“Kenalkan ini Syifa, dia adalah salah satu warga di Desa Ronggo Lawuh," jawab Rudi sambil memperkenalkan Syifa kepada Bu Ningrum.
"Assalammualaikum Tante," sapa Syifa sambil tersenyum ke arah Ningrum.
"Lalu kenapa kamu bawa dia ke rumah kita?" tanya Ningrum penasaran.
Syifa yang mempunyai sifat ramah dan baik kepada semua orang menghampiri Ningrum dengan maksud untuk mencium tangannya. Belum juga tangan Syifa menyentuhnya Ningrum langsung menghindar dengan cara membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah sofa. Perlakuan Ningrum kepada Syifa ternyata tidak membuatnya sakit hati, Syifa berpikir bahwa hal itu sangat wajar mengingat mereka yang belum pernah bertemu.
"Mungkin Ibu mertua terkejut dengan kedatangan ku yang tiba-tiba, karena 'kan dia belum mengenalku, jadi aku harus bisa sedikit bersabar menghadapi ibu mertua ku," pikir Syifa sambil berjalan di belakang Rudi yang sedang menggandeng tangan sang mama.
"Sekarang kamu jelaskan kepada Mama, kenapa kamu bawa perempuan kampung ini kemari," desak Bu Ningrum kepada putranya.
"Syifa diusir dari kampungnya karena hamil, dan parahnya laki-laki yang menghamilinya tidak mau bertanggung jawab," jawab Rudi sambil memijat tangan sang mama.
“Bukannya Mas Rudi adalah ayah dari anak ini, lalu kenapa dia justru bilang bahwa Ayah dari anak ini tidak bertanggung jawab,” pikir Syifa sambil mengerutkan dahinya.
"Mama sudah tahu maksudmu, kamu mau menampung dia di rumah kita 'kan," tebak sang mama sambil menarik tangannya dari Rudi.
"Iya Ma, 'kan bisa buat bantu-bantu Mbok Inah di sini," jawab Rudi sambil memeluk sang mama.
"Tidak! Mama tidak setuju, lebih baik kamu antar dia ke kampungnya atau bawa dia ke rumah temanmu, siapa tahu mereka ada yang membutuhkan seorang pembantu!" teriak sang mama sambil berjalan meninggalkan Rudi dan Syifa.
"Apa pembantu?" batin Syifa sambil terus mendengarkan percakapan Rudi dan Ningrum.
Syifa yang melihat pertengkaran Rudi dan Ningrum hanya bisa berdiri mematung di ruang tamu. Rudi yang sangat mengerti sifat sang mama langsung berjalan menghampiri Ningrum yang sedang marah. Namun, apa yang dilakukan Rudi justru membuat sang mama semakin marah.
"Ayolah Ma, biarkan Syifa tinggal di sini untuk menjadi pembantu di rumah kita," ucap Rudi sambil terus mengejar sang mama.
“Pembantu? Kenapa lagi-lagi Mas Rudi bilang kalau aku ini pembantunya, ya Allah kenapa Mas Rudi tidak mengakuiku sebagai Istrinya,” batin Syifa sambil menatap Rudi yang sedang merayu Bu Sari.
"Kamu gila ya, kamu lihat perutnya ... apa mungkin dia bisa bekerja dengan perut buncit seperti itu, Mama tidak mau tahu kamu bawa dia pergi dari rumah ini sekarang!" bentak Ningrum kepada Rudi.
"Rudi yakin dia bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah di sini, lagipula selama ini Syifa juga sering membantu orang tuanya di sawah, benarkan Syifa?" ucap Rudi sambil menoleh ke arah Syifa yang berada di belakangnya.
"Tapi Mas … bukannya aku itu is …." Belum selesai Syifa berbicara Rudi sudah memotong ucapannya.
"Ayolah Ma, sekali ini saja Rudi mohon kabulkan keinginan Rudi," ucap Rudi kepada sang mama sambil bersujud.
