Share

Malam terburuk

"Nita sudah cukup!" kata mas Arman tiba-tiba.

"Tapi sayang aku begini karena kelakuan istri kamu yang gak becus itu," 

"Mungkin kamu yang salah makan tadi kalau Nisa yang gak bener masaknya pasti aku juga akan sakit perut buktinya hanya kamu kan yang bermasalah,"

"Kamu belain dia sayang? dia udah bikin aku keracunan tau," 

"Lebih baik kamu sekarang ke kamar mandi tuntaskan hajatmu daripada membuat keributan disini," balas mas Arman dengan tatapan dingin pada Nita.

Wah rasanya aku tak percaya melihat rencana licik ku sukses membuat mereka berselisih, ini baru awal Nita tunggu saja pembalasan

selanjutnya.

"Kamu tega Mas! hiks hiks hiks," ucap Nita meninggalkan meja makan sambil menangis.

Padahal aku memberi obat pencahar dalam makanan Nita hanya sedikit, tapi efeknya bekerja dengan cepat. Maafkan aku Nita bukan maksudku untuk meracuni mu tapi kalau hanya dengan omongan kau tidak akan pernah mendengar ku mungkin dengan cara seperti ini kau akan mundur dan melepaskan mas Arman.

Kini hanya ada aku dan mas Arman di meja makan, hanya hening dan suara dentingan sendok yang menemani kami. Wajah mas Arman nampak kemerahan mungkin saat ini ia sedang kesal dengan gas beracun yang dikeluarkan Nita.

Tak berselang lama Nita keluar dari kamar mandi dengan mata yang sembab sebagai tanda ia habis menangis, wajahnya juga sedikit pucat.

"Aku mau pulang," ucap Nita dengan datar.

"Sayang tunggu..." kata mas Arman sambil berjalan mengejar Nita.

Aku pikir mas Arman tidak akan peduli pada Nita, tapi dugaan ku keliru kini ia tengah mengejar wanita pujaannya sembari meminta maaf.

"Sayang maaf aku tadi hanya emosi," kata mas Arman samar samar terdengar.

****

Usai makan malam yang sangat tidak berkesan tapi memberi kepuasan tersendiri bagiku walaupun akhirnya nyesek, aku segera membereskan peralatan bekas makan tadi tak lupa ku cuci semuanya beserta peralatan dapur yang telah ku gunakan untuk memasak.

Ku tengok kamar Kayla, rupanya anak perempuan itu sudah lelap dalam mimpinya. 

Hari ini aku berhasil menguasai diriku dan tidak terlihat lemah di hadapan mas Arman dan Nita. Entah apa yang terjadi dengan wanita itu apakah dia sedang berjuang sendirian di toilet rumahnya? harapanku semoga ia baik-baik saja dan tak sampai menderita.

Hingga pukul 10 malam mas Arman juga belum kembali. Aku masih menunggunya di ruang tamu karena ia tak membawa kunci rumah.

Tingtung suara bel rumah sudah berbunyi itu tandanya Suamiku sudah kembali. Aku bergegas membuka pintu dan benar saja dia sudah pulang dengan raut wajah yang lesu.

Tanpa sepatah katapun mas Arman masuk ke rumah dan mendahuluiku, aku tau apa ya g di rasakan olehnya saat ini karena aku juga tengah mengalami semua itu, di cueki oleh orang yang kita cintai memang begitu menyakitkan tapi rasa sakit yang kau alami sekarang tidak sepadan dengan apa yang tengah ku rasakan mas.

****

Hari-hari ku berjalan seperti biasa, selama beberapa hari ini tak ada kejadian yang mengganggu kehidupanku, hanya saja untuk beberapa hari ini mas Arman selalu pulang lebih awal semenjak kejadian makan malam bersama Nita di rumah ini.

"Mama Kayla berangkat sekolah dulu ya," kata Kayla sambil mencium punggung tanganku.

"Iya sayang belajar yang pinter ya biar nanti bisa jadi orang yang berguna," balasku tangan ini tak luput dari pipinya yang menggemaskan, makin hari diri ini makin jatuh hati pada gadis kecil yang sangat super pengertian dialah sumber dari semangatku sehari-hari.

