Share

Percobaan bunuh diri

"Kamu tau waktu gak sih? sudah sore begini belum sampe dirumah , pulang sekarang atau gak usah kembali lagi!" kata mas Arman dari seberang nada bicara begitu ketus sambungan teleponnya pun langsung dimatikan, benar-benar manusia tidak punya hati.

Ku tahan buliran air bening yang siap meluncur bebas kapanpun, lekas kuusap kedua mataku menggunakan punggung tangan agar Mama dan Papa tidak curiga denganku.

"Ma Nisa pamit dulu ya sudah sore takut nanti mas Arman khawatir," pamitku pada Mama yang sedang mempersiapkan menu untuk makan malam nanti.

"Berarti kita nggak makan malam bareng dong sayang, yasudah kamu hati-hati ya dijalan," 

****

Sekitar pukul 06.20 petang aku baru sampai di rumah mas Arman, wajah dinginnya menyambut kedatanganku air mukanya menggambarkan jika mas Arman sedang kesal dan menahan amarah.

"Assalamualaikum Mas," salamku.

"hmmm," begitu balasnya sungguh membalas salamku dengan ucapan yang benar pun berat baginya.

"Masih ingat pulang rupanya ya," ucapnya dingin.

"Kamu itu tau waktu gak sih pergi seharian seenaknya saja ya kamu," lanjutnya.

"Maaf Mas aku--," belum sempat ku selesaikan kata-kataku mas Arman sudah memotongnya.

"Buat apa saya nikahin kamu kalau kamu gak tau diri gini, kamu tau saya sibuk dan Kayla juga butuh dilayani!" ucapnya setengah berteriak.

Ku kepalkan tanganku kuat-kuat, ku tahan sebisanya agar air mataku tak terjatuh di hadapannya. Namun segala upayaku tak berhasil cairan bening ini tumpah begitu saja.

Aku sudah tak kuasa menghadapi sikap suami pilihanku sendiri, seseorang yang kukira akan membimbing dan melindungiku dengan sekuat jiwa raganya justru berbanding terbalik, dia setara dengan penjajah dan aku hanya dianggapnya sebagai budak yang harus mendengar dan melakukan segala kehendaknya.

"ANISA...!" teriaknya membuat diriku terkejut jantung ini rasanya ingin keluar dari tempatnya, selama aku hidup baru kali ini ada seseorang yang meneriakiku biarpun Papa dan Mama berpribadi tegas dan disiplin tak sekalipun mereka berkata kencang padaku apalagi meneriakiku.

"Nangis saja bisanya! KAMU DENGER GAK SIH YANG SAYA BILANG!"

"A-aku..... Ma-af....."

"Dasar tidak berguna, pergi dari hadapanku saya muak lihat wajahmu itu!"

Sambil menangis ku berlari menuju kamar, diriku sudah tak kuasa menahan semua ini. Andai saja waktu dapat ku putar kembali aku tak ingin kenal bahkan bertemu dengannya sekalipun. Andai aku mendengarkan perkataan orang-orang di sekitarku maka sekarang aku tak akan terperosok dalam jurang penuh derita. Namun nasi telah menjadi bubur bahkan mungkin sudah basi semua yang terjadi tak dapat diputar balikkan begitu saja.

Kini hatiku hancur sehancur hancurnya, ingin ku akhiri hidupku sampai disini saja. Ya lebih baik aku mati daripada harus merasakan kesengsaraan ini, buat apa lagi aku hidup bila tidak dianggap oleh suami sahku, buat apa aku hidup bila harus terpenjara dalam keadaan ini.

Pernikahan yang ku impikan membawa keluarga kecilku dalam jannah-Nya justru memprosokkan diri ini dalam neraka tapi api yang terlihat membakar dan menggeliat dengan begitu. Api itu memang tidak terlihat ganas, tapi api itu terus membakar diri ini hingga semakin lama semakin lemah dan berputus asa, api itu terus menciptakan derita demi derita dalam kehidupanku.

Dengan air mata yang terus beruraian ku ambil sebilah pisau kecil yang selalu kubawa kemanapun diri ini melangkah. Hati dan pikiranku sudah terbujuk rayu oleh setan, bahkan mungkin sekarang para setan dan sekutunya sedang bersorak gembira melihat ketidakberdayaan ku sebagai manusia yang beriman.

