[Ayo sayang ceritakan pada kami, jangan pernah sembunyikan kesedihanmu dari kami Nisa]
Lagi-lagi ibu mengirimkan pesan seperti ini, seolah-olah Ibu tahu apa yang sebenarnya aku alami.
[Maaf Bu aku pergi dulu jemput anak sambungku takutnya nanti telat, nanti kita lanjut lagi ya] balasku lagi-lagi aku berbohong, sebenarnya masih satu jam lagi Kayla pulang aku hanya malu mengakui semua ini pada mereka, aku takut mereka akan sedih.
[Baiklah Nisa] balas ibu.
Mataku mulai pedih dan mengembun pesan-pesan dari ibu membuatku semakin merasa bersalah pada orangtuaku, sikapku yang tak mendengarkan nasehat mereka membawaku dalam relung derita.
Apakah seharusnya aku memberi mereka tentang keadaanku sekarang ini? tapi aku tidak ingin mereka sedih nantinya, apalagi aku anak semata wayangnya mereka bisa saja murka dan membawa masalahku ke jalur hukum untuk memberi pelajaran pada mas Arman.
Sebenarnya aku juga ingin mengakhiri semua ini, tapi Kayla aku tak tega meninggalkannya.
Kasihan siapa yang akan mengurusnya tidak mungkin ia mau diurus oleh Nita kekasih ayahnya itu.
Kusudahi kesedihan ini dan bersiap-siap untuk menjemput Kayla agar tak terlambat lagi seperti kemarin.
*
"Mama Nisa......" teriak Kayla sambil berlari ke arahku ternyata sudah waktunya pulang, syukurlah aku datang tepat waktu dan tidak terlambat seperti kemarin.
Kuciumi wajahnya yang menggemaskan itu, sesekali ia tertawaan karena kegelian tampak binar bahagia di wajahnya. Ah bahagia melihatnya tampak ceria seperti sekarang ini.
"Kayla mau langsung pulang atau main dulu ke Mall?" tanyaku pada Kayla barangkali ia mau bermain dulu lumayan kan aku bisa healing.
"Beneran boleh main Ma?" tanyanya dengan senyum yang mengembang.
"Boleh dong, kamu main apa Mama Nisa temenin,"
"Kita ke Mall yuk Ma, Kayla pengen main permainan baru kata temen Kayla permainannya seru banget,"
"Oke sayang kita meluncur sekarang ya,"
Aku dan Kayla langsung memasuki mobil dan menuju ke Mall yang dituju Kayla, semoga saja dengan menemaninya bermain kesedihanku dapat berkurang.
Setelah tiba di tempat tujuan kami langsung mengunjungi pusat permainan dan benar saja Kayla nampak sangat bahagia dan mengajakku memainkan berbagai macam permainan disini.
"Ma Kayla haus cari minum yuk," ajak Kayla.
Aku pun juga haus tanpa basa-basi kami langsung berpindah haluan menuju stand minuman, tak lupa juga membeli beberapa cemilan untuk di rumah nanti.
"Gimana sayang seneng gak mainnya?"
"Seneng........ banget loh Ma, Kayla sudah jarang main kayak begini habis Papa sibuk terus,"
"Papa kan sibuk jadi nggak bisa ajakin Kayla main,"
"Nak kita pulang yuk sudah siang banget nih," ajakku pada anak sambungku karena waktu sudah menunjukkan pukul 13.20 dan aku belum sholat dhuhur.
"Iya ayok Kayla juga sudah capek,"
**
Malam ini aku menunggu kepulangan mas Arman, meskipun ia telah membuatku tersiksa tapi dia masih sah sebagai suamiku.
Suara deru mobil mas Arman mulai terdengar, gegas aku berjalan ke arah pintu dan membukanya. Dia melirikku sekilas lalu pergi ke arah kamarnya tanpa menegur atau mengucapkan salam.
Bukan hal aneh lagi bagiku jika mas Arman bersikap dingin padaku, karena memang pada dasarnya ia tak memiliki cinta sedikitpun untukku. Hanya aku berharap ketinggian untuk dicintai, tapi itu tidak lagi terjadi karena diriku sudah tersadarkan akan kebutaan cinta yang diberikannya.
Setelah memastikan semua pintu dan jendela terkunci rapat, kuputuskan untuk masuk masuk dan istirahat berhubung sore ini aku mendapat tamu bulanan badanku jadi cepat merasa lelah.
"Anisa...." panggil mas Arman saat aku melewati pintu kamarnya.
"Ya mas, ada yang bisa dibantu?" tanyaku tak ingin banyak basa-basi.
