"Menjanda? apa maksudnya Mas?" tanyaku penuh rasa penasaran.
"Bukan apa-apa, lupakan!"
Dasar manusia aneh dia yang bertanya, dia pula yang tak ingin membahasnya.
Tanpa basa-basi lagi mas Arman merapikan jas ya dan menenteng tas kerjanya dan berangkat ke kantor. Inilah rumah tanggaku yang katanya pengantin baru tapi tidak ada kemesraan di dalamnya.
Dengan cekatan tangan ini membereskan dan merapikan rumah sebesar ini. Harusnya ada asisten rumah tangga yang membantuku untuk mengerjakan ini semua, tapi apalah daya aku tak bisa meminta itu dari pria yang KATANYA adalah Suamiku.
Karena hari ini aku tidak perlu menjemput Kayla di sekolah, maka kuputuskan mengisi waktu yang kosong ini dengan membaca novel secara online di ponsel. Sedari dulu aku memang sekali membaca novel, apalagi novel romantis itulah mengapa aku ngebet nikah sama mas Arman ya supaya bisa romantis-romantisan sama pasangan halal. Memang ya ekspetasi akan berbeda jauh dengan realita seperti yang aku alami saat ini.
Di tengah keseriusanku membaca tiba-tiba mas Arman menelpon ku, kira-kira ada apa ya dia nelpon aku? daripadanya penasaran mending aku angkat dulu deh.
"Ada apa Mas?"
"Aku cuma mau ingatin kamu, kalau sampai nanti ada orang yang tanya kamu itu siapaku jawab saja asisten rumah tangga atau pengasuh Kayla, ingat itu!" ucapnya tegas.
"Loh memangnya kenapa? kalau orang tau siapa aku sebenarnya?"
"Kamu jangan ngeyel deh jadi orang, ikuti aja kata-kataku!"
"Kalau aku gak mau gimana?" tantang ku, bagus Anisa kamu sudah mulai .berani melawan mas Arman batinku.
"Kalau kamu gak mau dengerin kata-kataku maka aku gak akan izinkan kami ketemu sama orangtuamu!" Balasnya dengan lantang kemudian tiba-tiba ia memutuskan sambungan telepon sepihak.
Ancaman macam apa ini? secara tidak langsung ia membimbing ku untuk menjadi anak durhaka. Mau tidak mau aku harus ikuti dulu kemauannya suatu saat aku akan membalas semua perlakuan mu padaku, tunggu saja tanggal mainnya Mas!.
Kepalaku menjadi pening setelah menerima telepon dari mas Arman. Ingin nangis tapi aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak akan menangisi sikap-sikap mas Arman lagi. Mulai saat ini aku harus kuat demi kewarasan ku sendiri. Jujur aku malu membuka topengku pada Mama dan Papa, aku ingin membalaskan sendiri dendam ku pada pria brengsek itu.
****
Tingtung...... Suara bel rumah membuyarkan lamunanku, sepertinya itu Kayla tapi siapa yang mengantarkannya ke sini ? mungkin dia bersama bibinya.
Segera aku memakai jilbab dan berlari ke pintu utama, tapi saat aku membuka pintu tak ada seseorang pun disana.
Aku menengok ke kanan dan ke kiri tetap saja tak terlihat satu orangpun di sekitar rumah. Tiba-tiba jantungku berdebar karena takut jika ada orang jagat yang sedang mengerjai ku.
Di tengah kebingunganku, sebuah mobil hitam mengkilap berhenti tepat di depan rumah. Aku menyipitkan mataku dan berusaha menelisik sosok yang sedang berada di dalam mobil itu, dan ternyata saat pintunya terbuka Kayla lah yang keluar dari kendaraan mewah tersebut, kemudian dia melambaikan tangannya.
"Mama.........." Ucap Kayla sambil berlari ke arahku.
"Mama sudah pulang? kemarin kemana aja Ma?" tanyanya sambil memeluk tubuhku.
"Iya sayang. Kemarin Mama pergi ke rumah Nenek," balasku sambil memainkan pipinya dengan gemas.
"Tadi kamu pulang sama siapa Nak?"
"Tadi Kayla pulang sama Bibi dari kemarin aku main disana Papa yang antar, tadi malam juga Kayla bobo di rumah Bibi," jelasnya.
Oh pantesan saja semalam aku tak bertemu dengan anak ini, ternyata mas Arman telah menitipkan anaknya di rumah saudaranya. Tapi kenapa dia harus marah aku pulang terlambat padahal kan Kayla tidak ada di rumah.