"Nisa nanti tidak usah tunggu saya, karena saya mau menenangkan pikiran dulu," ucap mas Arman pagi ini saat hendak ke kantor.

"Iya Mas,"

Ku tatap kepergian Mas Arman dan Kayla, rumah ini kembali menjadi sepi tidak ada canda tawa Kayla. Kegiatanku berujung pada rebahan dan membaca novel online, biarlah kesunyian hari ini ku isi dengan imajinasi para penulis penulis yang super keren ini.

Pukul 09.30 ponselku berbunyi ada sebuah panggilan dari mas Arman.

"Halo Mas ada apa?"

"Kamu gak usah jemput Kayla, malam ini dia akan menginap di rumah bibinya," kata mas Arman.

"Baik Mas, aku boleh izin nginap di rumah ibuku gak?"

"Jangan,"

"Tapi Mas ini kan weekend,"

"Tidak usah banyak protes,"

Tut tut tut..... Mas Arman mematikan sambungan teleponnya tanpa mendengar kata-kata ku.

Hari ini aku akan sangat kesepian, tidak ada orang yang dapat ku ajak bicara dan bercanda ria bila hari-hariku terus begini aku bisa stress nanti.

****

Tok tok tok suara gedoran keras dari pintu depan berhasil membangunkan diriku dari mimpi yang baru ku Selami. Siapa yang malam malam begini mengetuk pintu rumah orang? tidak mungkin jika itu mas Arman karena ia sudah membawa kunci rumah sendiri.

Suara gedoran itu semakin keras dan mengundang rasa penasaranku. Ku intip keadaan di luar melalui jendela yang gordennya ku singkapkan sedikit, aku terkejut karena yang sedari tadi menciptakan suara ribut-ribut diluar adalah mas Arman. 

Tangannya terus memukul mukul pintu dan badannya disandarkan begitu saja, wajahnya nampak berantakan. Langsung saja ku bergegas membukakan pintu untuk mas Arman. 

Brugh! tubuhnya ambruk saat pintu terbuka, sepertinya dia sedang tidak sadar. Dari mulutnya tercium minuman keras, tubuhnya begitu lemas.

Bagaimana caranya dia bisa mengendarai mobil dalam keadaan mabuk berat seperti ini? hatiku terus bertanya-tanya.

"Mas bangun...." kataku sambil menggoyang goyangkan tubuhnya.

"Heng,"

"Mas ayo bangun aku bantu kamu ke kamar ya,"

Perlahan tubuh mas Arman bergerak dan mengikuti instruksi dariku, ku papah tubuhnya menuju ke kamarnya.

"Kamu mau kemana?" tanya mas Arman tiba-tiba sambil memegang tanganku saat aku hendak keluar.

"Mau tidur Mas," balasku sedikit gugup.

"Tidur disini aja bareng aku,"

"Eng__enggak mau Mas," 

Aku berusaha melepaskan tangannya yang mulai mencengkeram erat lenganku.

"Lepas Mas!" kataku saat sudah mulai merasa kesakitan.

Tanpa membalas dan memperdulikan kesakitan yang ku rasa, mas Arman menarik diriku ke ranjangnya. Tubuhnya mendadak prima berbeda jauh dengan tadi.

"Mas sakit mas__"

Tangan kekar mas Arman mencengkeram wajahku membuat jantungku berdebar tak beraturan, rasa takut menjalar ke seluruh tubuhku. Tatapan tajam mas Arman seolah ingin menelanku bulat-bulat, tubuhnya mulai menindihnya badanku yang mungil ini tanpa terasa buliran bening telah terjatuh di pipiku.

Aku berusaha mendorong tubuhnya dengan tenaga yang tersisa, namun hasilnya tetap sia-sia. Aku tak bisa sedikitpun menggeser posisinya yang ada mas Arman bertambah ganas menatapku.

Tangannya mulai meraba jilbab instan yang ku kenakan dalam satu tarikan benda yang selalu kugunakan untuk menutup rambut sebagai aurat ku terlepas dan dilemparkan ke sembarang arah.

"Mas..... aku mohon hentikan!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status