalam," balasku yang langsung pada intinya."Entahlah Bu, kami semua sedang belanja sayur tiba-tiba mencium aroma busuk dan berasal dari sini. Saya mau mengetuk pintu, tetapi ... sukurlah kalau Mba sudah keluar."Rumahku berada di komplek. Jadi, tiap pagi pasti ada Ibu- Ibu yang membeli sayur kepada pedagang gerobak. Aku jarang nimbrung karena mas Aldi melarang katanya mereka suka gosip."Eh, pantas saja baunya sangat menyengat," ujarku dengan tersenyum.Tiba-tiba salah satu dar
Part 10Suara seseorang yang ingin kuhindari saat ini ternyata ada di hadapanku. Saking tidak ingin bertemu, aku lupa kalau dia investor terbesar di perusahaan ini. Kalau saja mas Aldi tidak melakukan kecurangan mungkin tak akan menerima tawaran dari Daren. Aku menghela nafas panjang menetralkan degup jantung yang tak beraturan entah mengapa saat bertemu dengannya ada rasa gugup. "Hari ini saya mau melihat perkembangan proyek yang kita jalankan," ucapnya membuyarkan lamunanku. Dia sangat profesional saat bekerja tidak berbasa-basi. "Baik," jawabku singkat. Lalu, mengambil tas kecil dan beberapa berkas lainnya. Tidak lama kami meninggalkan ruangan. Tiba-tiba terdengar suara wanita yang tengah marah-marah membuatku penasaran dan mempercepat langkah. Saat tiba di lobi, aku melihat pak sekuriti tengah memegang kedua tangan wanita itu, dia meronta-ronta ingin dilepaskan. "Apa kalian tidak tahu kalau saya istri dari pemilik perusahaan ini dan saya akan pastikan kalian dipecat," ungkapn