"Mas...... aku mohon hentikan,"
Mas Arman sedikitpun tidak mendengarkan kata-kataku ia semakin buas dan menatapku dengan liar. Kedua tangannya yang kekar mencengkeram kuat tubuhku hingga aku semakin tak berdaya.
Aku pasrah tidak berdaya air mataku tak henti-hentinya mengalir, tubuhku dan hatiku sangat menolak tetapi nafsu telah menggiring mas Arman melakukan ini.
"Aaakh sakit Mas.....," pekik ku saat tangannya mulai menjarah bagian dadaku.
Bukannya menghentikan kegiatan tangannya dan menyudahi semua ini Mas Arman justru menyumpal bibirku dengan bibirnya sehingga membuatku kesulitan bernafas.
Tangannya menggerayangi tubuhnya dan melucuti pakaian yang ku gunakan satu persatu. Dia sama sekali memperdulikan diriku yang tengah kesakitan karena perlakuan kasarnya, jangan tanya nikmat atau tidaknya karena pasti jawabnya adalah sangat tidak mengenakkan justru sangat menyiksa.
Dia mulai melakukan hal itu padaku, suara suara desahan yang keluar dari bibirnya membuat bulu kudukku merinding dan merasa jijik dengan diriku sendiri. Yang kurasakan hanyalah sakit dan sakit, dia seperti hewan buas yang sedang memangsa buruannya, begitu liar dan ganas. Sungguh kali ini dia benar-benar memperkosa diriku.
"Aaaaaahh Nita, makasih sayang......" Ucapnya kemudian tumbang di sampingku.
Hatiku hancur berkeping-keping mendengar ucapannya barusan, aku sudah sangat tersakiti dan tersiksa seperti ini dia masih sempat-sempatnya mengingat nama wanita itu di tengah pertumbuhannya denganku.
Ku tutupi bagian bawah dan dadaku dengan tanganku sambil menangisi diriku sendiri, aku memang adalah istri sah mas Arman tetapi aku tak rela bila diperlakukan seperti ini, walaupun saat hari-hari pertama pernikahan kami melakukan hal ini, tapi hari ini aku sangat tidak rela diperlakukan seperti wanita murahan dan yang membuatku sangat sakit adalah kata-kata yang dikeluarkannya dari bibirnya adalah nama dari wanita lain.
Aku menangis tanpa suara, rasa sakit yang kurasa malam ini berlapis lapis. Hatiku begitu terguncang ingin teriak sekuat mungkin tapi suaraku tercekat di kerongkongan, hanya air mata dan Tuhan yang menjadi saksi betapa hancurnya diriku malam ini.
Sambil tertatih ku punguti pakaian yang tergelak satu persatu di lantai, walau tulang-tulang ku rasanya ingin patah dan bagian bawahku terasa sangat nyeri, tapi tetap ku paksakan diriku untuk keluar dari ruang penyiksaan ini, semakin aku berlama-lama disini membuat rasa sakit ku semakin bertambah saja.
Guyuran air yang dinginnya menusuk kulit membuat tubuhku menggigil seketika, air mata pun turut membasahi ragaku. Tak henti-hentinya tanganku terus menggosok tubuhku dengan sabun dari ujung kaki hingga rambut, kejadian barusan membuat aku jijik dengan tubuhku sendiri. Bagaimana bisa ia membayangkan diriku sebagai wanita lain di tengah sakit yang ku rasa.
****Badanku sangat nyeri terlebih bagian intim ku dan juga meriang semalaman, mungkin karena aku mandi di tengah malam. Kejadian semalam membuat diriku tak mau lagi melihat wajah mas Arman, karena jika aku melihat wajahnya bayang-bayang penyiksaan yang dilakukannya terekam sangat jelas dalam otakku.
Waktu sudah menunjukkan hampir pukul delapan pagi, tapi aku sama sekali tidak menyiapkan sarapan untuk mas Arman. Aku tak peduli jika dia kelaparan, toh yang selalu dalam pikirannya adalah wanita itu, biarkan dia kelaparan dan meminta sarapan dari Nita.
"Nisa........" teriak mas Arman.
Kepalaku yang sedikit pusing membuatku enggan bangkit dari tempat tidur, tapi jika aku tak bangun bisa-bisa kepalaku meledak mendengar teriakan-teriakan mas Arman.
Dengan sempoyongan aku bangkit dari posisi telentang ku dan menghampiri sumber suara. Tanganku terus memijit pelipis kepalaku agar pusing yang ku alami mereda.
"Anisa dari mana saja kamu?" tanya mas Arman.
"Aku pusing mas, ada apa?"
Matanya memindai tubuhku dari ujung kepala hingga ujung kaki, aku tak terlalu memperhatikan ekspresi wajahnya karena duniaku rasanya seperti berputar-putar.
