Share

Bab 4. Mengapa Terjadi Padaku?

Aku melangkah untuk duduk depan cermin. Melepas kaca mata yang bertengger, membebaskan rambut dari hijab yang menutupi, membuka pengikat dan membiarkan lurus terurai. Mata terpejam, merasakan hembusan angin menusuk tubuh. Aku ingin sejenak tidak melihat dunia. Sungguh miris goresan takdir, belum cukup sehari menjadi seorang istri, aku sudah dikagetkan dengan kontrak pernikahan yang dibuat oleh Aksa.

“Aku tahu, pernikahan ini harusnya tidak terjadi. Kamu adalah kekasih sahabatku. Pasti berat untuk kamu, mengucap ijab kabul tadi. Tetapi, aku juga tidak bisa melakukan apapun. Semua ini sudah terjadi,” lirihku sambil melihat pantulan diri di depan cermin.

Napas mulai terasa berat, mata pun berkaca. Sebentar lagi akan ada rintik bening jatuh dari kelopak, aku tidak bisa mencegah. Tangan memukul-mukul dada, berusaha agar tidak terisak.

"Mengapa ini harus terjadi padaku? Bagaimana kalau Utami tahu, aku menikah dengan Aksa? Dia pasti akan marah padaku. Padahal selama ini hanya dia yang mau berteman denganku?" lirihku dengan air mata yang sudah berderai.

Mungkin ruangan ini kedap suara, tak mungkin jika tidak. Kalau berteriak di ruangan sebesar ini, pasti orang di luar tidak akan mendengarkan. Tetapi, tak mungkin aku melakukan itu. Aku pun menggigit tangan, agar mengurangi perih di dada. Namun, rasanya tetap sama, sakit ini tak berkurang.

Detik jam terus berputar, waktu sudah menunjuk pukul tujuh malam. Aku keluar dari kamar dan menuruni tangga, tidak mungkin berdiam terus dalam kamar. Dari jauh tercium aroma masakan yang sangat harum. Aku mengikuti arah aroma, ternyata ada empat orang asisten rumah tangga sedang memasak.

Aku tidak mengerti dengan selera orang kaya. Mengapa harus sebanyak ini, asisten yang memasak hidangan untuk dimakan oleh satu orang? Rumah ini terlalu besar dan hanya dipenuhi oleh asisten rumah. Sedangkan tuannya hanya dua orang, Pak Candra dan Aksa.

"Lagi masak apa?" tanyaku ke salah satu asisten. Kini aku sudah berada di dapur.

Mereka menoleh dan kaget, "ehhh, Non Delisia! Kenapa datang kesini?" ujar asisten yang tadi aku sapa. Dia terlihat panik.

"Tidak apa-apa! Aku hanya ingin membantu. Ada yang bisa aku bantu?" tuturku ramah, sambil tersenyum kepada mereka.

"Tidak usah, Non! Nanti Tuan Besar dan Tuan Muda marah, kalau tahu Non Delisa ke dapur!" jawab dua asisten bergantian.

"Kalau begitu jangan ada yang memberi tahu mereka, gampang kan!" Aku tersenyum dan mengambil pisau, mulai membantu mereka.

Situasi yang awalnya memasak sambil bersenda gurau, kini hening. Mungkin mereka takut padaku. Selesai masak, aku pun makan bersama semua asisten rumah, di meja yang sudah disediakan untuk asisten. Sedangkan Aksa, aku tidak tahu dia berada di mana.

"Apakah Aksa sering seperti ini, Bi?" tanyaku pada asisten. “Sering makan di luar.”

"Jarang Non, Tuan Muda biasa makan di meja makan. Mungkin dia sedang berada di rumah temannya atau ada kesibukan lain. Yang penting semua makanan untuk Tuan sudah disediakan di atas meja. Nanti jika beliau sudah pulang, tinggal makan. Kalau Tuan Muda sudah makan diluar ‘kan, sisa makanan bisa dipanasi untuk kami yang makan besok,” ujar salah satu asisten panjang dan lebar.

Oh iya, ternyata aku belum berkenalan dengan mereka semua. Aku pun menanyakan nama mereka satu persatu. Ternyata nama mereka cukup mudah aku ingat.

Kini para asisten tidak lagi terlalu ribut seperti tadi pertama aku lihat. Aku jadi tidak enak, sudah membuat mereka canggung seperti ini.

Aku memilih makan bersama mereka di meja dapur. Sebagai penghuni baru di rumah ini, aku ingin akrab dengan mereka.

"Non Delisia, yang sabar yahh! Tuan Muda sebenarnya orang yang baik. Tadi pagi kami semua kaget ketika diminta membersihkan salah satu kamar untuk Non.” Seorang asisten yang duduk di depanku berkata sambil memandangku.

Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Mungkin semua asiten di rumah ini sudah tahu apa yang terjadi antara aku dan Aksa. Tetapi mereka memilih diam, takut dipecat oleh tuannya. Namun, sepertinya mereka tidak tahu, jika Aksa sudah memiliki kekasih. Mereka tidak tahu, apa yang membuat Aksa melakukan ini padaku.

Handphone yang ada di tanganku bergetar. Ternyata dari Utami. Aku menatap layar beberapa menit. Dengan ragu dan penuh was-was, aku pun mengangkat.

“Hallo, Del. Besok kamu mau temani aku nggak ke Mall? Aku mau nyari baju untuk ke acara ulang tahun Rian. Soalnya Aksa lagi sibuk," ujar Utami. Aku bisa mendengar jelas dari hendphone yang sengaja aku letakan di telinga.

“Hallo, Del. Kamu dengar suaraku, nggak? Hallo!”

Utami berulang kali memanggil namaku. Aku tidak menjawab, hati terasa bimbang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status