Share

chapter 9

Brak..!"

"Arman! Ngapain kamu bawa dia ke rumah sakit, jika hanya sakit biasa begitu sih! Buang-buang uang saja."

Melihat putranya memperlakukan istrinya dengan baik, bu Susy pun meradang.

"Ma! Mama apaan sih Ma! Datang ke Rumah Sakit teriak-teriak begitu. Mama mau kalau sampai Mama diusir sama security?"

"Mengenai Nisa yang dirawat di sini, itu bukan keinginan dia. Tapi itu semua salah aku, gara-gara keegoan aku, aku hampir kehilangan calon anak aku, Ma."

Bu Susy yang mendengar kabar kehamilan menantunya nampak tak suka dan tak rela.

"Apa!! Wanita itu hamil?"

"Wanita itu istriku Ma, dia punya nama. Please, demi anak aku, hargai dia Ma." Arman memohon pada mamanya.

"Cukup dulu kamu memohon untuk menikahi dia Arman! Jangan pernah kamu memohon pada Mama, untuk menerima dia sepenuhnya hanya karena dia hamil. Mama gak sudi punya cucu dari wanita seperti dia!" ujar bu Susy sambil melototkan matanya.

Kata-kata kasar disertai dengan jari telunjuk yang mengacung lurus ke arah Nisa, membuat suasana kamar menjadi hening.

Nisa yang dari awal kedatangan mertuanya, hanya diam mendengar segala umpatan dan hinaan yang di tujukan pada dirinya.

"Dan kamu!" Tunjuk bu Susy pada menantunya.

"Jangan kau pengaruhi putraku untuk mengikuti rencana busukmu itu!" ucapnya dengan suara lantang.

"Cukup Ma! Mama gak berhak mengecam istriku seperti itu!"

"Kehamilan Nisa adalah kebahagiaanku! Telah lama aku menginginkan seorang anak Ma."

"Dan saat semua keinginan aku terwujud, Mama ingin memisahkan kami?"

Arman begitu kecewa dengan semua tingkah laku, dan sifat keras kepala ibunya, wanita yang selama ini selalu ia dengarkan ucapannya, ternyata sama sekali tak menghargai keinginannya.

"Sadar Arman!"

"Kamu itu nggak sadar jika udah di manfaatkan sama wanita itu! Dan asal kamu tau, sampai kapan pun Mama gak akan pernah menerima dia sebagai bagian dalam keluarga kita. Camkan itu!"

Setelah mengeluarkan semua kata kata kebenciannya, bu Susy pun berpaling dan berjalan ke arah pintu.

"Tunggu Ma!" panggil Arman menghentikan langkah ibunya.

"Apa lagi!" Dengan angkuhnya bu Susy memandang ke arah putranya.

"Jika Mama tak menginginkan istri dan anakku, maka jangan pernah Mama meminta apa pun dariku."

Ucapan Arman membuat bu Susy nampak panik.

"Apa maksud kamu Arman?" tanya bu Susy memelankan suaranya.Merasa tak rela jika kekayaan anaknya dinikmati oleh istrinya.

"Ya begitu," jawab Arman santai sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.

"Kamu jangan kurang ajar Arman! Jika kamu nggak membantu keuangan Mama, bagaimana bisa Mama memenuhi kebutuhan Mama juga Bella?"

"Ya dengan penghasilan peninggalan almarhum Papa."

"Kamu pikir, dengan uang kontrakan rumah sepuluh pintu itu cukup?"

"'Kan masih ada tambahan dari minimarket Ma, masa nggak cukup?"

"Nggak, uang segitu nggak akan cukup. Kamu harus tetap membantu Mama seperti biasa!"

"Nggak bisa Ma, usaha itu aku rintis dari tabungan aku sendiri. Mama nggak punya hak dengan hasilnya, jika aku membantu Mama selama ini, itu karena rasa peduli dan sayang aku sama Mama."

"Tapi, jika Mama tak mau menerima istri dan anakku, untuk apa aku membantu Mama lagi." Arman terpaksa bertindak tegas atas kelakuan ibunya kali ini.

"Kamu ngancam Mama?"

"Aku gak ngancam Ma, cuma itu keputusan aku demi keutuhan dan kebahagiaan keluarga kecilku." Arman pun berbalik menghampiri istrinya.

Bu Susy, yang melihat semua itu hanya mengepalkan tangannya, geram dengan keputusan putranya. Namun tak dapat berbuat apa-apa untuk merubah semua itu, kecuali mengalah lagi.

"Oke..! Mama akan menerima Nisa seperti biasa. Namun Mama gak mau kalau sampai uang belanja Mama kamu stop. Puas kamu!"