"Matamu kenapa bengkak begitu?"
Aku hanyalah terdiam sembari terus memijit kepalaku.
"Ya sudah saya mau keluar cari sarapan, kamu mau nitip apa?"
"Terserah," balasku singkat.
Mas Arman pun bergegas mengambil kunci mobilnya kemudian pergi, mungkin mencari sarapan seperti yang dikatakannya barusan.
****
Pov Arman.Setelah kejadian makan malam bersama Nita di rumah, sejak saat itulah Nita marah kepada diriku. Dia tidak mengangkat telepon dari ku, tidak membalas pesanku, dan dia juga menghindari aku di kantor padahal pekerjaan kami berdua adalah partner kerja, dia akan menghampiriku saat pekerjaan penting, dan tidak pernah mau menjawab pertanyaan diluar pekerjaan kantor.
Akibat sikapnya yang berubah 180 derajat itu membuatku bingung, dan terkadang menyalahkan diriku sendiri. Andai saja malam itu aku tidak berkata kasar pada Nita dia pasti tidak akan seperti ini.
"Nita sayang, jangan cuek seperti ini,"
"Jauhi aku urus saja istrimu yang kamu bela itu, anggap saja kita tidak pernah kenal," ucap Nita tanpa memandangku tangannya begitu lihai merapikan berkas-berkas yang baru ku tanda tangani.
"Sayang jangan gitu dong, kan cuma kamu paling aku sayang. Aku gak bisa kalau kamu terus-terusan kayak gini,"
"Bohong, semuanya bohong pasti kamu sudah jatuh cinta kan sama babu itu makanya kamu belain dia malam itu," ucapnya dengan lantang matanya pun terlihat berkaca kaca.
Ingin sekali aku memeluknya di saat seperti ini, tapi suasananya sangat tidak pas. Jika aku memaksakan diriku dia bisa saja memberontak dan rasa bencinya padaku semakin besar.
"Kalau kamu beneran cinta dan sayang sama aku, kamu gak akan mungkin membela dia jelas-jelas malam itu kami bela babu itu kan!"
"Tapi sayang Anisa memang tidak salah,"
"Tuh kan kamu masih bela babu itu bahkan kamu berani ngucapin nama dia di depan aku, sudah jelas Mas kalau kamu jatuh cinta sama dia!"
"Sayang dengerin aku dulu dong kamu jangan emosi dulu, dengerin kata aku dulu semuanya bisa dibicarain baik-baik,"
"Gak ada yang perlu dibicarakan lagi Mas aku sudah muak," ucapnya kemudian berlalu meninggalkan aku sendirian dalam ruangan ku.
Begitupun kira-kira pertengkaran ku dengan Nita kemarin di kantor, rupanya kemarahannya masih belum reda dia masih mengira aku membela Anisa. Memang ya laki-laki selalu salah di mata perempuan.
Sikap Nita membuatku frustasi sehingga aku memutuskan untuk pergi ke bar langganan ku dan minum beberapa minuman keras untuk menenangkan diriku sekaligus healing dan cuci mata disana.
Setelah menenggak beberapa botol kuputuskan untuk pulang dalam keadaan mabuk berat. karena takut berkendara aku meminta bantuan pria di bar yang ku kenal untuk mengantarku pulang , satu orang menyetir mobilku dan satu orang lainnya mengikuti dari belakang dengan motor tujuannya agar saat rekannya selesai mengantarku mereka dapat langsung pulang bersama.
Masih kuingat malam itu aku mengetuk-ngetuk pintu dengan sisa tenaga yang kumiliki, dan saat Anisa membuka pintu itu aku sudah tak sadar bagaimana keadaanku.
Aku sempat bermimpi melakukan making love (hubungan layaknya suami-istri) dengan Nita dan hal itu membuatku sangat senang dan begitu menikmatinya. Mungkin karena selama ini aku tak pernah menyentuh Anisa jadi hasrat kelelakianku begitu menggebu dalam mimpi itu, bahkan rasanya seperti nyata kenikmatannya begitu jelas terasa.
Namun saat aku terbangun kondisi kamarku sudah sangat acak-acakan, tubuhku terlilit selimut dan sedang dalam keadaan tidak berbusana. Aku menemukan bekas bercak darah di kasur dan selimut putihku, apakah semalam aku benar-benar melakukan hal itu?
Melihat keadaan Anisa pagi ini aku yakin telah melakukannya, tapi ya sah-sah saja kan toh aku suaminya jadi aku tak bersalah apalagi berdosa.
Sejak kematian istriku sebulan lalu aku memang belum merasakan nikmatnya bercinta, biarpun Nita adalah kekasihku aku tak pernah melakukan itu padanya. Dan Anisa semenjak menikah dia belum berani menjalankan tugasnya untuk melayaniku di ranjang.
