"Ma kita ke taman dulu yuk! Kayla pengen main disana," kata Kayla sambil mendekap erat boneka kesayangannya.
"Oke." balasku sambil fokus menyetir.
Sesuai permintaan Kayla aku memberhentikan mobil di taman yang tampak sudah mulai ramai, karena di hari libur banyak orang yang mengunjungi taman sekedar menghilangkan penat setelah sepekan bekerja.
"Mama Nisa .... itu ada teman Kayla dan mamanya ayo kita kesana Ma!" ajaknya sambil menarik tanganku dan berjalan ke arah teman yang di maksudnya.
"Nana....." panggil Kayla pada temannya.
"Kayla kamu disini juga," balas temannya yang bernama Nana itu.
"Maaf mbak siapa nak Kayla ya? kok say baru lihat," tanya Mamanya Nana.
"Saya Anisa bu, ibu sambung kayla," jawabku memperkenalkan diri.
"Nikahnya kapan ya? kan ibu kandungnya Kayla meninggal baru sebulan lalu," tanyanya lagi.
"Saya dan mas Arman baru satu minggu menikah,"
"Owh pantesan say baru lihat,"
Jadi ibu kandung Kayla meninggal baru sebulan? tapi kata mas Arman istrinya sudah tujuh bulan meninggal, berarti dia sudah membohongiku sejak pertama kali kami bertemu.
"Maaf Bu, kalau boleh saya tahu ibu kandung Kayla meninggal karena apa ya?" tanyaku penasaran berapa banyak kebohongan mas Arman padaku.
"Hmm kecelakaan Mbak, ditabrak mobil di depan rumahnya katanya malam-malam ditabraknya kasihan banget,"
Kecelakaan? bukannya kata mas Arman istrinya meninggal karena sakit keras, tapi kok kata ibu ini ibu kandung kayla meninggal karena kecelakaan, yang benar saja mengapa mas Arman sampai menyembunyikan penyebab meninggal istrinya dariku? apakah sebenarnya masih banyak kebohongan lain yang disembunyikan mas Arman dariku? entahlah yang pasti aku sudah mengetahui beberapa kebohonganmu Mas.
"Eh Mbak Anisa kok melamun sih," kata wanita disampingku membuatku tersadar dari pikiranku yang berkecamuk memikirkan kebohongan demi kebohongan mas Arman.
"Eh iya Bu," balasku dengan sedikit tersipu malu.
Kami pun mengobrol dengan topik obrolan ringan, tentang perkembangan anak di sekolah, berita viral, menu masakan dan lain-lainnya.
**"Astaghfirullah Kayla, handphone Mama ketinggalan di rumah kita pulang dulu ya,"
"Iya Ma gak papa,"
Kulajukan mobil yang kukendarai kembali ke rumah untuk mengambil handphone milikku. Namun seperti ada yang aneh di rumah mas Arman, tampak dari depan jalan rumah mas Arman sangat ramai lain dari biasanya.
Acara apa ini? apakah ada hubungannya dengan pesanan catering pagi tadi? tapi mas Arman tidak memberitahuku jika mau ada acara di rumah ini.
"Sayang kamu tunggu disini ya! Mama hanya sebentar," kataku pada Kayla.
"Iya ma,"
Ku langkahkan kakiku selangkah demi selangkah ku edarkan pandanganku ke sekeliling hampir semua yang datang ke rumah ini tak kukenal, mereka menatapku dengan heran mungkin karena mereka tak pernah merasa kenal atau sekadar bertemu dengan diriku.
"Bagaimana Arman Nita adalah wanita yang sempurna kan?"
"Iya Pak, Nita adalah wanita yang paling sempurna dalam hidupku sudah cantik, pintar, mandiri, pokoknya the bestlah anak Om ini,"
Sayup-sayup terdengar suara obrolan mas Arman dengan seorang bapak-bapak, dari obrolannya sudah jelas itu adalah ayah dari Nita.
"Kan sudah tunangan nih, nikahnya kapan nih?" tanya seorang Ibu mungkinkan itu adakah ibu dari Nita.
"Kapan-kapan boleh buk, tergantung dari Nita aja maunya kapan," balas mas Arman.
"Sekarang juga boleh kok," sahut Nita.