"Mama heran, kenapa kamu begitu ngotot agar perempuan ini bisa tinggal bersama kita, apa jangan-jangan kamu yang telah menghamili perempuan ini," ucap sang mama sambil mengerutkan dahinya.
"Mama, Rudi hanya kasihan kepada Syifa saja!” bentak Rudi yang mulai hilang kesabaran.
Melihat Rudi yang begitu marah Ningrum langsung menghampiri sang putra. Sambil memeluknya Ningrum yang tadinya menolak kehadiran Syifa kini memberikan izin kepadanya. Namun, dengan syarat sang mama tidak mau direpotkan dengan kehamilan Syifa.
“Mbok! Mbok Inah,” teriak Ningrum sambil memanggil nama asisten rumah tangganya.
“Iya Nya,” jawab Mbok Inah sambil berjalan ke arah Ningrum dan Rudi.
“Bawa perempuan itu ke paviliun belakang, dan jelaskan apa saja yang harus dia kerjakan,” perintah Ningrum kepada Mbok Inah sambil menatap Syifa dengan penuh kebencian.
"Paviliun, tempat apa itu, kenapa aku harus dibawah kesana," Syifa semakin terlihat bingung dengan apa yang terjadi.
"Mbok, kembali saja ke dapur biar saya saja yang mengantar Syifa ke kamarnya," ucap Rudi sambil berjalan ke arah paviliun belakang.
“Baik Den,” jawab Mbok Inah singkat.
“Mas, kenapa aku dibawa ke paviliun, tempat apa itu … apa itu kamar mu,” tanya Syifa kepada Rudi sambil sedikit berbisik.
Rudi yang mendengar pertanyaan Syifa langsung menggandeng Syifa dan segera mengantarnya ke paviliun. Ningrum yang sudah lelah karena emosinya kepada Rudi meminta Mbok Inah untuk membuatkan secangkir teh hangat. Sedangkan syifa dan Rudi mulai berjalan ke arah paviliun belakang, setelah sampai di paviliun Rudi segera membuka pintu dan jendela kamar Syifa. Nampak sebuah kamar yang cukup sempit dan hanya terdapat sebuah lemari, tempat tidur dan kipas angin dinding untuk menghilangkan rasa panas.
"Kamu tinggal di sini saja, ingat jangan sampai ada yang tahu tentang pernikahan kita," ucap Rudi kepada Syifa.
“Kenapa aku harus tidur dikamar ini Mas, memangnya kenapa kalau mereka tahu bahwa aku ini istrimu?” tanya Syifa kepada Rudi yang sedang membuka jendela kamar Syifa.
"Diam, jangan banyak bicara, mulai sekarang kamu adalah pembantu di rumah ini," jawab Rudi sambil mendekat ke arah Syifa.
"Tidak! Aku tidak mau menjadi pembantu di rumah ini, lagi pula aku ini kan istrimu,” ucap Syifa sambil sedikit berteriak.
“Kalau kamu tidak mau, silahkan tinggalkan rumah ini dan jangan harap aku mau bertanggung jawab atas anak yang ada di dalam kandunganmu," jawab Rudi sambil menarik tangan Syifa keluar kamar.
"Bagaimana Ini, aku tidak bisa berbohong jika aku adalah istri dari Mas Rudi. Namun, kalau aku mengaku lalu bagaimana dengan nasib anak ini," pikir Syifa sambil berdiri di hadapan Rudi.
"Malah bengong, bagaimana apa kamu mau pura-pura menjadi pembantu di rumah ini!" bentak Rudi kepada Syifa hingga membuat Syifa kaget.
"Baik Mas, aku mau jadi pembantu di rumah ini," jawab Syifa yang terlihat sangat terpaksa dengan jawaban itu.
"Bagus, sekarang kamu istirahat dulu, nanti malam aku kemari lagi," ucap Rudi yang langsung meninggalkan Syifa.
