“Karena saya masih ingin mengembangkan karir dan usaha keluarga, jadi saya tidak mau pernikahan ini diketahui banyak orang sehingga menghancurkan apa yang sudah saya capai saat ini," jawab Rudi sambil bersandar di sofa.
"Baik kami ikuti apa yang menjadi permintaanmu, asalkan kamu bersedia bertanggung jawab atas kehamilan Syifa," ucap Pak Ruli sambil melotot ke arah Rudi.
Untuk menghindari omongan miring dari para tetangga orang tua Syifa sengaja menggelar pernikahan itu secara tertutup. Pernikahan yang digelar secara tertutup itu hanya dihadiri orang tua Syifa dan Kepala Desa. Setelah sah menjadi istri Rudi, Syifa pun dibawa untuk tinggal di rumah yang telah disewa Rudi dan teman-temannya. Syifa yang kini telah resmi menjadi istri sah dari Rudi Handoko merasa bahagia, mimpi dan harapan tentang sebuah rumah tangga yang indah dan bahagia sudah tergambar jelas dalam mata Syifa.
"2 minggu lagi aku akan kembali ke kota, jadi persiapkan semua barang-barang yang akan kita bawa," jalas Rudi kepada Syifa yang sedang sibuk merapikan tempat tidurnya.
"Apa pekerjaan mu di sini sudah selesai sampai kita harus ke kota secepat ini ?" tanya Syifa kepada Rudi.
"Untuk pekerjaan di sini aku sudah serahkan kepada Anjas dan Reno, karena aku akan mengawasi proyek pembangunan di kota," ucap Rudi sambil berjalan keluar kamar.
Syifa yang saat itu sangat mencintai Rudi hanya mengangguk saat mendengarkan penjelasan Rudi. Syifa yakin Rudi akan menjadi imam dan suami yang baik untuknya, bahkan dia sudah bermimpi tentang kasih sayang tulus dari sang mertua. Syifa yang sudah terlanjur bahagia mendengar kabar bahwa dia akan ikut dengan sang suami ke kota langsung menemui sang ibu di rumahnya.
"Assalamualaikum," ucap Syifa sambil masuk ke dalam rumah.
"Waalaikumsalam," jawab Pak Ruli dan sang istri secara bersamaan.
"Bagaimana kabarmu Nak," tanya sang bapak saat melihat Syifa masuk ke dalam rumah.
"Alhamdulillah baik Pak," jawab Syifa sambil mencium tangan bapak dan ibunya.
"Apa Rudi memperlakukanmu dengan baik Nak, dia tidak menyakitimu ‘kan?" tanya sang ibu sambil mengulurkan tangannya.
"Alhamdulillah, Mas Rudi begitu menyayangi Syifa dan anak kami Bu," jawab Syifa sambil tersenyum.
"Lalu apa …," baru saja sang bapak ingin bertanya kepada Syifa, Namun sang istri sudah memotong ucapannya.
"Lebih baik kita makan dulu, kamu dan anakmu pasti sudah lapar ‘kan," ajak ibu sambil membantu Syifa berdiri.
Memang sejak Syifa dan Rudi menikah Pak Ruli dan Bu Sari hanya tinggal berdua saja. Syifa yang sudah sangat merindukan masakan sang ibu langsung bergegas ke meja makan. Setelah selesai makan Syifa pun menjelaskan maksud kedatangannya kepada orang tuanya.
“Sebenarnya kedatangan Syifa kesini hanya ingin memberitahukan jika dua minggu lagi Mas Rudi akan mengajak Syifa tinggal bersama keluarganya di kota,” ucap Syifa sambil tersenyum bahagia.
Mendengar ucapan Syifa Pak Ruli dan Bu Sari langsung terdiam dan saling memandang. Ada rasa khawatir di hati orang tua Syifa ketika akan melepaskan putri semata wayangnya untuk tinggal bersama keluarga Rudi di kota. Apalagi selama ini baik Syifa dan keluarga Rudi belum pernah saling mengenal dan bertemu.
"Apa tidak sebaiknya Syifa tinggal bersama kita di desa Pak," tanya sang istri yang terlihat berat untuk melepaskan Syifa.
"Nak … apa tidak sebaiknya kamu tinggal bersama Bapak dan Ibu saja di desa, apalagi kan kamu akan melahirkan," ucap sang bapak sambil menatap Syifa.
"Bapak dan Ibu tidak perlu khawatir, Syifa yakin Mas Rudi dan keluarganya akan memperlakukan Syifa dan anak ini dengan baik," jawab Syifa yang terlihat tidak sabar untuk segera berangkat ke kota.
"Tapi Nak …," Belum selesai sang bapak bicara Syifa langsung memotong ucapan sang bapak.
"Bapak tenang saja, Syifa tidak akan melupakan Bapak dan Ibu, Syifa juga akan sering-sering main ke desa ini," jawab Syifa seolah meyakinkan kedua orang tuanya.