Setelah kepergian mas Arman ku paksakan diriku untuk mandi sekedar membersihkan badanku, aku tak mau memanjakan rasa sakit yang tengah bersarang di tubuhku karena jika dimanjakan sakit yang biasa saja bisa menjadi penyakit sebenarnya. Rasanya badanku sedikit ringan usai dibersihkan, kepalaku yang tadinya pusing sudah mulai membaik dan mataku yang tadinya berat pun sudah kembali normal. Hanya saja badanku masih terasa sedikit nyeri, mungkin akibat aktivitas semalam. Aku belum pernah melakukan hubungan layaknya suami-istri dengan mas Arman bisa jadi nyeri yang tengah ku rasakan merupakan bentuk ketidaksiapan dari tubuh. Suara deru mas Arman sudah terdengar, terlihat beberapa cemilan dan dua bungkusan yang ditentengnya dalam plastik. Kutebak isi dalam bungkusan tersebut adalah nasi kuning, aromanya begitu khas dan sangat kukenal. "Cepat sarapan dulu," ucapnya sambil berjalan ke ruang makan aku hanya mengikutinya dari belakang. Sebelum menyantap sarapan aku mencuci tangan terlebih dahu
Ku hembusan nafasku secara perlahan, untuk menenangkan hatiku yang sedang berkecamuk dan di selimuti oleh ketakutan. Bibir ini terus melafazkan istighfar agar menjadi lebih tenang, dan berusaha berpikir positif. Ku yakinkan diri sendiri bahwa tidak ada apa-apa dan semua baik-baik saja, pria itu hanya kebetulan memarkirkan mobilnya dan tidak sedang mengintai ku. Ku tepis pikiran pikiran negatif yang sempat meracuni otakku. "Semoga yang sempat kupikirkan tadi tidak benar, dan semua baik-baik saja." kataku pada diri sendiri. Setelah keadaanku terasa lebih baik dari sebelumnya, ku seduh coklat hangat untuk menemaniku membaca novel. Hari-hariku selalu ditemani novel online berbeda jauh dengan dulu, jujur rasanya sangat membosankan. Setiap hari aku harus mengerjakan pekerjaan rumah, antar jemput Kayla, dan membaca novel online, semua kegiatan itu terasa sangat monoton. Tidak ada canda tawa yang mengisi kesunyian hari-hariku, berbeda jauh dengan dulu kala dimana setiap hari aku bebas mel
Apa yang bisa kau lakukan dengan tubuhmu yang kecil ini, dengan sekali sentakan aku mampu mematahkan tulang mu," ucap mas Arman datar dan dingin. Aku hanya diam dan kaku, tak bisa ku bayangkan bila mas Arman serius dengan kata katanya barusan, bagaimana jika dia benar-benar mematahkan tulang ku dengan kedua tangan kekarnya? "Jika kamu masih mau hidup dan selamat lebih baik ikuti saja semua kata-kata ku dan jangan pernah campuri urusan ku dan Nita," ucapnya "Dan ingat status mu saat ini hanyalah pembantu berkedok istri, jangan pernah kau ajari saya tentang pernikahan aku tak pernah tertarik padamu," lanjutnya. Berdebar jantungku berdebar nafasku tercekat saat tangan kirinya mencengkeram leherku dengan kasar, penampakan nya seperti malaikat pencabut nyawa yang siap mencabut nyawaku kapanpun. "Sa-sakit Mas," ucapku terbata-bata menahan sakit di pergelangan tangan dan leherku. Bukannya iba denganku mas Arman justru memperkuat cengkeramannya di tanganku menambahkannya rasa nyeri disan
Tiba-tiba kakiku merasakan telah menginjak sesuatu, dan saat ku tengok ternyata aku menginjak sebuah kotak berwarna merah pekat dengan pita di atasnya, dengan cepat kuambil kotak itu dan masuk rumah kemudian kembali mengunci pintu dan berlari menuju kamar secepat mungkin karena aku penasaran apa isi kotak ini. *****Setelah tiba di kamar, aku langsung berkonsentrasi pada kotak yang ku temukan barusan. Ku bolak balikkan kotak merah ini berharap mendapat petunjuk siapa yang mengirimkan hadiah yang menurutku misterius, namun g,a kotak tersebut, tumpukan foto-foto mas Arman bersama Nita juga foto diriku ada di dalamnya pasti pengirim kado ini adalah seseorang yang sama dengan orang yang telah mengirimkan pesan padaku.Ku pandang foto-foto itu dengan hati yang pilu sulit tuk dijelaskan bagaimana perasaan ku saat ini. Marah, kecewa, sedih, dan sakit butiran kristal bening pun tanpa permisi lewat begitu saja.Sebuah kertas putih menyita perhatianku, mungkin ini adalah petunjuk dari si pengir