***
Siang itu tidak banyak yang dilakukan Syifa selain merapikan pakaiannya dan membersihkan ruangan yang kini menjadi kamarnya. Malam hari saat Syifa sedang menyiapkan makan malam tanpa sengaja dia melihat Rudi sedang bercanda dengan adik perempuannya. Tiba-tiba Syifa yang saat itu sedang serius melihat keakraban Rudi dan adik perempuan dikejutkan dengan kedatangan seorang laki-laki paruh baya.
“Kamu siapa Nak,” tanya Andre Baskoro kepada Syifa.
“Selamat malam Tuan, saya Syifa pembantu baru di rumah ini,” jawab Syifa kaget.
“Kerjanya hati-hati ya Nak, kasihan bayimu jika kamu tidak hati-hati,” jawab Andre sambil berjalan ke arah Rudi dan adiknya.
Syifa yang melihat kebaikan sang ayah mertua langsung bersyukur bahwa masih ada yang memperhatikannya. Andre Baskoro memang berbeda dengan keluarga Rudi yang lain, kehidupan masa kecil yang penuh dengan air mata dan kesulitan ekonomi membuat Andre belajar banyak hal. Sehingga kekayaan yang dia miliki saat ini tidak membuatnya menjadi manusia yang sombong dan angkuh.
“Rudi, siapa perempuan yang bernama Syifa itu?” tanya Andre kepada Rudi yang sedang bergurau dengan Shania adik terkecilnya.
“Iya, siapa sih dia Mas, sudah dekil bau lagi,” tambah Shania dengan memandang Syifa dari kejauhan.
“Shania jaga mulutmu, dia juga manusia sama seperti kita, jadi hormati dia seperti kamu menghormati kami!" bentak Andre kepada putri bungsunya.
"Oh Syifa, dia adalah salah satu warga di desa Ronggo Lawuh, karena dia hamil diluar nikah maka warga mengusirnya, dan Terpaksa Rudi membawanya ke rumah kita, kasihan 'kan kalau dia pergi tanpa tujuan dengan kondisi hamil besar seperti itu," jawab Rudi sambil meletakkan ponselnya.
“Memangnya di desa itu dia tidak memiliki keluarga, sehingga tidak ada yang bisa membelanya?” tanya sang ayah yang membuat Rudi terdiam.
“Ada … hanya saja kondisi mereka yang serba kekurangan membuat Rudi berinisiatif untuk membawa Syifa kerja di rumah ini," jawab Rudi kepada sang ayah. “Kasihan juga gadis itu,” jawab sang ayah sambil melihat ke arah Syifa. Sejak saat itu Andre Baskoro begitu sangat perhatian kepada Syifa dan kandungannya. Terkadang Rudi Baskoro memberikan sejumlah uang lebih agar Syifa bisa memeriksakan kandungannya. Syifa yang mendapat perhatian tulus dari sang ayah mertua merasa bahagia dan bersyukur. *** Suatu pagi Syifa yang saat itu hamil 7 bulan merasa tidak enak badan, hingga membuatnya terpaksa bangun sedikit agak siang. Keluarga Rudi yang sudah berkumpul di meja makan merasa heran saat pagi ini mereka tidak melihat kehadiran Syifa dan perut buncitnya. Ningrum yang saat itu sedang mengambil nasi di piring mulai menanyakan keberadaan Syifa kepada Mbok Inah. "Kenapa hari ini perempuan kampung itu tidak terlihat?" tanya Ningrum kepada Mbok Inah. "Syifa sedang sakit Nyonya," jawab Mbok I