"Besok Kayla libur sekolah kan, jadi tolong kamu ajak dia jalan-jalan Nita mau kemari bersama keluarganya," balas mas Arman.
"Iya mas,"
"Jangan pulang sebelum aku telepon," ucapnya aku hanya menganggukkan kepala dan kembali melanjutkan langkahku menuju kamar.
Baiklah jadi besok aku akan menghabiskan hariku diluar bersama Kayla, ada apa sebenarnya sehingga mas Arman menyuruhku membawa anaknya keluar rumah, apakah mau ada acara penting sehingga Kayla tidak boleh mengetahuinya? kepalaku dipenuhi banyak pertanyaan yang aku sendiri tak tahu apa jawabnya.
Kurebahkan tubuhku di atas kasur berukuran satu badan berbeda jauh dengan kasur king size di kamarku dulu, tapi lumayanlah daripada tidak ada sama sekali.
Kupandangi langit-langit kamar yang polos dengan hiasan beberapa sarang laba-laba disana, mungkin sudah lama tidak dibersihkan.
"Mas janji Anisa akan jagain kamu, dan gak akan pernah nyakitin kamu," ucap mas Arman sambil menatap kedua mataku.
"Apakah mas yakin bisa melakukannya?"
"Mas yakin apalagi Kayla sangat membutuhkan sosok ibu sambung seperti kamu,"
"Tapi apakah Kayla akan nerima aku sebagai ibu penggantinya? aku takut nantinya dia tidak menerimaku,"
"Jangan khawatir Kayla akan sangat menyayangimu, jadilah ratu di hatinya mas ya Nisa,"
Ahh kata-katanya kala itu sangat menyakinkan diri ini akan bahagia jika hidup bersamanya, rintikan gerimis menambah suasana semakin manis.
Memang aku tak ingin diajak pacaran bagiku itu semua hanya membuang-buang waktuku saja. Mas Arman selalu berusaha untuk menyakinkan diriku agar menerima cintanya dan usahakan tidak sia-sia, hanya butuh waktu dua bulan perkenalan diriku sudah terpaku panah asmara, hingga akhirnya menerima pinangannya.
Kupejamkan sejenak mataku membiarkan buliran air bening ini mengalir mengikuti arusnya, kunikmati seteses demi setetes air yang kini membanjiri pipiku.
Sedih dan kecewa pasti ada pria yang kuharapkan membawaku ke istana bahtera rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warahmah kini aku disesatkannya di lubang neraka berbalut pernikahan.
Bagaimana perasaan Ayah dan juga Ibu bila mengetahui anaknya kini sedang tersiksa batin juga fisik. Tersiksa batin karena mengetahui kelakuan mas Arman yang sebenarnya, tersiksa fisik karena diperlakukan seperti babu di rumah suaminya.
Jderrr..... Astaghfirullah suara gluduk pertanda hujan akan turun hampir saja membuat jantungku copot, ternyata aku melamun dari tadi kuusap sisa-sisa air mataku, membersihkan diri dan tidur besok aku harus mengajak Kayla pergi dari rumah ini sesuai perintah mas Arman.
**
"Permisi kak maaf ini mau ditaruh dimana ya?" tanya seorang remaja laki-laki berseragam karyawan restoran ternama.
"Sebentar saya tanya suami saya dulu ya mas," jawabku sambil tersenyum.
"Mas ada kiriman catering, kami yang pesan ya?"
"Oh oke, kamu pergi saja sekarang sama Kayla biar semua ini aku yang urus," balasnya.
"Ingat jangan pulang sebelum ditelepon!" katanya lagi.
Aku menganggukkan kepala dan pergi ke mobil yang didalamnya sudah ada Kayla.
"Mama Nisa ayok cepat kita jalannya.....!" teriak Kayla dari dalam mobil mungkin ia sudah tidak sabar untuk kembali jalan-jalan dan bermain.
"Iyaa sayang Mama sudah siap,"
Untuk apa mas Arman memesan catering sebanyak itu? tidak mungkin kan jika dimakan sendiri, apalagi dia menyuruhku membawa Kayla keluar rumah untuk waktu yang tidak ditentukan. Ah gerak geriknya mencurigakan apa jangan-jangan sebenarnya ada yang direncanakan tapi apa.
