Mendengar jika istrinya mempunyai teman laki-laki, Arman merasa tak terima jika istrinya nanti lebih akrab dengan laki-laki itu dan merasa nyaman, maka bisa saja Nisa pergi meninggalkan dirinya.
"Memangnya udah lama kenal yank?kenal di mana? Udah pernah ketemuan ya?" Arman segera memberikan rentetan pertanyaan.Nisa yang melihat rona merah menahan emosi di wajah suaminya, semakin semangat bercerita. "Hmm.! Sebenarnya aku baru sih kenal sama dia Mas, yaa..! Walaupun awal kenal lewat aplikasi sih, tapi dia enak diajak ngobrol, ngobrolnya nyambung lagi! Malah nih Mas ya? Dia itu udah kabulkan apa pun permintaan aku lho Mas, hehehe.""Mana, sini nomor handphone nya?" ucap Arman sambil menadahkan tangan meminta."'Kan handphone aku di rumah Mas, emang nya kamu mau ngapain? Mau hubungin dia? Ayo...!Jangan usil deh Mas."Nisa berusaha menahan tawanya, saat melihat wajah suaminya yang merah seperti kepiting rebus menahan emosi."Yank, please jangan nekad deh, jangan pernah hubungi dia lagi ya? Pulang nanti kamu blokir aja kontak dia ya? Kamu belum kenal sama orang itu lho, aku mau kamu jangan berurusan sama dia lagi, nggak penting." Arman menahan emosi, ingin marah nggak mungkin, karena hubungan mereka baru saja membaik."Ish..! Mas Arman kok jahat gitu sih, masa suruh suruh aku blokir kontak dia, 'kan sayang Mas, dia itu penting bagi aku.""Penting mana sama aku yank?" Arman merasa tersingkir, ia tak terima jika ada laki-laki lain yang dipentingkan istrinya selain dirinya."Ya beda dong Mas." "Kok beda?? maksudnya?" "Ya beda aja...! Kamu itu adalah laki-laki yang terpenting, karena kamu itu Ayah dari anak aku, kalau dia..?" Nisa sengaja menggantung kata-katanya."Terus, kalau dia? Apanya yang penting?" Sungguh perasaan Arman dibuat seperti roller coaster saat ini."Dia itu penting karena, mau mengabulkan apa aja permintaan aku, Mas? Gimana dong?""Ya udah. Mulai sekarang kamu kalau mau apa-apa harus minta sama aku, ingat yank! Aku nggak mau jika kebutuhan istri aku dipenuhi oleh laki-laki lain.""Ohh..! Jadi kamu cemburu Mas?""Siapa yang cemburu yank, aku hanya nggak mau, kamu ketergantungan pada orang lain. Aku suami kamu yank, kamu harus ketergantungan sama aku bukan orang lain.""Ohh...!" Nisa yang hapal dengan sifat posesif suaminya, hanya menganggukkan kepalanya."Kok cuma ohh...?" Arman semakin penasaran dengan sosok laki-laki yang di bicarakan istrinya tersebut."Ya kalau kamu bilang apa-apa harus minta sama kamu ya aku suka, nggak perlu minta dia datang ke rumah lagi," ucap Nisa santai."Jadi, laki laki itu pernah main ke rumah yank??" Wajah Arman mulai nampak menahan emosi, nampak pipinya mengeras."Pernah sih, kalau nggak salah lima atau enam kali gitu." Nisa menahan senyum agar ulahnya tidak terbongkar."Sesering itu?? Kok aku nggak tau dan nggak pernah ketemu saat dia datang ke rumah yank?" Arman mengepalkan tangannya dalam saku."Gimana mau ketemu Mas, kalau dia datang cuma satu dua menit, pulang lagi."Nisa sengaja mengulur-ulur pembicaraan."Kok cepat yank? Memangnya dia datang ngapain aja cuma dua tiga menit?""Ya ngantar pesanan aku lah! Masa mau numpang makan!"Lama Arman memikirkan penjelasan istrinya namun ia tetap bingung. "Siapa nama laki laki itu yank? Dia kerja apa? Rumahnya di mana??""Namanya Mas ojol, kerjanya kurir antar barang, terus kalau rumahnya aku nggak tau Mas, soalnya belum pernah tanya tanya sih, lain kali aku tanya deh, alamatnya, hobbynya, ukuran pakaian, hm....! Apa