Dengan gelap mata kuiris pergelangan tanganku dengan benda tajam yang kugenggam. Perih, dan sakit tak kurasa lagi hingga darah segar mengalir di pergelangannya tanganku, diri ini yang sebelumnya sangat takut melihat darah kali ini tidak peduli dan dengan sengaja mengeluarkan darahnya sendiri.

Mungkin kata kalian aku ini bodoh kan? mempertahankan rumah tangga yang memang tidak sehat sedari awal. Tapi ketahuilah aku sebagai wanita yang hanya berupaya merebut kasih sayang dan cinta suamiku apa itu salah?

Yang ku ketahui Allah sang pencipta alam semesta beserta isinya dapat membolak balikkan hati hambanya. Itu yang sedang ku upayakan sejauh ini tetapi mungkin saat ini belum saatnya cahaya hidayah itu masuk dalam lorong hatinya yang memang gelap gulita.

Benar kata orang jikalau penyesalan itu berada diakhir, sama persis dengan yang ku alami saat ini. Sebelumnya aku sangat kekeh ingin dinikahi seorang Arman Hermansyah tidak mendengarkan nasihat orangtuaku. Dan kini aku menyesal, sangat menyesal setelah ini semua terjadi. Sebenarnya diri ini ingin berkata jujur pada mereka, tapi aku sudah kehilangan muka untuk sekedar mengakui jika perkataan mereka benar adanya dan diri ini harus sabar mengenal lebih sosok yang akan membersamaiku seumur hidup.

"Allahuakbar," Kulemparkan benda tajam di tanganku ini ke sembarang arah saat gema adzan isya' berkumandang.

Tanganku bergetar hebat saat netra ini mendapati lumuran cairan merah segar menghiasai pergelangan tanganku tertinggal sebanyak 3 luka sayatan di sana.

Bibirku terus melafazkan istighfar, air mataku terus mengalir mendapati kondisiku yang betul-betul terpuruk. Beruntung sang pencipta masih memberiku kesempatan dan menyelamatkan diriku dari belenggu nafsu bisikan setan.

"Astaghfirullah, ya Rabb maafkan kekhilafan hamba mu ini karena telah terbujuk rayuan setan dan mengambil jalan pintas untuk mengakhiri penderitaan ini. Maafkan hamba mu yang telah kufur atas nikmat hidup yang telah Kau beri," 

ucapku penuh dengan penyesalan.

Ku balut lukaku dengan kain agar darahnya berhenti mengalir, kemudian ku lap sebersih mungkin cairan merah itu dilantai. Mulai sekarang aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak terlihat lemah sedikitpun terutama di hadapan mas Arman dan wanita selingkuhannya itu.

****

Rutinitas ku kembali seperti biasa, bangun sebelum subuh dan mempersiapkan sarapan untuk mas Arman juga Kayla. Biarpun mas Arman sangat jarang sarapan di rumah aku tak peduli, mau dimakan ataupun tidak itu urusannya yang penting aku sudah mempersiapkannya. Namun ada yang aneh hari ini, ya Kayla tidak terlihat semenjak aku pulang kemarin petang biasanya jam segini anak itu sudah duduk rapi di meja makan.

"Masak apa hari ini?" tanya mas Arman dengan ekspresi dingin seperti biasa.

"Silahkan tengok sendiri," balasku singkat.

Dia hanya menatapku sekilas, kemudian duduk di meja makan untuk sarapan. Tumben sekali pagi ini ia menyempatkan waktunya untuk sarapan pagi di rumah.

"Kemana matamu bengkak? habis nangis? dasar cengeng," ucapnya.

"Oh ya hari ini kamu gak usah jemput Kayla karena dia sedang bersama bibinya dan ingat jangan kluyuran tidak jelas," ucapnya lagi.

"Ya," balasku sesingkat dan secuek mungkin, jujur aku malas berurusan dengannya lagi.

"Saya ingin bertanya sesuatu,"

"Apa?"

"Apakah kau siap bila menjanda?" 

Pertanyaan macam apa ini?apakah dia akan menceraikan aku dihari ini? 

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status