"Bibi nya kok gak mampir ke rumah Kayla dulu?"
"Katanya Bibi mau pergi dulu gitu, makanya nggak kesini,"
Untung saja Bibi Kayla sedang ada urusan sehingga aku tak perlu berbohong kepadanya. Ada-ada saja mas Arman itu, istri sendiri disuruh ngaku jadi asisten rumah tangga.
Beginilah namanya rumah tangga yang tidak sehat, didalamnya penuh dengan kebohongan. Bodohnya aku dulu mau menerima cintanya tanpa mempertimbangkan segalanya. Itulah mengapa kita jangan kebanyakan halu supaya tidak ceroboh dan berpikir cetek, aku adalah contohnya.
****
Ting! suara notifikasi W* ponselku.
[Heh wanita jalang! lu ingat baik-baik ya jangan pernah mencoba-coba merebut mas Arman dari gue, atau elu akan terima akibatnya]
Aneh si pengirim pesan ini, padahal aku adalah istri sah mas Arman seharusnya aku yang berkata demikian kepada wanita-wanita yang mendekati suamiku.
Siapa yang berani mengancam istri sah mas Arman kalau bukan wanita itu, ya pasti hanya Nita orangnya. Benar-benar tidak tahu malu.
Tapi dari mana dia dapat nomor ponselku? ah mungkin dari ponsel mas Arman, ya mungkin saja kan.
[Maaf ya Mbak, kayaknya Mbak salah orang deh karena saya istri sahnya sedangkan situ siapa? selingkuhannya doang kan?] balasku.
Aku tidak peduli siapa dia, beraninya mengancam ku seperti itu. Sudah kubilang aku gak akan lemah lagi kan, sekarang aku bukan Anisa yang cengeng seperti dulu. Kini aku adalah Anisa yang kuat dan tegar, siapa pun yang berani mengancam ketenangan diriku akan aku hadapi.
[Maksud elu apa ngomong begitu? berani ya elu sama gua?]
[Saya gak punya maksud apa-apa kok Mbak, Ya saya mah berani aja kan kita sama-sama makan nasi kalau si Mbaknya makan beling nah itu baru takut saya] ku ketik pesanku ini sambil tersenyum tipis. Kalaupun toh dia ngadu ke mas Arman aku gak akan takut.
Tiba-tiba dia menelponku mungkin dia emosi karena aku berani membalas pesannya dengan gagah berani itu.
"Halo Mbak ada apa ya?"
"Nggak usah basa-basi deh, gue cuma mau ingatin elu sadar diri deh ya bentar lagi jadi janda," katanya dari seberang.
"Oh makasih ya Mbak Nita udah ingatin," balasku sekenanya.
"Awas lu ya kalau gua sampe tau elo ngeganggu mas Arman apalagi rebut dia dari gua, kelar hidup lu!" ancamnya lagi, tapi sayang ancaman mu sekarang tidak mempan untuk Nisa say.
"Loh saya kan istrinya Mbak, bebas dong perihal nyawa emang situ Tuhan? bisa kelarin hidup saya?" balasku sedikit lantang, aku gak akan diam Nita mulai sekarang.
"Anjrit lu," ucapnya tak terima.
"Dasar wanita murahan!" ucapnya lagi.
"Yang murah saya atau Mbak Nita, saya ini istrinya, sedangkan situ cuma selingkuhan dasar pelakor tidak tau diri!" balasku mulai naik pitam.
Aku sangat tidak terima dikatai wanita murahan oleh orang yang sudah menghancurkan rumah tangga orang lain. Sungguh hanya merekalah para penggoda suami orang yang pantas mendapatkan gelar itu.
"ANISA!!!" teriak seorang laki-laki yang memekakkan gendang telingaku.