lagi ya?""Stop...! Ngapain tanya tanya sih. Jadi maksud kamu teman laki-laki yang kamu maksud itu kurir ojol yank??""Iya Mas! Memang aku boleh ya, cari teman laki-laki lain lagi?" Nisa menatap wajah suaminya seolah meminta ijin."Jangan.....!" Jawaban spontan Arman menunjukkan perasaannya yang sesungguhnya bahwa ia takut kehilangan.Arman merasa lega, ia berpikir jika yg dimaksud Nisa, adalah mantan suaminya.."Ehh..!" Nisa mengulum senyum melihat sifat posesif suaminya."Maksudnya, kamu jangan terlalu akrab sama laki-laki lain gitu," jawab Arman serba salah."Hehehe...! Ngaku aja kalau suamiku saat ini lagi cemburu? Kok susah amat sih bicara jujur?" ujar Nisa sambil membelai pipi suaminya."Aku cuma nggak mau kamu dekat sama laki-laki lain, yank." Arman masih gengsi mengakui kecemburuannya."Itu tadi namanya apa Mas??" Tanya Nisa menatap mata suaminya."Iya iya ....! Aku cemburu..! Tapi itu karena aku nggak mau kehilangan kamu yank, apalagi sekarang ada calon anak aku di sini," ucap Arman sambil tangannya mengusap perut istrinya."Terimakasih Mas...!""Aku yang berterima kasih sama kamu yank, karena walau sifat ku seperti ini, kamu masih mau mengandung anak aku yank. Ku mohon jangan tinggalkan aku ya?" Arman langsung memeluk tubuh Nisa."Mas, apa sahabat aku boleh datang ke rumah Mas?" tanya Nisa sambil memandang ke wajah suaminya, Nisa memainkan tangannya pada pipi laki laki tersebut."Kenapa harus minta ijin sih yank? Kapan saja sahabat kamu itu boleh datang, siapa tau bisa mendatangkan aura positif untuk kamu.""Lho...! Maksudnya apa, Mas?""Ya kan kamu lagi hamil sayang, dan kebahagiaan itu adalah pengaruh positif yang baik untuk kesehatan dan perkembangan janin, di sini," ujar Arman sambil mengelus perut istrinya."Oh...! Aku pikir apa?""Kalau boleh tau, kenapa baru sekarang teman kamu itu, punya keinginan main ke rumah yank? Maksudnya Kenapa nggak dari dulu, gitu?" tanya Arman."Ya, bagaimana mau main Mas? Orang dia aja ngak tau alamat aku sejak tinggal di kota ini.""Kok bisa? Apa selama ini kamu gak pernah memberitahukan alamat rumah kita?" tanya Arman penasaran."Maaf, aku gak berani memberikan alamat rumah kamu Mas. Aku sadar, bahwa aku hanya seorang menantu yang tak diinginkan dalam lingkaran keluarga suamiku sendiri."Kata kata Nisa yang seperti itu membuat Arman benar benar menyadari jika, selama ini, terlalu banyak hak istrinya yang tidak ia penuhi."Maafkan aku yank, aku terlalu lalai sebagai suami. Dan aku juga terlalu tak peduli sama keinginan kamu selama ini. Mulai sekarang, aku akan berusaha mengganti semua kesalahan dengan kebahagiaanmu sayang."Sebenarnya Nisa ingin memberitahukan pada suaminya, tentang rencananya yang ingin bekerja dan mencari penghasilan demi masa depan putranya. Namun tiba tiba....!"Brakk....!"Pintu yang tiba-tiba terbuka secara kasar seketika, membuat wajah Nisa memucat, saat melihat wajah orang yang berdiri di depan pintu.Brak..!""Arman! Ngapain kamu bawa dia ke rumah sakit, jika hanya sakit biasa begitu sih! Buang-buang uang saja." Melihat putranya memperlakukan istrinya dengan baik, bu Susy pun meradang."Ma! Mama apaan sih Ma! Datang ke Rumah Sakit teriak-teriak begitu. Mama mau kalau sampai Mama diusir sama security?" "Mengenai Nisa yang dirawat di sini, itu bukan keinginan dia. Tapi itu semua salah aku, gara-gara keegoan aku, aku hampir kehilangan calon anak aku, Ma."Bu Susy yang mendengar kabar kehamilan menantunya nampak tak suka dan tak rela."Apa!! Wanita itu hamil?" "Wanita itu istriku Ma, dia punya nama. Please, demi anak aku, hargai dia Ma." Arman memohon pada mamanya."Cukup dulu kamu memohon untuk menikahi dia Arman! Jangan pernah kamu memohon pada Mama, untuk menerima dia sepenuhnya hanya karena dia hamil. Mama gak sudi punya cucu dari wanita seperti dia!" ujar bu Susy sambil melototkan matanya.Kata-
