Share

Aku Dikira Miskin, Padahal Kaya Bukan Main
Aku Dikira Miskin, Padahal Kaya Bukan Main
Author: Nuineglasari

Part 1

Tanganku bergetar saat memegang sebuah undangan pernikahan. Di sana tertulis sangat jelas ada nama suamiku. Mana mungkin ada orang yang berbeda dengan nama belakang sama. 

“Mila & Aldi Sanjaya." Aku baca ulang nama itu. Bagai dihantam batu besar, sesak dada ini seakan tak bisa bernafas. 

Selama ini Mila -- sahabatku -- tidak pernah mengenalkan  kekasihnya. Walaupun hubungan kami sangat dekat. Aku mencoba berpikir positif mungkin saja bukan suamiku  Semoga saja apa yang ada dalam pikiranku tidak benar.

"Yu, Ibu minta duit dua puluh juta!" sentak Ibu mertua yang menyadarkanku dari lamunan.

Apa? Ibu meminta uang lagi? Bukannya kemarin mas Aldi sudah memberinya dengan jumlah yang sama? Lalu, untuk apa sekarang meminta lagi.

"Buat apa, Bu? Ayu tidak punya uang sebanyak itu," jawabku dengan lembut, padahal hati ini sangat dongkol ingin sekali berteriak padanya. Namun, aku mencoba sabar dan mengelus dada kalau saja bukan orang tua, akan ku jambak rambut sanggulnya yang sudah ditata rapi itu. 

Setiap bulan mas Aldi selalu memberinya dua puluh juta hanya untuk kebutuhan dirinya. Akan tetapi, baru sehari beliau meminta lagi. Akhir-akhir ini aku merasa aneh dengan sikap mas Aldi juga Ibu. Entah apa yang mereka sembunyikan. Setiap kali ditanya selalu ada alasannya. Mas Aldi sibuk dengan proyek baru, sehingga dia tidak betah di rumah. Begitupun dengan Ibu dua minggu terakhir jarang di rumah. Katanya, ada saudara sedang mempersiapkan pesta pernikahan. Aku terlalu pusing untuk memikirkan semuanya.

"Ya, buat kebutuhan, Yu. Bukannya Ibu sudah bilang kalau saudara kita mengadakan pernikahan? Jadi, kita harus menyumbang banyak. Kita kan orang kaya masa enggak kasih duit, sih. Cepatlah berikan! Ibu sudah telepon Aldi  katanya minta sama kamu." Mertuaku mengibaskan kipas tangan di wajahnya. Beliau menatapku tajam seakan ingin memakan saja.

Astaghfirullah

Sebetulnya uang tabunganku tinggal sedikit, semenjak perusahaan dipegang mas Aldi aku jarang menyimpan uang. Suamiku berkata, buat apa menyimpan uang, lebih baik pakai investasi. Aku menghela nafas kasar rasanya malas untuk berdebat apalagi beliau lebih tua dariku. Aku pun ke kamar mengambilnya.

"Ya sudah, jangan keluar rumah nanti suami pulang kamu enggak ada," ketusnya saat aku memberikan uang.

"Tapi, Bu! Aku mau ke undangan sahabat  ...."

Belum sempat menyelesaikan kalimatku, beliau sudah pergi dengan tergesa-gesa. Memangnya mau ke mana? Selama ini Ibu jarang keluar rumah apalagi kumpul-kumpul dengan temannya. Hari ini beliau terlihat aneh, tetapi aku tidak boleh buruk sangka. Mungkin beliau ingin jalan-jalan dan memanjakan dirinya. 

Tiba-tiba ponselku berdering memperlihatkan nama suamiku.

"Halo, Mas," jawabku dengan tersenyum karena sudah dua hari tidak berkomunikasi dengannya.

"Aku tidak pulang selama seminggu proyek di sini mengalami masalah. Kamu baik-baik di rumah ya, Sayang?" ujarnya dengan lembut.

Seketika wajahku muram dan hanya bisa menghela nafas panjang. "Hanya itu saja? Apa kamu tidak kangen sama aku?"

Mas Aldi tidak menjawab, melainkan mematikan sambungan telepon. Aku pun melihat penampilan dari atas sampai bawah. Apa aku sudah tidak menarik lagi sehingga suamiku tidak rindu. Aku tersenyum kecut, saat mengingat suamiku pulang ke rumah dan tidak mau menyentuhku. Bahkan, dia pergi lagi ke luar kota untuk memeriksa proyek. 

Aku melihat jam yang ada di dinding menunjukan pukul 08.35 sebentar lagi acara pernikahannya akan dimulai. Gegas aku membersihkan diri, setelah itu memoles dengan sedikit bedak tipis.