"Beraninya kamu ngomong begitu sama Anita?" kata mas Arman dengan suara lantang, aku yakin Nita di sana sedang senyum penuh kemenangan. "Memang kenapa Mas kan memang benar kan," balasku sesantai mungkin, aku sudah tak selemah kemarin Mas. "Kamu minta maaf sama Nita sekarang atau..." "Atau apa mas?" "Aku akan membuat hidupmu lebih menderita dari sekarang!" Mas Arman mengancam ku. "Ya sudah lakukan saja hidupku memang sudah menderita sejak menikah denganmu Mas," tantang ku. "Oke kalau itu mau mu," "Baiklah Mas tapi jangan marah kalau Bibi Kayla dan keluargamu tau jika aku ini adalah istri barumu yang sah!" kataku dengan suara lantang. Tut Tut Tut ...... Mereka memutuskan sambungan telepon secara sepihak, apakah kata kataku tadi berhasil menciutkan nyali keduanya? ah entahlah yang penting aku sudah puas karena sudah tidak terlihat lemah lagi di hadapan keduanya. **** Suara deru mesin mobil mas Arman sudah terdengar, tapi tumben hari ini dia pulang lebih awal biasanya kan dia a
"Nita sudah cukup!" kata mas Arman tiba-tiba. "Tapi sayang aku begini karena kelakuan istri kamu yang gak becus itu," "Mungkin kamu yang salah makan tadi kalau Nisa yang gak bener masaknya pasti aku juga akan sakit perut buktinya hanya kamu kan yang bermasalah," "Kamu belain dia sayang? dia udah bikin aku keracunan tau," "Lebih baik kamu sekarang ke kamar mandi tuntaskan hajatmu daripada membuat keributan disini," balas mas Arman dengan tatapan dingin pada Nita. Wah rasanya aku tak percaya melihat rencana licik ku sukses membuat mereka berselisih, ini baru awal Nita tunggu saja pembalasan selanjutnya. "Kamu tega Mas! hiks hiks hiks," ucap Nita meninggalkan meja makan sambil menangis. Padahal aku memberi obat pencahar dalam makanan Nita hanya sedikit, tapi efeknya bekerja dengan cepat. Maafkan aku Nita bukan maksudku untuk meracuni mu tapi kalau hanya dengan omongan kau tidak akan pernah mendengar ku mungkin dengan cara seperti ini kau akan mundur dan melepaskan mas Arman. Ki
"Mas...... aku mohon hentikan," Mas Arman sedikitpun tidak mendengarkan kata-kataku ia semakin buas dan menatapku dengan liar. Kedua tangannya yang kekar mencengkeram kuat tubuhku hingga aku semakin tak berdaya. Aku pasrah tidak berdaya air mataku tak henti-hentinya mengalir, tubuhku dan hatiku sangat menolak tetapi nafsu telah menggiring mas Arman melakukan ini. "Aaakh sakit Mas.....," pekik ku saat tangannya mulai menjarah bagian dadaku. Bukannya menghentikan kegiatan tangannya dan menyudahi semua ini Mas Arman justru menyumpal bibirku dengan bibirnya sehingga membuatku kesulitan bernafas. Tangannya menggerayangi tubuhnya dan melucuti pakaian yang ku gunakan satu persatu. Dia sama sekali memperdulikan diriku yang tengah kesakitan karena perlakuan kasarnya, jangan tanya nikmat atau tidaknya karena pasti jawabnya adalah sangat tidak mengenakkan justru sangat menyiksa. Dia mulai melakukan hal itu padaku, suara suara desahan yang keluar dari bibirnya membuat bulu kudukku merinding
Setelah kepergian mas Arman ku paksakan diriku untuk mandi sekedar membersihkan badanku, aku tak mau memanjakan rasa sakit yang tengah bersarang di tubuhku karena jika dimanjakan sakit yang biasa saja bisa menjadi penyakit sebenarnya. Rasanya badanku sedikit ringan usai dibersihkan, kepalaku yang tadinya pusing sudah mulai membaik dan mataku yang tadinya berat pun sudah kembali normal. Hanya saja badanku masih terasa sedikit nyeri, mungkin akibat aktivitas semalam. Aku belum pernah melakukan hubungan layaknya suami-istri dengan mas Arman bisa jadi nyeri yang tengah ku rasakan merupakan bentuk ketidaksiapan dari tubuh. Suara deru mas Arman sudah terdengar, terlihat beberapa cemilan dan dua bungkusan yang ditentengnya dalam plastik. Kutebak isi dalam bungkusan tersebut adalah nasi kuning, aromanya begitu khas dan sangat kukenal. "Cepat sarapan dulu," ucapnya sambil berjalan ke ruang makan aku hanya mengikutinya dari belakang. Sebelum menyantap sarapan aku mencuci tangan terlebih dahu
