Share

Malam terburuk 2

"Mas...... aku mohon hentikan,"

Mas Arman sedikitpun tidak mendengarkan kata-kataku ia semakin buas dan menatapku  dengan liar. Kedua tangannya yang kekar mencengkeram kuat tubuhku hingga aku semakin tak berdaya.

Aku pasrah tidak berdaya air mataku tak henti-hentinya mengalir, tubuhku dan hatiku sangat menolak tetapi nafsu telah menggiring mas Arman melakukan ini.

"Aaakh sakit Mas.....," pekik ku saat tangannya mulai menjarah bagian dadaku.

Bukannya menghentikan kegiatan tangannya dan menyudahi semua ini Mas Arman justru menyumpal bibirku dengan bibirnya sehingga membuatku kesulitan bernafas.

Tangannya menggerayangi tubuhnya dan melucuti pakaian yang ku gunakan satu persatu. Dia sama sekali memperdulikan diriku yang tengah kesakitan karena perlakuan kasarnya, jangan tanya nikmat atau tidaknya karena pasti jawabnya adalah sangat tidak mengenakkan justru sangat menyiksa.

Dia mulai melakukan hal itu padaku, suara suara desahan yang keluar dari bibirnya membuat bulu kudukku merinding dan merasa jijik dengan diriku sendiri. Yang kurasakan hanyalah sakit dan sakit, dia seperti hewan buas yang sedang memangsa buruannya, begitu liar dan ganas. Sungguh kali ini dia benar-benar memperkosa diriku.

"Aaaaaahh Nita, makasih sayang......" Ucapnya kemudian tumbang di sampingku.

Hatiku hancur berkeping-keping mendengar ucapannya barusan, aku sudah sangat tersakiti dan tersiksa seperti ini dia masih sempat-sempatnya mengingat nama wanita itu di tengah pertumbuhannya denganku.

Ku tutupi bagian bawah dan dadaku dengan tanganku sambil menangisi diriku sendiri, aku memang adalah istri sah mas Arman tetapi aku tak rela bila diperlakukan seperti ini, walaupun saat hari-hari pertama pernikahan kami melakukan hal ini, tapi hari ini aku sangat tidak rela diperlakukan seperti wanita murahan dan yang membuatku sangat sakit adalah kata-kata yang dikeluarkannya dari bibirnya adalah nama dari wanita lain.

Aku menangis tanpa suara, rasa sakit yang kurasa malam ini berlapis lapis. Hatiku begitu terguncang ingin teriak sekuat mungkin tapi suaraku tercekat di kerongkongan, hanya air mata dan Tuhan yang menjadi saksi betapa hancurnya diriku malam ini.

Sambil tertatih ku punguti pakaian yang tergelak satu persatu di lantai, walau tulang-tulang ku rasanya ingin patah dan bagian bawahku terasa sangat nyeri, tapi tetap ku paksakan diriku untuk keluar dari ruang penyiksaan ini, semakin aku berlama-lama disini membuat rasa sakit ku semakin bertambah saja.

Guyuran air yang dinginnya menusuk kulit membuat tubuhku menggigil seketika, air mata pun turut membasahi ragaku. Tak henti-hentinya tanganku terus menggosok tubuhku dengan sabun dari ujung kaki hingga rambut, kejadian barusan membuat aku jijik dengan tubuhku sendiri. Bagaimana bisa ia membayangkan diriku sebagai wanita lain di tengah sakit yang ku rasa.

****

Badanku sangat nyeri terlebih bagian intim ku dan juga meriang semalaman, mungkin karena aku mandi di tengah malam. Kejadian semalam membuat diriku tak mau lagi melihat wajah mas Arman, karena jika aku melihat wajahnya bayang-bayang penyiksaan yang dilakukannya terekam sangat jelas dalam otakku.

Waktu sudah menunjukkan hampir pukul delapan pagi, tapi aku sama sekali tidak menyiapkan sarapan untuk mas Arman. Aku tak peduli jika dia kelaparan, toh yang selalu dalam pikirannya adalah wanita itu, biarkan dia kelaparan dan meminta sarapan dari Nita.

"Nisa........" teriak mas Arman.

Kepalaku yang sedikit pusing membuatku enggan bangkit dari tempat tidur, tapi jika aku tak bangun bisa-bisa kepalaku meledak mendengar teriakan-teriakan mas Arman.

Dengan sempoyongan aku bangkit dari posisi telentang ku dan menghampiri sumber suara. Tanganku terus memijit pelipis kepalaku agar pusing yang ku alami mereda.

"Anisa dari mana saja kamu?" tanya mas Arman.

"Aku pusing mas, ada apa?" 

Matanya memindai tubuhku dari ujung kepala hingga ujung kaki, aku tak terlalu memperhatikan ekspresi wajahnya karena duniaku rasanya seperti berputar-putar.