Arman yang merasa tidak ada ketulusan dari kata-kata ibunya, tak mau begitu saja menuruti keinginan orang tuanya begitu saja, ia berbalik dan berkata lagi.

"Itu terserah Mama mau menerima atau tidak keluarga kecilku."

"Aku akan membantu seperti biasa jika, Mama dan Bella nggak hanya menerima, tapi juga berlaku baik pada istri dan anakku." Tegas Arman sambil memandang ke arah ibunya.

"Apa maksud kamu Arman!? Kamu jangan jadi anak durhaka hanya untuk membela dia!" Bentak bu Susy dengan wajah merah.

"Udahlah Ma, aku gak mau debat lagi."

"Intinya, jika aku melihat atau mendengar Mama atau Bella berlaku kasar pada istri dan anakku. Maka, jangan harap aku memberikan apa yang Mama pinta."

Arman terpaksa bertindak tegas pada ibunya, karena ia tahu bagaimana bencinya ibu dan juga adiknya pada istri dan anak sambungnya.

Setelah mendengar ultimatum dari putranya, bu Susy langsung berbalik dan melangkah pergi.

Arman hanya mampu menarik napas melihat kelakuan wanita yang telah melahirkannya itu dengan perasaan hampa.

Sebagai anak, ia merasa bersalah telah berkata kasar pada orang yang telah berjasa besar dalam hidupnya.

Tapi, sebagai seorang suami, ia merasa benar dengan apa yang ia lakukan untuk melindungi anak dan istrinya yang telah menjadi tanggung jawabnya.

Nisa yang melihat kesedihan pada raut wajah suaminya, turun dari brankar dan berjalan menghampiri.

"Aku minta maaf Mas," ucap Nisa sambil memeluk tangan suaminya dari samping.

"Nisa! Kenapa turun sayang? Ayo istirahat lagi." Arman langsung membopong tubuh istrinya ke tempat tidur pasien semula.

"Kamu gak perlu memikirkan Mama ya?" ungkap Arman sambil menyelimuti tubuh istrinya kembali.

"Tapi, hubunganmu sama Ibu renggang gara-gara aku, Mas." Nisa memandang wajah suaminya dengan rasa bersalah.

"Sekali-kali Mama harus ditegasin sayang. Selama ini, aku terlalu menuruti keinginannya hingga Mama merasa berhak atas hidupku," ujar Arman sambil mengelus pipi istrinya.

"Maafkan kesalahan Mama, ya? Semoga ke depannya Mama dapat berubah lebih baik lagi."

"Nggak perlu kamu pinta, Aku udah memaafkan Ibu, Mas."

"Terimakasih Nisa." Arman langsung memeluk wanita yang di cintainya itu.

"Walaupun selama ini Ibu berlaku kurang baik padaku, bagaimana pun, Ibu tetap Ibu mertua yang harus ku hormati."

Kata-kata Nisa membuat Arman merasa malu atas perlakuan kasar dan sumpah serapah Mamanya selama ini.

"Aku yang bodoh! Selama ini aku tak menyadari, jika sebenarnya, apa yang aku cari di luar sana, semua ada pada dirimu."

"Masa sih Mas!" ucap Nisa memandang wajah tampan suaminya.

"Iya Nisa istriku??" Arman tersenyum sambil mencubit pipi istrinya.

"Aku menginginkan istri yang tulus kepada Mamaku, mencari wanita yang mampu mendidik anak-anak aku dengan ilmu dan agama yang baik, serta istri yang selalu menuruti setiap perkataan suami."

"Sudahlah Mas, aku bersyukur jika kamu merasa aku seperti itu. Tapi sebagai wanita biasa, aku juga banyak kekurangan dan salah."

"Nggak Nis, selama ini kamu nggak pernah salah. Kamu terlalu sempurna untukku."

"Nggak ada manusia sempurna Mas, jika di matamu selama ini aku begitu, Alhamdulillah. Namun jika suatu hari aku melakukan kesalahan, kumohon jangan langsung kau perlakukan aku beda Mas, kamu harus bertanya lebih dulu. Karena setiap kesalahan pasti punya alasannya sendiri!" jelas Nisa.

"Aku akan mengingat semua ini, semoga rumah tangga kita jauh dari masalah."

"Amiin .." ucap Arman yang juga diikuti Nisa.

"Drett...drett ...!" Terdengar suara handphone dari saku celana Arman.

Arman mengambil handphone dan kaget, melihat panggilan itu berasal dari orang, yang ingin ia hindari. Arman pun memandang ke arah istrinya.

Nisa yang berada disisi Arman, dan membaca nama yang tertera di layar pun, langsung menggeser tubuhnya menjauh dari suaminya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status