Ku hembusan nafasku secara perlahan, untuk menenangkan hatiku yang sedang berkecamuk dan di selimuti oleh ketakutan. Bibir ini terus melafazkan istighfar agar menjadi lebih tenang, dan berusaha berpikir positif. Ku yakinkan diri sendiri bahwa tidak ada apa-apa dan semua baik-baik saja, pria itu hanya kebetulan memarkirkan mobilnya dan tidak sedang mengintai ku. Ku tepis pikiran pikiran negatif yang sempat meracuni otakku. "Semoga yang sempat kupikirkan tadi tidak benar, dan semua baik-baik saja." kataku pada diri sendiri. Setelah keadaanku terasa lebih baik dari sebelumnya, ku seduh coklat hangat untuk menemaniku membaca novel. Hari-hariku selalu ditemani novel online berbeda jauh dengan dulu, jujur rasanya sangat membosankan. Setiap hari aku harus mengerjakan pekerjaan rumah, antar jemput Kayla, dan membaca novel online, semua kegiatan itu terasa sangat monoton. Tidak ada canda tawa yang mengisi kesunyian hari-hariku, berbeda jauh dengan dulu kala dimana setiap hari aku bebas mel
Apa yang bisa kau lakukan dengan tubuhmu yang kecil ini, dengan sekali sentakan aku mampu mematahkan tulang mu," ucap mas Arman datar dan dingin. Aku hanya diam dan kaku, tak bisa ku bayangkan bila mas Arman serius dengan kata katanya barusan, bagaimana jika dia benar-benar mematahkan tulang ku dengan kedua tangan kekarnya? "Jika kamu masih mau hidup dan selamat lebih baik ikuti saja semua kata-kata ku dan jangan pernah campuri urusan ku dan Nita," ucapnya "Dan ingat status mu saat ini hanyalah pembantu berkedok istri, jangan pernah kau ajari saya tentang pernikahan aku tak pernah tertarik padamu," lanjutnya. Berdebar jantungku berdebar nafasku tercekat saat tangan kirinya mencengkeram leherku dengan kasar, penampakan nya seperti malaikat pencabut nyawa yang siap mencabut nyawaku kapanpun. "Sa-sakit Mas," ucapku terbata-bata menahan sakit di pergelangan tangan dan leherku. Bukannya iba denganku mas Arman justru memperkuat cengkeramannya di tanganku menambahkannya rasa nyeri disan
Tiba-tiba kakiku merasakan telah menginjak sesuatu, dan saat ku tengok ternyata aku menginjak sebuah kotak berwarna merah pekat dengan pita di atasnya, dengan cepat kuambil kotak itu dan masuk rumah kemudian kembali mengunci pintu dan berlari menuju kamar secepat mungkin karena aku penasaran apa isi kotak ini. *****Setelah tiba di kamar, aku langsung berkonsentrasi pada kotak yang ku temukan barusan. Ku bolak balikkan kotak merah ini berharap mendapat petunjuk siapa yang mengirimkan hadiah yang menurutku misterius, namun g,a kotak tersebut, tumpukan foto-foto mas Arman bersama Nita juga foto diriku ada di dalamnya pasti pengirim kado ini adalah seseorang yang sama dengan orang yang telah mengirimkan pesan padaku.Ku pandang foto-foto itu dengan hati yang pilu sulit tuk dijelaskan bagaimana perasaan ku saat ini. Marah, kecewa, sedih, dan sakit butiran kristal bening pun tanpa permisi lewat begitu saja.Sebuah kertas putih menyita perhatianku, mungkin ini adalah petunjuk dari si pengir
"Sebenarnya kami selama ini mengawasi mu dari kejauhan dan juga mengetahui tabiat suamimu," jawab Papa dengan suara bergetar.Begitu sayangnya mereka terhadapku tanpa ku sadari mereka selalu ada di sekitarku, rasa bersalah dan menyesal kian bertambah pada keduanya. Aku hanya bisa menundukkan kepalanya sembari kedua tanganku menutup wajah, air mataku sudah mengalir deras disana.Aku menangis tanpa suara, Mama merengkuh tubuhku dan memberi kehangatan dalam di dalam hatiku. Dalam hatiku aku mengutuk diriku sendiri yang sangat bodoh tidak mempertimbangkan segalanya untuk mengambil keputusan terbesar dalam hidupku. Aku terlalu buta dan tidak mendengarkan orang-orang di sekitarku, memang benar petuah orang orang terdahulu ridho orang tua adalah ridho dari Allah, jika orang tua tidak meridhoi jalan yang kita pilih berarti Allah pun tak memberikan ridho-Nya. Nasi memang sudah jadi bubur, tapi bubur yang ku buat harus diperbaiki dengan sedikit perubahan akan membuat orang menjadi tertarik da