"Hiss... anak Papa udah kebelet nikah ya," ujar papanya Nita diiringi tawaan ringan.
Sengaja aku tak langsung masuk ke rumah, aku ingin mengetahui dulu apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini, rupanya ada acara pertunangan disini yang pasti yang bertunangan adalah mas Arman dan si pelakor itu Nita.
"Assalamualaikum...." ucapku saat memasuki rumah.
"W*'alaikumsalam," jawab beberapa orang didalamnya.
Mas Arman tampak pucat saat melihat kedatanganku, wajahnya yang tadi berbinar-binar dan ceria hilang dalam sekejap mata. Berbeda dengan Nita yang justru menjadikan harinya ini sebagai ajang pamer kemesraan padaku, cih..... dimana harga dirinya sehingga bangga setelah merebut suami orang.
"Loh Arman siapa ini?" tanya wanita paruh baya yang kutebak adalah ibunya Nita.
"Eh....emm ini pembantu baru di rumah ini Ma," balas mas sambil tergagap.
Dia mengatakan aku pembantunya? baiklah Mas
kuikuti permainanmu dan takkan pernah terlihat lemah di hadapanmu.Kutata dulu emosiku agar suaraku tak bergetar nantinya, dan tak lupa kutampilkan senyum termanis ku agar permainan ini sempurna.
"Betul Buk saya pembantu barunya mas Arman," balasku tampak wajah mas Arman dan Nita kebingungan dengan sikapku yang tidak terbakar api cemburu.
Tidak semudah itu membuatku menangis dan emosi, kalian yang memulai permainan ini dan mulai saat ini aku akan mengikutinya dan membuat mereka menjadi looser.
"Oh pembantu," ucap ibunya Nita.
"Saya Asih ibu dari Nita tunangan Arman, kamu ngapain disini bukannya beres-beres," lanjutnya.
Tepat sekali wanita itu tak lain adalah ibu dari wanita yang berhasil membuat rumahtanggaku dan ibu kandung Kayla berantakan.
"Saya mau ambil handphone tadi pagi ketinggalan,"
Usai permisi pada keluarga Nita aku mencari dan mengambil handphoneku yang tertinggal di kamar. Teringat sangat jelas wajah-wajah mereka yang memandangku dengan tatapan merendahkan dan tak suka, wajar sih mereka berprilaku seperti itu karena dalam pikirannya aku hanyalah seorang pembantu yang levelnya tak sebanding dengan mereka.
"Kayla mana? kamu jadi orang kok ceroboh banget sih, awas kalau mereka tahu siapa kamu yang sebenarnya!" kata mas Arman.
"Kayla di mobil," Balasku singkat.
Setelah mengambil handphone milikku, aku pun langsung pergi ke mobil meninggalkan mas Arman dan keluarga Nita yang sedang beruforia diatas kemalanganku. Mulai hari ini kuputuskan untuk tidak pernah kelihatan lemah di hadapan mas Arman, dan mulai hari ini aku akan menyiapkan rencana untuk membalas sakit yang kurasakan satu persatu.