"Matamu kenapa bengkak begitu?" 

Aku hanyalah terdiam sembari terus memijit kepalaku.

"Ya sudah saya mau keluar cari sarapan, kamu mau nitip apa?"

"Terserah," balasku singkat.

Mas Arman pun bergegas mengambil kunci mobilnya kemudian pergi, mungkin mencari sarapan seperti yang dikatakannya barusan.

****

Pov Arman.

Setelah kejadian makan malam bersama Nita di rumah, sejak saat itulah Nita marah kepada diriku. Dia tidak mengangkat telepon dari ku, tidak membalas pesanku, dan dia juga menghindari aku di kantor padahal pekerjaan kami berdua adalah partner kerja, dia akan menghampiriku saat pekerjaan penting, dan tidak pernah mau menjawab pertanyaan diluar pekerjaan kantor.

Akibat sikapnya yang berubah 180 derajat itu membuatku bingung, dan terkadang menyalahkan diriku sendiri. Andai saja malam itu aku tidak berkata kasar pada Nita dia pasti tidak akan seperti ini.

"Nita sayang, jangan cuek seperti ini," 

"Jauhi aku urus saja istrimu yang kamu bela itu, anggap saja kita tidak pernah kenal," ucap Nita tanpa memandangku tangannya begitu lihai merapikan berkas-berkas yang baru ku tanda tangani.

"Sayang jangan gitu dong, kan cuma kamu paling aku sayang. Aku gak bisa kalau kamu terus-terusan kayak gini,"

"Bohong, semuanya bohong pasti kamu sudah jatuh cinta kan sama babu itu makanya kamu belain dia malam itu," ucapnya dengan lantang matanya pun terlihat berkaca kaca.

Ingin sekali aku memeluknya di saat seperti ini, tapi suasananya sangat tidak pas. Jika aku memaksakan diriku dia bisa saja memberontak dan rasa bencinya padaku semakin besar.

"Kalau kamu beneran cinta dan sayang sama aku, kamu gak akan mungkin membela dia jelas-jelas malam itu kami bela babu itu kan!"

"Tapi sayang Anisa memang tidak salah,"

"Tuh kan kamu masih bela babu itu bahkan kamu berani ngucapin nama dia di depan aku, sudah jelas Mas kalau kamu jatuh cinta sama dia!"

"Sayang dengerin aku dulu dong kamu jangan emosi dulu, dengerin kata aku dulu semuanya bisa dibicarain baik-baik," 

"Gak ada yang perlu dibicarakan lagi Mas aku sudah muak," ucapnya kemudian berlalu meninggalkan aku sendirian dalam ruangan ku.

Begitupun kira-kira pertengkaran ku dengan Nita kemarin di kantor, rupanya kemarahannya masih belum reda dia masih mengira aku membela Anisa. Memang ya laki-laki selalu salah di mata perempuan.

Sikap Nita membuatku frustasi sehingga aku memutuskan untuk pergi ke bar langganan ku dan minum beberapa minuman keras untuk menenangkan diriku sekaligus healing dan cuci mata disana.

Setelah menenggak beberapa botol kuputuskan untuk pulang dalam keadaan mabuk berat. karena takut berkendara aku meminta bantuan pria di bar yang ku kenal untuk mengantarku pulang , satu orang menyetir mobilku dan satu orang lainnya mengikuti dari belakang dengan motor tujuannya agar saat rekannya selesai mengantarku mereka dapat langsung pulang bersama.

Masih kuingat malam itu aku mengetuk-ngetuk pintu dengan sisa tenaga yang kumiliki, dan saat Anisa membuka pintu itu aku sudah tak sadar bagaimana keadaanku.

Aku sempat bermimpi melakukan making love (hubungan layaknya suami-istri) dengan Nita dan hal itu membuatku sangat senang dan begitu menikmatinya. Mungkin karena selama ini aku tak pernah menyentuh Anisa jadi hasrat kelelakianku begitu menggebu dalam mimpi itu, bahkan rasanya seperti nyata kenikmatannya begitu jelas terasa.

Namun saat aku terbangun kondisi kamarku sudah sangat acak-acakan, tubuhku terlilit selimut dan sedang dalam keadaan tidak berbusana. Aku menemukan bekas bercak darah di kasur dan selimut putihku, apakah semalam aku benar-benar melakukan hal itu? 

Melihat keadaan Anisa pagi ini aku yakin telah melakukannya, tapi ya sah-sah saja kan toh aku suaminya jadi aku tak bersalah apalagi berdosa.

Sejak kematian istriku sebulan lalu aku memang belum merasakan nikmatnya bercinta, biarpun Nita adalah kekasihku aku tak pernah melakukan itu padanya. Dan Anisa semenjak menikah dia belum berani menjalankan tugasnya untuk melayaniku di ranjang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status