Arman yang melihat raut kecewa di wajah istrinya, langsung menolak panggilan dan menyimpannya kembali."Maaf, aku akan menyelesaikan permasalah ini secepatnya sayang!" ungkap Arman sambil memegang tangan istrinya."Itu adalah hak kamu Mas, dan aku hanya tidak ingin, jika pernikahan kita dimasuki orang ketiga." Tanpa berkata lagi, Nisa langsung membaringkan tubuhnya, dan membelakangi suaminya."Jika aku tahu kalian masih menjalin hubungan, maka jangan salahkan aku, jika aku inginkan perpisahan, Mas!" lanjut Nisa.Arman yang mendengar ultimatum istrinya hanya diam. Begitu masuk kedalam rumahnya, bu Susy langsung duduk dengan kasar dan meletakkan tasnya begitu saja. Nampak wajah penuh kemarahan, dan hembusan napas kasar pun berulang ulang ia lakukan.Semua itu membuat Bella, yang dari tadi duduk santai sambil menikmati cemilan di depan tv merasa heran dengan kelakuan ibunya."Mama kenapa sih? Datang-datang bukannya ucap salam k
Bu Susy langsung merogoh tasnya mengambil handphone. Ia langsung menghubungi seseorang. Tak lama terdengar suara dari seberang."Halo, Sherly ini Tante! Kamu ada waktu nggak? Ada yang ingin Tante bicarakan!" ucap Bu Susy pada seseorang.Terdengar obrolan panjang lebar antara bu Susy, dan seseorang di seberang sana. Entah apa yang dibicarakannya tak ada ada yang tahu. Muslihat dan taktik apa yang di rencanakan pun tak diketahui.Bahkan Bella yang saat itu berada di luar kamar ibunya pun, tak dapat mendengar jelas apa isi percakapan ibunya dengan Sherly. Yang ia ketahui bahwa ibunya sedang merencanakan sesuatu."Hm...! Moga aja Mama punya rencana bagus untuk mengusir perempuan itu dari keluargaku!" Gumam Bella sendiri.Tak terasa dua hari sudah Nisa dirawat di Rumah sakit. Hari ini Nisa sudah diperbolehkan pulang.Setelah menyelesaikan administrasi dan keperluan lainnya, Arman membawa istrinya pulang ke rumah mereka.Begit
Nisa mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruang keluarga rumahnya. Ia duduk menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, dan terdiam menatap ke langit-langit rumah. Ia masih kesal dan sakit hati, melihat bagaimana wanita tadi yang ternyata adalah selingkuhan suaminya, yang dengan percaya diri meminta ia menceraikan suaminya demi bisa menikahi dirinya.Sementara Arman masih berdebat dengan Sherly yang masih tak mau pergi saat disuruh pulang nampak emosi."Sher...! Please jangan ganggu rumah tanggaku lagi. Aku sudah menyesali semua kesalahanku selama ini." Arman pun berusaha memberi pengertian, agar tak menimbulkan masalah ke depan bagi rumah tangganya."Apa Mas? Kamu meminta aku meninggalkan kamu, hanya untuk dia Mas! Bukankah kamu sendiri yang bilang akan menikahi aku setelah menceraikannya, Mas!" Sherly yang tak terima dengan penjelasan Arman pun marah."Cukup Sherly..! Memang aku pernah bicara seperti itu, tapi aku menyesal Sher! Aku gak mungki