Usai sudah perjalanan hari ini, badanku begitu lelah karena membawa Kayla berkeliling kota seharian. Perutku terasa mual, mungkin karena aku kurang makan nasi yang membuat asam lambungku naik. Kepalaku menjadi pusing saat melihat berbagai kekacauan di dapur jangan ditanya lagi, berantakan itulah kondisi dapur ini sekarang. Kubuka rice cooker berharap ada nasi disana yang bisa kumakan tapi nihil sebiji pun tak ada. Kuhembuskan kasar nafasku kesal, lelah, lapar, semua jadi satu ingin sekali ku berteriak memanggil bibi agar segera menyiapkan makanan untukku, tapi kusadar diri dimana aku berada. "Heh ngapain bengong buruan beresin tuh," kata mas Arman membuyarkan lamunanku. Tak ingin mendengar lebih lagi banyak kata-katanya yang menyayat hati, tangan ini spontan bergerak dan membereskan semua kekacauan di rumah ini walau perut ini tak bisa diajak kompromi. *** Ting! bunyi notifikasi dari ponselku. [Nisa Mama dan Papa sudah sampai di Jakarta, sekarang kami sudah di rumah] ah rupany
"Kamu tau waktu gak sih? sudah sore begini belum sampe dirumah , pulang sekarang atau gak usah kembali lagi!" kata mas Arman dari seberang nada bicara begitu ketus sambungan teleponnya pun langsung dimatikan, benar-benar manusia tidak punya hati. Ku tahan buliran air bening yang siap meluncur bebas kapanpun, lekas kuusap kedua mataku menggunakan punggung tangan agar Mama dan Papa tidak curiga denganku. "Ma Nisa pamit dulu ya sudah sore takut nanti mas Arman khawatir," pamitku pada Mama yang sedang mempersiapkan menu untuk makan malam nanti. "Berarti kita nggak makan malam bareng dong sayang, yasudah kamu hati-hati ya dijalan," **** Sekitar pukul 06.20 petang aku baru sampai di rumah mas Arman, wajah dinginnya menyambut kedatanganku air mukanya menggambarkan jika mas Arman sedang kesal dan menahan amarah. "Assalamualaikum Mas," salamku. "hmmm," begitu balasnya sungguh membalas salamku dengan ucapan yang benar pun berat baginya. "Masih ingat pulang rupanya ya," ucapnya dingin.
"Menjanda? apa maksudnya Mas?" tanyaku penuh rasa penasaran. "Bukan apa-apa, lupakan!" Dasar manusia aneh dia yang bertanya, dia pula yang tak ingin membahasnya. Tanpa basa-basi lagi mas Arman merapikan jas ya dan menenteng tas kerjanya dan berangkat ke kantor. Inilah rumah tanggaku yang katanya pengantin baru tapi tidak ada kemesraan di dalamnya. Dengan cekatan tangan ini membereskan dan merapikan rumah sebesar ini. Harusnya ada asisten rumah tangga yang membantuku untuk mengerjakan ini semua, tapi apalah daya aku tak bisa meminta itu dari pria yang KATANYA adalah Suamiku. Karena hari ini aku tidak perlu menjemput Kayla di sekolah, maka kuputuskan mengisi waktu yang kosong ini dengan membaca novel secara online di ponsel. Sedari dulu aku memang sekali membaca novel, apalagi novel romantis itulah mengapa aku ngebet nikah sama mas Arman ya supaya bisa romantis-romantisan sama pasangan halal. Memang ya ekspetasi akan berbeda jauh dengan realita seperti yang aku alami saat ini. Di
"Beraninya kamu ngomong begitu sama Anita?" kata mas Arman dengan suara lantang, aku yakin Nita di sana sedang senyum penuh kemenangan. "Memang kenapa Mas kan memang benar kan," balasku sesantai mungkin, aku sudah tak selemah kemarin Mas. "Kamu minta maaf sama Nita sekarang atau..." "Atau apa mas?" "Aku akan membuat hidupmu lebih menderita dari sekarang!" Mas Arman mengancam ku. "Ya sudah lakukan saja hidupku memang sudah menderita sejak menikah denganmu Mas," tantang ku. "Oke kalau itu mau mu," "Baiklah Mas tapi jangan marah kalau Bibi Kayla dan keluargamu tau jika aku ini adalah istri barumu yang sah!" kataku dengan suara lantang. Tut Tut Tut ...... Mereka memutuskan sambungan telepon secara sepihak, apakah kata kataku tadi berhasil menciutkan nyali keduanya? ah entahlah yang penting aku sudah puas karena sudah tidak terlihat lemah lagi di hadapan keduanya. **** Suara deru mesin mobil mas Arman sudah terdengar, tapi tumben hari ini dia pulang lebih awal biasanya kan dia a
