แชร์

Chapter 4

ผู้เขียน: Arachis Verania Ve
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-01-31 12:36:11

"Tentang kita pada akhirnya, menjadi sejarah yang tak tercatat. Kenangan yang tak terulang dan ingatan yang tak sampai. Tapi semua pernah ada. Hanya saja kita sedang belajar lupa."

_____

Sulit memperhatikan dia yang berjalan mendekat beberapa langkah dan mengajak berbicara. Suaranya terdengar samar seperti dengungan lebah. Aku tak mampu mengendalikan diri. Ada dorongan kuat yang berasal dalam diriku untuk melakukan perbuatan menyakiti diri.

Kemudian seperti orang kerasukan aku bangkit dan melompat dari tempat tidur, berlari dan membenturkan kepala ke dinding. Menjerit histeris disusul teriakan panjang. Dia menangkap tubuhku dengan gerakan cepat sebelum aku ambruk. Lamat-lamat kurasakan dari sisi kepala mengalir sesuatu yang hangat, membentuk garis lurus.

“Ka ... Kamu apa-apaan?! Dengan raut muka cemas dan bingung dia membentakku seraya membantuku berdiri setelah sejenak memandangiku dengan ekspresi rumit. Di perlakukan seperti itu bukannya berterima kasih aku justru bertambah marah. Kupikir kenapa dia berlagak sok peduli. Memangnya siapa dia?

Bahkan laki-laki yang dulu katanya amat mencintaiku begitu mudah melepaskan saat aku tidak bisa memberi apa yang dia inginkan. Membuatku mengerti betapa tipisnya perbedaan antara suka dan tidak suka, antara mencintai dan membenci. .

***

“Saya yakin laki-laki yang kamu tangisi itu sudah melupakan kamu. Kalau tidak mana mungkin dia tega membiarkan kamu seperti ini,” katanya pada akhirnya setelah membiarkan hening yang cukup lama dalam perjalanan mengantarku pulang. Tetapi tak urung ucapannya itu membuat dadaku kembali bergolak. Namun aku memilih berdiam diri, tak berminat merespons walaupun sebenarnya perkataannya itu tidak menyenangkan.

Setelah mengobati luka di pelipisku dan menutupinya dengan perban dia mengantarku pulang. Lantaran takut aku berbuat hal yang lebih gila lagi. Meski sebenarnya aku keberatan. Dia beralasan aku tidak cukup stabil untuk pulang seorang diri. Baik sekali pikirku orang asing ini. Tetapi maaf aku tidak berniat membalas kebaikannya. Aku benci ada yang pura-pura peduli dan lebih mudah menerima perlakukan buruk. Dengan begitu tak perlu ada hutang budi.

“Eum, nama kamu siapa?” Dia melontarkan pertanyaan yang seharusnya aku jawab. Sayang aku malas menjawabnya. Nama? Apa perlu saling tahu nama masing-masing? Rasanya norak sekali, seperti anak remaja saja. Kupandangi dia dengan muka suntuk, tapi dia malah membalas dengan senyuman tipis. Kulemparkan tatapanku pada jalanan yang dilalui. Okelah, mungkin dia ingin aku menghargainya. Ya, tenang saja aku akan mengucapkan banyak terima kasih setelah turun nanti.

Dari jarak beberapa meter rumahku sudah terlihat kukatakan padanya untuk berhenti tepat di depan pagar bercat hitam

Dia terdiam untuk sesaat dari samping kulihat wajahnya sedikit menegang. Ada kegamangan dan kelembutan terpancar. Seakan teringat masa lalu.

“Ini rumah kamu?” Dia bertanya tanpa mengalihkan tatapan entah apa yang sedang diamatinya.

Gerakanku yang hendak menekan tombol pintu terhenti saat dia memutar badan kemudian berkata, “Sebaiknya kamu mengehentikan perbuatan yang merusak diri. Belajarlah lebih peduli dengan masa depan kamu. Karena ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk bahagia dan jangan biarkan diri kamu menangisi masa lalu. Kamu masih muda, menarik dan cerdas ada banyak lelaki di luar sana yang mendambakan perempuan seperti kamu.”

Dengan bibir terkatup rapat kupandangi dia beberapa lama. Aku cukup terharu dengan apa yang dia katakan membuat dadaku mendadak sesak. Meski aku tahu itu tak lebih sekedar kalimat penghibur. Padahal jelas-jelas aku tak butuh dihibur. Aku bisa mengkondisikan diri sebagaimana yang aku ingin. Mengizinkan diriku Untuk tertawa atau menangis kapan pun aku mau.

Kuhempaskan napas dengan perasaan kesal, tergesa keluar seraya membanting pintu cukup keras. Dia sampai tercengang karena kaget.

“Bahkan nggak ada ucapan terima kasih sedikit pun?!”

Aku mengabaikannya. Tadinya begitu tapi setelah kupikir semakin lama dia semakin banyak bicara dan menyebalkan. Jadi buat apa berterima kasih.