Apa-apaan ini Nisa? Kalian mau kemana?" tanya Arman sambil menurunkan tas dari tangan istrinya.Nisa yang menyadari keberadaan putranya di antara mereka pun memandang anaknya "Ahmad bisa tunggu di luar nggak, sebentar aja ya?" pinta Nisa pada putranya."Iya Bun!" Ahmad pun berjalan keluar rumah menunggu di teras.Arman yang hanya melihat interaksi antara anak dan istrinya pun hanya diam. "Mas..! Aku memberikan waktu untukmu berpikir sekali lagi! Dan untuk saat ini, aku akan pergi membawa putraku!" ujar Nisa sambil mengambil tasnya kembali.Arman jelas tak menerima permintaan istrinya, hingga tanpa sadar Arman pun berkata dengan keras "Jangan bodoh Nisa! Kamu gak bisa bertindak semaumu begini!" "Kenapa nggak bisa, Mas?" tanya Nisa membalas tatapan tajam suaminya."Aku gak bakal mengijinkan kamu pergi dari rumah ini walau hanya sejengkal, titik!" ucap Arman lagi."Oh....! Apa aku harus menunggu kamu mengusir aku
Arman langsung mengangkat tubuh Nisa ke dalam kamarnya yang diikuti putra sambungnya."Yah, Bunda kenapa Yah?" tanya Ahmad sambil menangis mengikuti langkah ayahnya ke kamar.Sampai ke kamar, Arman pun meletakkan tubuh istrinya secara perlahan. Ia menyelimuti tubuh Nisa, dan menyetel ulang setelan AC yang tak di pakai beberapa hari ini."Bunda kamu cuma capek kok, Ahmad nggak usah khawatir ya! Bentar lagi juga Bunda sehat lagi!" Arman berusaha memberi penjelasan yang menenangkan bagi putra sambungnya itu."Kok Bunda bisa capek Yah? Bunda kan baru pulang dari Rumah Sakit?" tanya Ahmad lagi."Itu karena Bunda ingin pergi, makanya Bunda jadi sakit lagi! Nanti kalau Bunda udah sadar, Ahmad harus bujuk Bunda untuk tidak pergi lagi ya?" Arman pun berusaha menahan istrinya pergi melalui anak sambungnya."Iya Yah, Bunda biar istirahat di rumah aja." Ahmad pun mendukung rencana Ayahnya.Di sebuah rumah..."Gimana....! Ka
Nisa yang mendengar pertanyaan suaminya sontak memandang kaget.Melihat putranya ada di antara mereka, merasa tak nyaman.Ia pun meminta putranya pergi ke kamarnya "Sayang..! Kamu masuk ke kamar dulu ya? Ada yang ingin Ayah dan Bunda bicarakan!" pinta Nisa pada putranya. "Iya Bun..! Tapi, Bunda jangan sakit lagi ya?" ucap Ahmad penuh harap."Iya sayang..! Terimakasih ya udah perhatian sama Bunda!" jawab Nisa sambil mencium pipi anaknya.Ahmad pun berlalu meninggalkan kedua orang tuanya dan kembali ke kamarnya."Mas? Aku belum segila itu untuk pergi menemui laki-laki lain, di saat statusku masih sebagai istrimu!" jawab Nisa kesal sambil memandang suaminya.Arman pun segera menyadari kesalahannya "Maafkan aku, Nisa!""Aku hanya ingin menjaga kenyamanan bayi dalam kandunganku! Dari itu aku mohon, ijinkan aku pergi!" jelas Nisa lagi. Arman yang mendengar permintaan istrinya pun tak terima. Ia langsung ban
Hah...! Apa Ma? Mama minta aku untuk membuat menantu Mama itu, keguguran?" Bella yang mendapat perintah dari ibunya tak menyangka, jika saran yang ibunya berikan begitu kejam."Jangan kamu sebut dia sebagai menantu Mama, Bella!" bentak bu Susy.Ia merasa tak Sudi jika menjadi mertua dari wanita yang dibencinya."Maaf...! Tapi 'kan, dia memang menantu Mama. Secara, dia istri dari anak Mama, 'kan?" jawab Bella pelan, yang merasa ngeri dengan kemarahan ibunya."Sudah, sudah! Pokoknya, sampai kapan pun, Mama nggak akan sudi memiliki menantu seperti dia!" "Iya, iya..! Tapi Ma, aku gak tau gimana caranya buat wanita itu keguguran!" ungkap Bella takut."Aakhhh...! Masa' gitu aja nggak tau, sih! Percuma sekolah tinggi-tinggi, gitu aja nggak bisa!" jawab bu Susy ketus sambil menahan emosi pada putrinya."Jangan bawa-bawa pendidikan aku donk, Ma!" jawab Bella tak terima dikatakan bodoh secara tidak langsung."Mama pikir, aku nuntu