[Mas, aku mau pergi ke undangan sahabatku]

Pesanku masih centang satu, padahal baru saja kami berkomunikasi kenapa tidak aktif. Apa masalahnya terlalu berat? Sehingga tidak mau diganggu? Aku masih mencoba berpikir positif, mudahan masalahnya cepat selesai. 

Sekitar sepuluh menit aku sudah sampai di gedung. Tempatnya sangat mewah walupun mendominasi putih. Bunga anggrek, mawar putih menghiasi seluruh sudut ruangan. Hatiku melengos saat mengingat pernikahanku dengan mas Aldi yang sederhana. 

Dulu, Papa memintanya untuk segera menikahi ku di rumah sakit. Karena ternyata umur Papa tidak akan lama, beliau mempunyai penyakit jantung. Dan akhirnya, kami menikah. Setelah lima menit, Papa meninggalkanku selamanya.

“Mila hebat ya bisa menikah dengan pengusaha kaya,” bisik tamu undangan disebelah kiri. 

“Heh. Apa kamu tidak tahu kalau si Mila itu terkenal sebagai pelakor. Aku yakin, pria yang menikahinya saat ini memiliki istri.” Wanita dengan rambut sebahu menimpali. 

Hatiku langsung nyeri mendengar percakapan dua wanita tadi. Apa mungkin itu benar suamiku? 

Di sana sudah ada penghulu juga para saksi. Namun, sayang sekali aku tak dapat melihat wajah calon pria karena duduk membelakangi ku. Saat penghulu mengucapkan ijab kabul, terdengar jelas di telinga suara calon pria tengah menyebut nama Mila--sahabatku.

"Suaranya mirip mas Aldi? Apa ini juga sebuah kebetulan?" tanyaku pada diri sendiri. Aku pun berjalan mendekat tiba-tiba degup jantungku seakan berhenti, melihat pria yang bersanding dengan sahabatku adalah pria yang menelpon tadi. Dia mas Aldi, pantas saja nama dan suaranya tidak asing di telinga.

Bagai dihantam baru besar dada ini terasa sesak, bahkan sulit untuk bernafas. Ternyata ini alasannya mengapa suamiku selalu ke luar kota dan jarang pulang.

"Tega kamu, Mas."

Air mataku lolos begitu saja bahu ikut bergetar, tak kuhiraukan orang-orang memperhatikan seperti ini. Rasanya ingin kubanting dua manusia yang tengah berbahagia di atas penderitaanku.

Mataku menyapu sekeliling dan berhenti di samping suamiku ah rasanya jijik aku mengucapkannya. Wanita paruh baya tengah menghamburkan uang lembaran biru kepada para tamu undangan. 

Sial, mungkin itu uang yang aku kasih tadi. 

Wajahnya yang sudah keriput tidak ada rasa sesal sama sekali. Uang itu berterbangan di udara, bahkan pecahan lima puluh ribu mengenai wajahku. Mereka tidak menyadari keberadaanku karena tengah asik dengan acara bahagianya.

"Bu, sawer sini!?" teriak para tamu undangan dengan riuh. Tak terasa tanganku terkepal dengan kuat di kedua sisi tubuh.

Tak tahan dengan kelakuan wanita paruh baya itu, dengan mudahnya membuang uang. Aku pergi dan duduk di sudut ruangan, rasanya ingin melabrak pelakor itu berikut mas Aldi pun Ibu. Mereka bertiga telah menipuku, tetapi aku masih sadar tidak akan kukotori tangan ini dengan menyentuhnya.

Ting 

Suara notifikasi dari aplikasi hijau mengalihkan perhatianku. 

Keningku menyerngit. Di sana sangat jelas laporan keuangan yang janggal. Grafik penjualan sangat meningkat,, tetapi pemasukan malah merosot tajam. 

“Siapa yang berani membuat kecurangan di perusahaan ku?” Aku mengepalkan tangan apa ini perbuatan suamiku  selama ini mas Aldi sudah bermain-main denganku bukan hanya menipuku dia juga memanipulasi data keuangan. Kalau benar itu perbuatannya. Akan kubalas semuanya, sekarang diriku bukan Ayu yang lemah yang hanya bisa kalian manfaatkan begitu saja. 

“Aku tak akan membiarkan kalian bahagia.”

Uang telah menggelapkan mata hatinya. Lihat saja apa yang akan aku lakukan pada kalian. Aku menarik nafas menetralkan degup jantungku yang tidak beraturan  Tidak ada air mata yang menemaniku hanya kebencian dan amarah. Bagaimanapun caranya akan kubuat kalian menyesal, terutama kamu, mas?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tan Rudy
realita hidup, kalau dah kaya lupa daratan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status