“Oh, ya. Kamu tahu laki-laki yang baik akan mendapatkan perempuan yang baik begitu sebaliknya,” ujarnya setengah berteriak sukses membuatku kembali berbalik menghadapnya. Lalu dengan geramnya kubalas kata-katanya tak kalah tajam. Kedua tanganku sengaja kuletakkan di kedua sisi pinggang agar semakin terlihat angkuh di matanya.

“Kalau pun anda sudah merasa menjadi laki-laki baik dan ingin mendapatkan perempuan baik-baik, sepertinya saya tidak berniat menjadi perempuan baik sekalipun di muka bumi ini Cuma tersisa Anda seorang. Apa lagi harus menghabiskan waktu dengan orang memuakkan seperti Anda. Saya berharap setelah ini kita tidak pernah bertemu lagi.”

Dia menyeringai lebar. Membuatku ingin mencopot high heelsku dan melemparkan ke mukanya. Pikirku bisa-bisa aku gila meladeni dia. Kemudian dengan perasaan dongkol aku melengos menyelinap ke pintu pagar sementara suara tawanya masih terdengar jelas seakan menempel di gendang telinga.

“Nama saya Akhtar. Jangan lupa itu!” Dia masih sempat berteriak meski langkahku hampir mencapai pintu.

“Saya nggak peduli!”

“Dan saya akan memanggil kamu Bintang. Bintang jatuh, tepatnya.” Dia tertawa lagi.

Bintang. Bintang jatuh? Dia benar-benar ...

Emosiku yang sedari tadi berusaha kutahan, kembali memuncak. Kali ini tanganku gatal ingin mencakar wajahnya. Tapi sebelum keinginanku tersampaikan dia menekan klakson keras-keras membuatku tersentak kaget, lalu melajukan mobilnya meninggalkan aku yang masih terpaku dengan jantung berdegup kencang karena luar biasa geram dengan kelakuannya.

Oh, Tuhan, dosa apa yang telah kuperbuat. Kenapa aku dipertemukan dengan mahkluk yang membuat hariku menjadi sangat muram dan mengerikan. Sepertinya aku harus bertobat setelah ini dan kembali ke jalan yang lurus.

Tapi aku tidak tahu jalan yang lurus itu seperti apa.

“Dari mana aja kamu?!!!”

Bersambung 🥰

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 80

    Di rumah aku menjadi tidak bersemangat. Segala hal kukerjakan setengah hati. Meski begitu aku berusaha tetap tersenyum dihadapan Kang Imam. Dan malam hari adalah siksaan bagiku. Sewaktu Kang Imam memeluk bayangan Akhtar mengikat kuat ingatanku. Aku disergap perasaan bersalah. Di mataku Kang Imam menjadi sosok lain, sosok orang yang kucintai. Apalagi ketika Kang Imam melayaninya, aku semakin tersiksa imajinasiku bergerak liar. Aku tak mampu menepisnya, Akhtar menguasaiku. Dan puncaknya malam ini, saat jemariku mencengkeram punggung Kang Imam tiba-tiba nama Akhtar terlontar dari bibirku. Aku terkesiap. Kang Imam menatapku meradang. Dia berguling ke samping tak menuntuskan hasratnya.Aku menangis. Menangisi ketidakberdayaanku. Tak ada lagi yang bisa kulakukan. Sepanjang malam itu kami sama-sama diam."Jujurlah dengan perasaan kamu, Neng?" ucap Kang Imam malam berikutnya. Dia menatapku dalam-dalam. Seakan ingin mengorek apa yang tersembunyi di balik mataku."Maafkan aku, Kang." Air mata

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 79

    Tiga bulan berjalan rumah tanggaku dan Kang Imam tampak baik-baik saja. Aku tetap melayani dia selayaknya istri yang baik. Meskipun Kang Imam tidak mengizinkan aku bekerja, sesekali dia mengizinkan aku membantu Kak Sarah. Di sela-sela itulah diam-diam aku mencuri waktu menemui Shaila dan Shaili. Mereka berteriak histeris saat aku datang. Aku tak kuasa membendung air mata. Kupeluk mereka erat-erat seolah-olah tidak mau berpisah."Kita kangen sama Mama Mai." Shaili sesegukan di bahuku. Shaila memegang erat bahuku."Mama juga Sayang. Kalian sehat kan?"Keduanya mengangguk. Ibu Akhtar menyembunyikan air mata. Aku memeluknya dengan perasaan frustasi. Apakah cinta harus menyakiti banyak hati. Andai aku dan Akhtar menikah mungkin air mata ini tak akan pernah ada."Papa Akhtar, di Itali Mama. Katanya dua minggu lagi pulang."Aku mengangguk mengusap air mata keduanya."Tapi Papa baik-baik aja kan?""Papa Akhtar baik Ma."Aku dan Ibu Akhtar tak banyak bicara. Beliau seakan tahu perasaanku. Di b