"Ma kita ke taman dulu yuk! Kayla pengen main disana," kata Kayla sambil mendekap erat boneka kesayangannya."Oke." balasku sambil fokus menyetir.Sesuai permintaan Kayla aku memberhentikan mobil di taman yang tampak sudah mulai ramai, karena di hari libur banyak orang yang mengunjungi taman sekedar menghilangkan penat setelah sepekan bekerja."Mama Nisa .... itu ada teman Kayla dan mamanya ayo kita kesana Ma!" ajaknya sambil menarik tanganku dan berjalan ke arah teman yang di maksudnya."Nana....." panggil Kayla pada temannya."Kayla kamu disini juga," balas temannya yang bernama Nana itu."Maaf mbak siapa nak Kayla ya? kok say baru lihat," tanya Mamanya Nana."Saya Anisa bu, ibu sambung kayla," jawabku memperkenalkan diri."Nikahnya kapan ya? kan ibu kandungnya Kayla meninggal baru sebulan lalu," tanyanya lagi."Saya dan mas Arman baru satu minggu menikah," "Owh pantesan say baru lihat,"Jadi ibu kandung Kayla meninggal baru sebulan? tapi kata mas Arman istrinya sudah tujuh bulan
Usai sudah perjalanan hari ini, badanku begitu lelah karena membawa Kayla berkeliling kota seharian. Perutku terasa mual, mungkin karena aku kurang makan nasi yang membuat asam lambungku naik. Kepalaku menjadi pusing saat melihat berbagai kekacauan di dapur jangan ditanya lagi, berantakan itulah kondisi dapur ini sekarang. Kubuka rice cooker berharap ada nasi disana yang bisa kumakan tapi nihil sebiji pun tak ada. Kuhembuskan kasar nafasku kesal, lelah, lapar, semua jadi satu ingin sekali ku berteriak memanggil bibi agar segera menyiapkan makanan untukku, tapi kusadar diri dimana aku berada. "Heh ngapain bengong buruan beresin tuh," kata mas Arman membuyarkan lamunanku. Tak ingin mendengar lebih lagi banyak kata-katanya yang menyayat hati, tangan ini spontan bergerak dan membereskan semua kekacauan di rumah ini walau perut ini tak bisa diajak kompromi. *** Ting! bunyi notifikasi dari ponselku. [Nisa Mama dan Papa sudah sampai di Jakarta, sekarang kami sudah di rumah] ah rupany
"Kamu tau waktu gak sih? sudah sore begini belum sampe dirumah , pulang sekarang atau gak usah kembali lagi!" kata mas Arman dari seberang nada bicara begitu ketus sambungan teleponnya pun langsung dimatikan, benar-benar manusia tidak punya hati. Ku tahan buliran air bening yang siap meluncur bebas kapanpun, lekas kuusap kedua mataku menggunakan punggung tangan agar Mama dan Papa tidak curiga denganku. "Ma Nisa pamit dulu ya sudah sore takut nanti mas Arman khawatir," pamitku pada Mama yang sedang mempersiapkan menu untuk makan malam nanti. "Berarti kita nggak makan malam bareng dong sayang, yasudah kamu hati-hati ya dijalan," **** Sekitar pukul 06.20 petang aku baru sampai di rumah mas Arman, wajah dinginnya menyambut kedatanganku air mukanya menggambarkan jika mas Arman sedang kesal dan menahan amarah. "Assalamualaikum Mas," salamku. "hmmm," begitu balasnya sungguh membalas salamku dengan ucapan yang benar pun berat baginya. "Masih ingat pulang rupanya ya," ucapnya dingin.
"Menjanda? apa maksudnya Mas?" tanyaku penuh rasa penasaran. "Bukan apa-apa, lupakan!" Dasar manusia aneh dia yang bertanya, dia pula yang tak ingin membahasnya. Tanpa basa-basi lagi mas Arman merapikan jas ya dan menenteng tas kerjanya dan berangkat ke kantor. Inilah rumah tanggaku yang katanya pengantin baru tapi tidak ada kemesraan di dalamnya. Dengan cekatan tangan ini membereskan dan merapikan rumah sebesar ini. Harusnya ada asisten rumah tangga yang membantuku untuk mengerjakan ini semua, tapi apalah daya aku tak bisa meminta itu dari pria yang KATANYA adalah Suamiku. Karena hari ini aku tidak perlu menjemput Kayla di sekolah, maka kuputuskan mengisi waktu yang kosong ini dengan membaca novel secara online di ponsel. Sedari dulu aku memang sekali membaca novel, apalagi novel romantis itulah mengapa aku ngebet nikah sama mas Arman ya supaya bisa romantis-romantisan sama pasangan halal. Memang ya ekspetasi akan berbeda jauh dengan realita seperti yang aku alami saat ini. Di