***
Dua minggu kemudian Syifa dan Rudi berangkat ke kota dengan menggunakan mobil. Sepanjang perjalanan Syifa terlihat sangat tidak sabar untuk bertemu mertua dan saudara Rudi. Rudi adalah anak pertama dari 3 bersaudara dan semua adiknya adalah perempuan, informasi itu Syifa dapatkan dari Rudi beberapa bulan yang lalu jauh sebelum dirinya hamil.
Setelah menempuh perjalanan hampir 5 jam, Syifa dan Rudi akhirnya tiba di kota. Tampak sebuah rumah yang sangat mewah dan indah dihadapan Syifa, hingga membuat mata Syifa begitu terpikat dengan keindahan dan kemewahan rumah yang terlihat seperti sebuah istana. Rudi yang melihat tingkah kampungan Syifa langsung memintanya untuk diam.
"Ingat jangan membuatku malu dengan tingkah kampunganmu itu," perintah Rudi sambil menggandeng tangan Syifa.
"Iya Mas, aku janji tidak akan mempermalukanmu,” jawab Syifa sambil tersenyum bahagia.
“Bagus, sekarang kita masuk ke dalam untuk bertemu dengan keluargaku,” ucap Rudi sambil membawa tas mereka.
Setelah Syifa mengangguk mereka pun mulai masuk ke halaman rumah yang sangat luas itu, rumah yang terlihat begitu asri dengan begitu banyak pepohonan yang tumbuh subur di halaman depan. Terlihat sebuah pos penjagaan di pojok halaman depan, sehingga menunjukkan jika pemilik rumah adalah orang kaya. Saat Syifa masuk ke dalam rumah itu, Syifa begitu terpanah dengan ruangan yang begitu besar dan mewah.
“Rudi,” panggil seorang perempuan separuh baya sambil memeluk Rudi.
“Bagaimana kabar Mama dan yang lain?” tanya Rudi sambil melepaskan pelukannya.
“Kami semua baik, kamu terlihat kurus dan sangat dekil,” ejek sang mama sambil terlihat jijik.
“Mama,” jawab Rudi sambil tertawa.
“Ini siapa?” tanya sang mama dengan tiba-tiba.
Sesaat Rudi hanya terdiam mendengar pertanyaan sang mama, dia terlihat memikirkan jawaban yang akan dia berikan. Sekilas Ningrum melihat ke arah Syifa dengan tatapan penuh dengan hinaan. Hingga membuat Syifa merasa sangat risih dengan tatapan ibu mertuanya itu.
"Ini … ehm," jawab Rudi ragu.
Kehamilan yang dijalani Seruni saat ini tidak sama seperti yang dialami Syifa beberapa tahun lalu. Kondisi fisik Seruni yang biasanya gesit dan lincah kini mendadak lemah dan malas. Hampir setiap hari Seruni menggalami muntah-muntah, hingga membuatnya hanya mampu berbaring di tempat tidur. Sambil memperhatikan Seruni yang sedang tertidur pulas. “Ehm enak sekali Nyonya besar kita ini, jam segini masih tidur dengan pulas.” “Mama! Maaf, Ma. Sejak hamil tubuhku rasanya lemas sekali, bahkan hampir setiap hari aku selalu memuntahkan makanan yang masuk ke perutku,” jawab Seruni sambil duduk di tempat tidurnya. "Halah, itu hanya alasanmu saja 'kan? Kamu pikir Mama ini anak kemarin sore yang bisa kau bodohi!" bentak Ningrum sambil berjalan mendekati Seruni. "Mama tidak mau tahu, sekarang kamu bangun dan bantu Mbok Ijah mengerjakan pekerjaan rumah!" perintah Ningrum yang langsung menarik tangan Seruni. "Tapi, Ma. Aku benar-benar tidak kuat untuk berdiri," jawab Seruni yang terlihat puca
Cukup lama Rudi menceritakan pertemuannya dengan Anjas dan Syifa. Hingga akhirnya pertemuan itu mampu membuatnya berpikir jika Syifa tidak akan bisa didapatkannya kembali. Rasa cinta yang besar untuk Anjas mampu membuat Rudi sadar akan hubungan mereka yang tidak lagi bersama. "Jadi kamu sempat bertemu dengan Mbak Syifa?" tanya Seruni dengan penasaran. "Iya. Dan saat melihat Syifa menggenggam tangan Anjas aku baru sadar jika hatinya sudah bukan untukku lagi," jawab Rudi yang terlihat kecewa. "Lalu apa kamu kecewa?" tanya Seruni penasaran. "Tidak, karena aku sekarang sudah memiliki istri yang begitu sangat menyayangi dan mencintaiku dengan tulus," jawab Rudi yang langsung memeluk Seruni dengan erat. Rudi yang sejak pertama menikah belum menyentuh Seruni sama sekali kini mulai memberanikan diri untuk menyentuhnya. Kecupan hangat diberikan Rudi kepada kening dan bibir mungil Seruni. Perlahan Rudi mulai membuka satu persatu kancing baju yang dikenakan sang istri. Siang ini menjad