Ningrum yang dibantu kedua putrinya mulai menyeret Syifa menuju ke kamar mandi yang berada di pojok kamar. Ningrum yang sudah diliputi kebencian terhadap Syifa mulai menyiramkan air ke Syifa dengan kasar. Tangisan dan teriakan Syifa pun tak di pedulikannya. "Ampun Nyonya! Aku janji tidak akan melakukan kesalahan lagi Nyonya!" teriak Syifa sambil menangis. "Makanya jadi babu jangan banyak tingkah," teriak Shania sambil tertawa. "Kamu pasti mau cari perhatian 'kan pada Papa dan Mas Rudi?" tanya Sherin sambil menjambak rambut Syifa. “Tidak Nyonya, demi Allah saya tidak ada niat untuk mencari perhatian dari Tuan dan Mas Rudi!" teriak Syifa sambil berusaha melepaskan tangan Ningrum dari rambutnya. "Jangan mimpi buat jadi menantuku, kamu jadi pembantuku saja aku tidak sudi," ucap Ningrum sambil melemparkan gayung ke muka Syifa. Setelah puas menyiksa Syifa di kamar mandi Ningrum dan kedua putrinya meninggalkan Syifa yang sudah basah kuyup. Mbok Inah yang melihat kejadian itu langsung me
“Kamu tidak bisu kan, cepat katakan kenapa bisa ada luka memar di tanganmu!" tanya Rudi sambil berteriak hingga membuat Syifa ketakutan. "Baik, aku tahu siapa pelaku dari luka yang ada di tanganmu itu, sekarang kamu ikut aku," ucap Rudi sambil menarik tangan Syifa yang masih duduk di tempat tidur. Sambil menggenggam tangan Syifa, Rudi mulai menyeret Syifa ke arah ruang keluarga. Malam itu seluruh keluarga Rudi sedang berkumpul di ruang keluarga sambil menyaksikan sebuah acara televisi. Rudi yang sudah dipenuhi oleh amarah langsung berteriak sambil memanggil sang mama. “Mama!” teriak Rudi hingga membuat seluruh orang yang ada di rumah itu terkejut. "Ada apa, kamu pikir rumah ini hutan sampai kamu bisa berteriak seperti itu!" bentak sang Mama. "Sudah Mas tidak perlu diperpanjang lagi," ucap Syifa sambil sedikit berbisik kepada Rudi. "Diam kamu!" bentak Rudi hingga membuat Syifa ketakutan. "Ada apa sampai kamu berteriak seperti itu, apa tidak bisa bicara dengan nada pelan," tanya s
Disaat semua orang sudah tertidur dengan lelap Rudi pun langsung berjalan ke arah paviliun untuk melihat kondisi Syifa. Sebenarnya ada rasa kasihan dan khawatir akan keadaan Syifa. Namun, dia tidak mampu melakukan apapun karena dia tahu jika orang tuanya mengetahui masalah kehamilan Syifa mereka pasti akan mengusir Rudi dari rumah, dan itu juga bisa berimbas kepada karir yang saat ini sedang dia kejar."Syifa, cepat buka pintunya," ucap Rudi sambil berbisik di luar pintu."Mas Rudi," jawab Syifa sambil membuka pintu."Bagaimana keadaanmu dan anak kita, apa lukamu masih sakit?” tanya Rudi sambil terlihat khawatir."Alhamdulillah sudah jauh lebih baik Mas," jawab Syifa sambil tersenyum kepada Rudi."Kalau begitu sekarang kamu istirahat ya, aku temani kamu malam ini," ucap Rudi sambil menggandeng tangan Syifa.Malam itu adalah malam yang sangat berkesan buat Rudi, karena malam ini pertama kalinya Rudi dapat merasakan gerakan sang buah hati yang masih ada di dalam kandungan Syifa. Syifa
“Permisi Mbak," ucap seorang pelayan dengan memberikan segelas air putih ke meja Syifa."Ini buat saya?" tanya Syifa bingung karena dia tidak merasa memesan apapun dari pelayan tersebut."Iya Mbak, ini di pesan oleh Ibu yang ada disana," jawab sang pelayan sambil menunjuk Ningrum dan kedua putrinya. "Terima kasih ya," jawab Syifa sambil tersenyum."Ya Allah mengapa mereka begitu tega kepadaku dan anak ini, kamu sabar ya Nak, nanti sampai rumah kita makan sekarang kita minum dulu ya sayang," ucap Syifa sambil membelai perutnya.Syifa yang sudah sangat lapar hanya bisa melihat Ningrum dan kedua putrinya makan dengan lahap. Syifa benar-benar tidak menyangka mereka bisa setega itu terhadapnya dan anak yang ada dalam kandungannya. Setelah Ningrum selesai makan mereka pun langsung menuju mobil untuk pulang."Eh Babu, awas ya kalau kamu sampai bicara yang tidak-tidak kepada Papa dan Mas Rudi," ancam Sherin kepada Syifa sebelum turun dari mobil."Kami pulang!" teriak Ningrum sambil masuk ke