"Sebenarnya kami selama ini mengawasi mu dari kejauhan dan juga mengetahui tabiat suamimu," jawab Papa dengan suara bergetar.Begitu sayangnya mereka terhadapku tanpa ku sadari mereka selalu ada di sekitarku, rasa bersalah dan menyesal kian bertambah pada keduanya. Aku hanya bisa menundukkan kepalanya sembari kedua tanganku menutup wajah, air mataku sudah mengalir deras disana.Aku menangis tanpa suara, Mama merengkuh tubuhku dan memberi kehangatan dalam di dalam hatiku. Dalam hatiku aku mengutuk diriku sendiri yang sangat bodoh tidak mempertimbangkan segalanya untuk mengambil keputusan terbesar dalam hidupku. Aku terlalu buta dan tidak mendengarkan orang-orang di sekitarku, memang benar petuah orang orang terdahulu ridho orang tua adalah ridho dari Allah, jika orang tua tidak meridhoi jalan yang kita pilih berarti Allah pun tak memberikan ridho-Nya. Nasi memang sudah jadi bubur, tapi bubur yang ku buat harus diperbaiki dengan sedikit perubahan akan membuat orang menjadi tertarik da
Kamu....." ucapku dan pria itu bersamaan saling menodongkan jari telunjuk sedangkan Mama dan Papa hanya terdiam heran dengan sikap kami."Anisa ya," ucap pria itu sambil tersenyum."Iya, kamu Rayhan bukan?" "Iya betul gak nyangka kita bisa bertemu lagi," "Kalian berdua sudah saling kenal?" lontar Papa sambil terus memperhatikan aku dan Rayhan."Rayhan ini teman SMA aku Pa tapi beda kelas dari kelas 1 sampai lulus," balasku diiringi senyum karena senang dapat bertemu dengan teman lama.Rayhan pun membalas pertanyaan Papa dengan tersenyum dan duduk di sebuah kursi yang masih kosong."Baguslah kalau kalian sudah saling mengenal, oh ya Nisa ini adalah orang yang selama ini mengumpulkan informasi tentang Arman dan kamu, dan sekarang dia juga yang Papa percayakan untuk mengurus proses perpisahan mu dengan Arman," terang Papa.Jadi selama ini Rayhan lah yang membantu Mama dan Papa mengontrol ku dari jauh, apakah dia juga yang mengirimiku pesan dan kado itu? "Nisa....," panggil Mama sambi
"Mbak Anisa mohon maaf sebelum ada yang ingin saya sampaikan," lanjutnya"Ada apa Rey?" spontan aku langsung bertanya karena jujur ada sedikit rasa penasaran."Sebenarnya mantan istri Arman itu....." "Nisa!"panggil seseorang yang suaranya tidak asing.Ya pemilik suara itu adalah mas Arman suamiku, wajahnya mengguratkan kecemasan."Ada apa dengan Kayla kenapa dia bisa di infus seperti ini,""Kata dokter Kayla terkena DBD Mas," balasku sesuai dengan perkataan dokter.Penyakit yang sedang di derita Kayla saat ini adalah DBD (Demam berdarah) merupakan suatu penyakit yang lumayan ganas dan menghawatirkan, jika terlambat penanganannya bisa menyebabkan kematian."Ini pasti kamu kan yang gak becus kan ngurus Kayla," ucap mas Arman sontak membuat emosiku menjadi tidak terkendali jika aku tidak memiliki etika mungkin aku sudah melayangkan tanganku ini di wajahnya."Mas ini di rumah sakit tolong jaga sikap," kataku setengah berbisik Rayhan nampak menatapku dengan iba."Halah memang kamu yang ti
[Aku ingin mereka menerima pelajaran dan konsekuensi atas perbuatan yang telah mereka lakukan][Baik lakukan apapun yang kamu inginkan Nak]Aku tidak ingin mas Arman dan Nita di pecat begitu saja karena pemecatan bukan jaminan mereka akan jera. Namun mereka berdua memang harus di berikan pelajaran agar dapat memberikan efek jera bagi keduanya, dan akulah yang akan melakukannya.Sore ini Kayla sudah diizinkan pulang oleh dokter karena keadaannya sudah pulih hanya saja Kayla harus meminum beberapa obat agar virus dalam tubuhnya benar-benar hilang dan sembuh total.Betapa bahagianya anak itu saat matanya melihat pemandangan luar rumah sakit, walaupun wajahnya masih pucat tapi senyumnya yang manis itu masih tetap indah.Hari ini aku sendirian yang membawa Kayla pulang menggunakan taksi online karena mas Arman seperti biasa susah di hubungi biarpun ia tahu putrinya sedang tidak sehat.Rencananya besok aku akan bertemu dengan om Faisal untuk mulai melancarkan aksiku membuat jera mas Arman d