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 78

    Satu jam berikutnya setelah Randy meninggalkan ruangan, aku masih tepekur di tempat yang sama. Mendengarkan dengan seksama kata-kata Randy yang masih menggema di kepala. Impotensi. Napasku kembali tersekat. Gemetar. Susah payah menghapus pikiran buruk mengenai dia. Ingin sekali tidak mempercayai ini. Bisa jadi hanya gangguan psikis sementara di sebabkan dia sering kelelahan. Aku yakin bisa disembuhkan. Kenapa dia harus mengambil keputusan sepihak? Andai aku tahu sejak awal mungkin aku tidak akan rela menjauh darinya. Lebih memilih tetap bersamanya. Memberinya kekuatan agar bisa melewati hari-hari yang berat, waktu-waktu yang sulit. Dengan saling melepaskan seperti ini sama artinya saling menyakiti. Aku tidak mengerti kenapa dia begitu yakin menyangka aku menderita jika tetap memilih bersamanya. Padahal seterjal apa pun jalan yang mesti dilewati asalkan langkah tetap searah aku percaya semua bisa teratasi.Tapi kenapa seterlambat ini. Aku tak bisa mundur begitu saja. Pernikahanku

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 77

    Randy mengatakan sudah dua malam dia tidak pulang ke rumah. Aku mendatangi bengkelnya tapi salah seorang karyawannya memberitahuku kalau Akhtar baru saja pulang. Dengan hati yang di penuhi harap cemas aku kembali melajukan mobil, aku tahu ke mana dia pergi.Dari jalan aku menatap bangunan dua tingkat itu, tampak lampu menyala. Dengan langkah yang semakin gemetar aku masuk cahaya suram dari lampu yang menempel di dinding dekat tangga membentuk siluet panjang tubuhku . Kutarik napas, menegarkan hati andai Akhtar tetap menolak aku akan siap. Anak tangga demi anak tangga kulewati dengan jantung yang kian bergemuruh. Sekujur tubuhku lemas. Kini aku tiba di puncak tangga kulihat dia sedang berdiri melamun dekat jendela. Pandangannya terlempar jauh. Seakan tak menyadari kehadiranku.Aku berjalan mendekat. Namun betapa kagetnya sewaktu mendengar suaranya."Mau apa kamu ke sini. Nggak ada yang perlu kita bahas lagi."Air mataku hampir jatuh bahkan sebelum aku menyampaikan maksudku."Akhtar, R

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 76

    "Kesetiaan tak ubahnya seperti cahaya lampu-lampu yang redup. Menyala sekejap lalu padam dengan cepat."____Aku pernah mengira-ngira apa yang dinamakan cinta sejati. Apa semacam perasaan mendalam pada seseorang, hingga tak ada hal yang bisa menggantikan atau menghentikannya? Sebuah cinta yang hakiki yang akan dibawah sampai mati? Semacam itukah? Tapi kupikir itu tidak benar. Nyatanya perasaan cinta seringkali hanya singgah sebentar untuk kemudian berubah seiring masa dan pergantian waktu. Seperti halnya yang terjadi padaku, mencintai seseorang dengan begitu mendalam. Sempat aku menyangka bahwa dialah belahan jiwa yang Tuhan kirimkan untuk menemaniku mengarungi luasnya samudera kehidupan. Demi dia seakan-akan aku sanggup melakukan apapun agar tetap dibersamakan dengannya selamanya. Akan tetapi apa yang terjadi tidaklah segemilang yang ada dibayangkan.Dia memilih pergi.Meruntuhkan segenap kekuatan, meluruhkan rasa hingga tiada lagi yang tersisa selain kebencian yang sama besarnya.Dan

  • Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu    Chapter 75

    POV Akhtar.Terkadang tak butuh sebuah alasan mengapa kita bersedia menunggu. Menunggu demi sesuatu yang sudah pasti tidak akan terjadi. Menunggu untuk satu hal yang sudah jelas dan terang benderang kenyataannya. Bukan sebuah kemungkinan, antara 'iya' dan 'tidak'. Namun secara sadar menerima dengan kelapangan hati bahwa tidak ada yang salah. Tak mengapa jika memang ingin melakukannya. Ego sering kali butuh ruang untuk itu Laksana menyimpan harapan-harapan yang patah atau mendekap mimpi-mimpi yang rapuh lagi semu. Yang tiada lain kata akhirnya ada kesia-siaan. Tapi aneh aku tetap mampu tersenyum. Tak ada rasa kecewa. Tentu saja, aku sudah merelakannya.Aku bahagia melihatnya hari itu. Dia tersenyum memandang lelaki yang kini berstatus suaminya. Senyum yang amat manis yang sudah puluhan kali ia berikan padaku. Sekali pun aku tidak tahu apa itu senyum yang sama.Berbahagialah Mai. Aku akan turut bahagia.Kau terlalu berharga untuk sebuah cinta yang tidak sempurna seperti diriku. Di kehi

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status