Perlahan Seruni membuka kotak kecil yang baru saja diberikan Polisi tersebut. Terlihat satu set perhiasan mewah dengan beberapa belian menempel pada setiap perhiasan itu. Tangan Seruni mendadak gemetar saat melihat perhiasan mahal itu. "Perhiasan. Apa jangan-jangan ini perhiasan yang akan diberikan Mas Rudi kepada Syifa?" batin Seruni sambil terus mengamati perhiasan itu. “Kotak itu kami temukan di bawah kursi saat melakukan pengecekan pada mobil korban, dan ini kami juga menemukan surat yang tergeletak di samping kotak itu.” Polisi tersebut memberikan secarik kertas kepada Seruni. Sambil membaca surat tersebut. “Ya Allah selama ini aku sudah salah kepada Mas Rudi.” Seruni yang selama ini menganggap Rudi hanya menjadikannya sebagai pelarian kini terlihat menangis. Sebuah surat sebagai perantara untuk Rudi meminta maaf kepada Seruni telah membuatnya merasa bersalah. Cukup lama Seruni membaca surat itu, kini dengan berlinang air mata Seruni masuk ke ruangan Rudi. “Maafkan aku, Mas
Disaat Andre dan Seruni mencemaskan keadaan Rudi yang hampir sama hari tidak ada kabar. Sementara itu di tempat terpisah Syifa dan Anjas sedang menyambut kelahiran anak perempuan mereka. Seorang anak perempuan bermata biru dengan rambut ikal dan berkulit putih itu mereka beri nama Rania. "Masya Allah, cantik sekali putri kalian. Iya 'kan, Pak?" ucap Sari kepada sang suami. "Benar, Bu. Anak ini benar-benar cantik mirip sekali dengan Ayah dan ibunya," Ruli yang terlihat bahagia. “Tidak boleh! Rania tidak boleh mirip Ayah dan Mama, Rania itu mirip aku karena aku adalah kakaknya,” protes Akbar sambil memegang tangan mungil sang adik. ucapan Akbar seketika membuat semua orang yang ada di rumah itu tertawa. Anjas yang tidak ingin membedakan kasih sayang kepada kedua anaknya langsung menggendong Akbar. Dengan lembut dan penuh kasih sayang Anjas mencium kedua pipi Akbar secara bergantian. “Aku benar 'kan Ayah? Bukankah aku juga tampan, persis seperti Ayah," ucap Akbar sambil melihat wa
Disaat Ningrum bahagia dengan kepergian Seruni dari rumahnya. Disaat yang bersamaan Rudi yang tidak ingin kehilangan wanita sebaik Seruni langsung mengemudikan mobilnya ke arah panti asuhan. Seruni yang melihat kedatangan mobil sang suami langsung masuk ke dalam kamarnya. "Assalamualaikum,” sapa Rudi yang sudah berdiri di depan pintu. "Waalaikumsalam," jawab Dini sambil berdiri dari tempat duduknya. Rudi yang baru saja tiba langsung berjalan masuk dan mencium tangan pemilik panti asuhan. Dini yang telah mengetahui permasalahan antara Rudi dan Seruni langsung memintanya untuk duduk. Dengan lembut dan ramah Dini langsung meminta Rudi untuk menceritakan permasalahannya dengan Seruni. "Ini semua memang salah saya, Bu. Saya adalah suami yang gagal bagi Seruni." "Bukan begitu, Nak Rudi. Coba sekarang jelaskan sebenarnya bagaimana perasaanmu kepada Syifa, karena bagaimanapun juga Seruni itu adalah putri saya jadi sebagai orang tua tentunya tidak akan bisa terima jika anaknya disakit
Terdapat gambar Syifa dan Rudi pada bingkai foto tersebut. Rudi yang saat ini telah menjadi suami Seruni ternyata masih memiliki perasaan kepada mantan istrinya. Cukup lama Seruni mengamati bingkai foto itu hingga tanpa terasa air mata mulai menetes ke pipinya. "Ternyata selama ini Mas Rudi masih mencintai mantan istrinya, lalu untuk apa dia menikahi ku?" batin Seruni sambil terus menatap foto tersebut. Keesokan harinya Rudi yang baru saja terbangun langsung segera masuk ke kamarnya bersama Seruni. Semua itu dia lakukan agar tidak menimbulkan kecurigaan di keluarganya. Rudi yang baru saja masuk terkejut saat melihat Seruni duduk di tempat tidur sambil menangis. Sambil duduk di samping Seruni. "Kamu kenapa? Apa ada yang menyakitimu." "Apa benar kamu masih mencintai Syifa?" tanya Seruni sambil menoleh ke arah Rudi. "Apa maksudmu? Ini pasti karena Mama telah bicara yang tidak-tidak kepadamu, aku akan menemui Mama sekarang." Rudi segera berdiri dari tempat duduknya. Sambil memeg