"Beraninya kamu ngomong begitu sama Anita?" kata mas Arman dengan suara lantang, aku yakin Nita di sana sedang senyum penuh kemenangan. "Memang kenapa Mas kan memang benar kan," balasku sesantai mungkin, aku sudah tak selemah kemarin Mas. "Kamu minta maaf sama Nita sekarang atau..." "Atau apa mas?" "Aku akan membuat hidupmu lebih menderita dari sekarang!" Mas Arman mengancam ku. "Ya sudah lakukan saja hidupku memang sudah menderita sejak menikah denganmu Mas," tantang ku. "Oke kalau itu mau mu," "Baiklah Mas tapi jangan marah kalau Bibi Kayla dan keluargamu tau jika aku ini adalah istri barumu yang sah!" kataku dengan suara lantang. Tut Tut Tut ...... Mereka memutuskan sambungan telepon secara sepihak, apakah kata kataku tadi berhasil menciutkan nyali keduanya? ah entahlah yang penting aku sudah puas karena sudah tidak terlihat lemah lagi di hadapan keduanya. **** Suara deru mesin mobil mas Arman sudah terdengar, tapi tumben hari ini dia pulang lebih awal biasanya kan dia a
"Nita sudah cukup!" kata mas Arman tiba-tiba. "Tapi sayang aku begini karena kelakuan istri kamu yang gak becus itu," "Mungkin kamu yang salah makan tadi kalau Nisa yang gak bener masaknya pasti aku juga akan sakit perut buktinya hanya kamu kan yang bermasalah," "Kamu belain dia sayang? dia udah bikin aku keracunan tau," "Lebih baik kamu sekarang ke kamar mandi tuntaskan hajatmu daripada membuat keributan disini," balas mas Arman dengan tatapan dingin pada Nita. Wah rasanya aku tak percaya melihat rencana licik ku sukses membuat mereka berselisih, ini baru awal Nita tunggu saja pembalasan selanjutnya. "Kamu tega Mas! hiks hiks hiks," ucap Nita meninggalkan meja makan sambil menangis. Padahal aku memberi obat pencahar dalam makanan Nita hanya sedikit, tapi efeknya bekerja dengan cepat. Maafkan aku Nita bukan maksudku untuk meracuni mu tapi kalau hanya dengan omongan kau tidak akan pernah mendengar ku mungkin dengan cara seperti ini kau akan mundur dan melepaskan mas Arman. Ki
"Mas...... aku mohon hentikan," Mas Arman sedikitpun tidak mendengarkan kata-kataku ia semakin buas dan menatapku dengan liar. Kedua tangannya yang kekar mencengkeram kuat tubuhku hingga aku semakin tak berdaya. Aku pasrah tidak berdaya air mataku tak henti-hentinya mengalir, tubuhku dan hatiku sangat menolak tetapi nafsu telah menggiring mas Arman melakukan ini. "Aaakh sakit Mas.....," pekik ku saat tangannya mulai menjarah bagian dadaku. Bukannya menghentikan kegiatan tangannya dan menyudahi semua ini Mas Arman justru menyumpal bibirku dengan bibirnya sehingga membuatku kesulitan bernafas. Tangannya menggerayangi tubuhnya dan melucuti pakaian yang ku gunakan satu persatu. Dia sama sekali memperdulikan diriku yang tengah kesakitan karena perlakuan kasarnya, jangan tanya nikmat atau tidaknya karena pasti jawabnya adalah sangat tidak mengenakkan justru sangat menyiksa. Dia mulai melakukan hal itu padaku, suara suara desahan yang keluar dari bibirnya membuat bulu kudukku merinding
Setelah kepergian mas Arman ku paksakan diriku untuk mandi sekedar membersihkan badanku, aku tak mau memanjakan rasa sakit yang tengah bersarang di tubuhku karena jika dimanjakan sakit yang biasa saja bisa menjadi penyakit sebenarnya. Rasanya badanku sedikit ringan usai dibersihkan, kepalaku yang tadinya pusing sudah mulai membaik dan mataku yang tadinya berat pun sudah kembali normal. Hanya saja badanku masih terasa sedikit nyeri, mungkin akibat aktivitas semalam. Aku belum pernah melakukan hubungan layaknya suami-istri dengan mas Arman bisa jadi nyeri yang tengah ku rasakan merupakan bentuk ketidaksiapan dari tubuh. Suara deru mas Arman sudah terdengar, terlihat beberapa cemilan dan dua bungkusan yang ditentengnya dalam plastik. Kutebak isi dalam bungkusan tersebut adalah nasi kuning, aromanya begitu khas dan sangat kukenal. "Cepat sarapan dulu," ucapnya sambil berjalan ke ruang makan aku hanya mengikutinya dari belakang. Sebelum menyantap sarapan aku mencuci tangan terlebih dahu