"Nita sudah cukup!" kata mas Arman tiba-tiba. "Tapi sayang aku begini karena kelakuan istri kamu yang gak becus itu," "Mungkin kamu yang salah makan tadi kalau Nisa yang gak bener masaknya pasti aku juga akan sakit perut buktinya hanya kamu kan yang bermasalah," "Kamu belain dia sayang? dia udah bikin aku keracunan tau," "Lebih baik kamu sekarang ke kamar mandi tuntaskan hajatmu daripada membuat keributan disini," balas mas Arman dengan tatapan dingin pada Nita. Wah rasanya aku tak percaya melihat rencana licik ku sukses membuat mereka berselisih, ini baru awal Nita tunggu saja pembalasan selanjutnya. "Kamu tega Mas! hiks hiks hiks," ucap Nita meninggalkan meja makan sambil menangis. Padahal aku memberi obat pencahar dalam makanan Nita hanya sedikit, tapi efeknya bekerja dengan cepat. Maafkan aku Nita bukan maksudku untuk meracuni mu tapi kalau hanya dengan omongan kau tidak akan pernah mendengar ku mungkin dengan cara seperti ini kau akan mundur dan melepaskan mas Arman. Ki
"Mas...... aku mohon hentikan," Mas Arman sedikitpun tidak mendengarkan kata-kataku ia semakin buas dan menatapku dengan liar. Kedua tangannya yang kekar mencengkeram kuat tubuhku hingga aku semakin tak berdaya. Aku pasrah tidak berdaya air mataku tak henti-hentinya mengalir, tubuhku dan hatiku sangat menolak tetapi nafsu telah menggiring mas Arman melakukan ini. "Aaakh sakit Mas.....," pekik ku saat tangannya mulai menjarah bagian dadaku. Bukannya menghentikan kegiatan tangannya dan menyudahi semua ini Mas Arman justru menyumpal bibirku dengan bibirnya sehingga membuatku kesulitan bernafas. Tangannya menggerayangi tubuhnya dan melucuti pakaian yang ku gunakan satu persatu. Dia sama sekali memperdulikan diriku yang tengah kesakitan karena perlakuan kasarnya, jangan tanya nikmat atau tidaknya karena pasti jawabnya adalah sangat tidak mengenakkan justru sangat menyiksa. Dia mulai melakukan hal itu padaku, suara suara desahan yang keluar dari bibirnya membuat bulu kudukku merinding
Setelah kepergian mas Arman ku paksakan diriku untuk mandi sekedar membersihkan badanku, aku tak mau memanjakan rasa sakit yang tengah bersarang di tubuhku karena jika dimanjakan sakit yang biasa saja bisa menjadi penyakit sebenarnya. Rasanya badanku sedikit ringan usai dibersihkan, kepalaku yang tadinya pusing sudah mulai membaik dan mataku yang tadinya berat pun sudah kembali normal. Hanya saja badanku masih terasa sedikit nyeri, mungkin akibat aktivitas semalam. Aku belum pernah melakukan hubungan layaknya suami-istri dengan mas Arman bisa jadi nyeri yang tengah ku rasakan merupakan bentuk ketidaksiapan dari tubuh. Suara deru mas Arman sudah terdengar, terlihat beberapa cemilan dan dua bungkusan yang ditentengnya dalam plastik. Kutebak isi dalam bungkusan tersebut adalah nasi kuning, aromanya begitu khas dan sangat kukenal. "Cepat sarapan dulu," ucapnya sambil berjalan ke ruang makan aku hanya mengikutinya dari belakang. Sebelum menyantap sarapan aku mencuci tangan terlebih dahu
Ku hembusan nafasku secara perlahan, untuk menenangkan hatiku yang sedang berkecamuk dan di selimuti oleh ketakutan. Bibir ini terus melafazkan istighfar agar menjadi lebih tenang, dan berusaha berpikir positif. Ku yakinkan diri sendiri bahwa tidak ada apa-apa dan semua baik-baik saja, pria itu hanya kebetulan memarkirkan mobilnya dan tidak sedang mengintai ku. Ku tepis pikiran pikiran negatif yang sempat meracuni otakku. "Semoga yang sempat kupikirkan tadi tidak benar, dan semua baik-baik saja." kataku pada diri sendiri. Setelah keadaanku terasa lebih baik dari sebelumnya, ku seduh coklat hangat untuk menemaniku membaca novel. Hari-hariku selalu ditemani novel online berbeda jauh dengan dulu, jujur rasanya sangat membosankan. Setiap hari aku harus mengerjakan pekerjaan rumah, antar jemput Kayla, dan membaca novel online, semua kegiatan itu terasa sangat monoton. Tidak ada canda tawa yang mengisi kesunyian hari-hariku, berbeda jauh dengan dulu kala dimana setiap hari aku bebas mel