Sesampainya di rumah sakit Rudi dan Syifa langsung menuju ke ruangan dokter. Dokter yang memeriksa Syifa menyarankan untuk melakukan USG untuk mengetahui kesehatan dan posisi sang janin. Rudi yang mendengar penjelasan sang dokter langsung memberikan izin kepada sang dokter untuk melakukan USG kepada syifa."Alhamdulillah janinnya sehat Pak, letak janin juga sudah berada di bawah," ucap sang dokter sambil melihat sang janin dari layar USG."Apa jenis kelaminnya sudah bisa diketahui Dok," tanya Rudi kepada sang dokter."Bisa Pak, jenis kelaminnya laki-laki Pak, wajahnya juga tampan pasti persis seperti Ayahnya," jawab sang dokter sambil menunjukkan kelamin sang janin."Putra ku, Papa harap kamu bisa menjadi laki-laki yang sangat bertanggung jawab dan berpendirian teguh," batin Rudi sambil tersenyum.Syifa yang melihat senyum di wajah Rudi langsung terlihat sangat bahagia. Karena ini adalah pertama kalinya sang suami sangat antusias dengan sang anak. Setelah melakukan pemeriksaan Rudi me
“Jangan Nyonya saya mohon jangan bakar barang-barang itu!" teriak Syifa saat melihat Ningrum mulai membakar perlengkapan bayinya.Sherin dan Shania yang kebetulan juga ada di taman belakang bersama keluarga yang lain terlihat tersenyum bahagia. Andre yang sudah marah melihat tingkah sang istri langsung menyeret Ningrum ke dalam kamar. Sedangkan Rudi dan Mbok Inah berusaha untuk memadamkan api yang sudah membakar hampir sebagian perlengkapan bayi Syifa. "Maaf ya kami tidak bisa menyelamatkan barang-barang itu dari kobaran api," ucap Rudi kepada Syifa yang masih menangis di depan pintu kamarnya."Apa salahku terhadap keluargamu Mas, kenapa mereka begitu membenci ku dan anak ini!" teriak Syifa kepada Rudi."Ini bukan salahmu, tapi semua ini salahku tidak seharusnya aku membawamu kesini, maafkan aku Syifa," jawab Rudi yang terlihat begitu menyesali apa yang sudah terjadi.Mbok Inah yang ada di samping Syifa mulai membantu Syifa untuk berdiri dan berjalan menuju tempat tidurnya. Rudi masi
Rudi tidak menyangka orang yang dulu pernah meninggalkannya hanya karena mengejar karir kini tiba-tiba menghubunginya kembali. Rudi yang saat itu belum percaya dengan apa yang didengarnya sesaat terdiam. Hingga membuat Anita sedikit berteriak memanggil namanya. "Rudi! kenapa malah diam, kamu nggak lupa kan sama aku?" tanya Anita dari panggilan ponselnya."Kamu benar Anita, bukannya saat ini kamu masih di pulau Bali," tanya Rudi penasaran. "Aku sudah pulang karena show yang aku adakan beberapa bulan yang lalu sudah selesai, kita ketemuan yuk, aku kangen banget sama kamu, " ucap Anita dengan manja."Ketemuan," batin Rudi sambil terlihat bingung. "Bisa kan, aku janji hanya sebentar saja," ucap Anita sambil memohon kepada Rudi. "Memang kita mau ketemuan dimana," tanya Rudi kepada Anita. "Bagaimana kalau kita makan siang di cafe cinta seperti saat kita bersama dulu," jawab Anita sambil terdengar tertawa. "Ok, satu jam lagi aku sampai," jawab Rudi sambil menutup ponselnya.Setelah men