“Bohong pasti, kan?” ucap Safeea, seraya mengurai pelukan mereka, dengan sabar Essa menghapus sisa – sisa air mata yang ada di wajah sendu Safeea, merapikan rambutnya yang kusut dengan penuh kelembuatan.Tanpa mereka sadari, sejak tadi ada sepasang mata yang menyaksikan kemesraan mereka di balik pintu apartemen Tiara, sepasang mata yang merasakan cemburu, meski dirinya bukanlah siapa – siapa bagi seorang Safeea.==================================Yuda memilih meninggalkan apartemen milik sepupunya tersebut, membawa asa nya yang harus dia kubur, bahkan sebelum hatinya yakin tentang perasaanny sendiri. Sejak pertemuan mereka di café kala itu, sebenarnya Yuda sudah memilki rasa, namun ditahannya, karena belum mengetahui status Safeea seperti apa.Namun, peristiwa tiga hari lalu, saat dengan mata kepalanya sendiri dia menyaksikan, bagaimana rapuhnya Safeea, hatinya bertekad untuk melindungi serta menjaganya, membalas segala air mata dan kepedihan yang dialaminya dengan kebahagiaan. Tapi
“Silakan selesaikan masalah kalian berdua, kami permisi duluan,” ucap Safeea, beranjak dari kursinya, namun kutahan hingga dia tidak bisa kemana – mana. Rupanya hal yang kulakukan memancing reaksi dari Adelya, dia marah dan mendorong Safeea hingga perutnya terbentur ujung meja.Safeea mengerang memegang perutnya yang terbentur, Adelya seakan tidak peduli dengan yang dia lakukan, menarik tanganku untuk mengikuti langkahnya pergi meninggalkan Safeea bersama Adriyan dan Tiara. Aku berbalik arah, saat dengan jelas telingaku menangkap teriakan Tiara, yang mengatakan jika darah keluar dari dalam dress yang Safeea kenakan. Astaga, ada apa dengan Safeea?==================================POV Author Adriyan menggendong tubuh Safeea, yang masih mengerang merasakan sakit yang teramat di bagian perutnya, berlari menuju keluar mall, untuk mencari taksi yang sudah siap berangkat, sedangkan Tiara di mintanya mengambil mobilnya yang diparkir di basement mall dan membawanya ke rumah sakit terdekat.
Tidak mau harga diriku terus diinjak, aku memutuskan untuk meninggalkan ruangan rawat Safeea, membiarkannya tenang terlebih dahulu, karena sungguh, akupun perlu menenangkan diriku dari kejadian ini, kehilangan anak yang bahkan belum lahir, cukup membuatku terpukul.Aku keluar ruangan, mencari keberadaan Adelya yang tadi kutinggalkan sendiri di sini, namun kemana dia? Apa sudah pulang duluan? Ah bisa kacau kalau dia sampai pulang ke rumah orang tuanya lagi dan mengadu kepada mereka. Bisa hancur karier dan perusahaan yang susah payah bapakku bangun. Aku harus mencarinya.==================================Aku bernafas lega saat melihat Adelya ada di lobby rumah sakit, menarik tangannya untuk mengikutiku masuk ke dalam mobil, sebelum dia pergi ke rumah orang tuanya. Adelya sempat berontak, membuat kami menjadi sumber perhatian karenanya. Namun aku tidak menyerah, berusaha meyakinkan untuk ikut kepadaku.“Buat apa aku ikut sama kamu, Mar? bukankah kamu tidak peduli sama aku?” “Aku bukan
“Zah, kamu di dalam?” suara Mas Essa terdengar setelah ketukan kedua pada pintu kamar mandi.“I-iya, Mas, sebentar!”Setelah membersihkan bagian dalam diriku dan mencuci tangan, aku membuka pintu kamar mandi, melangkah keluar untuk mengadapi kenyataan, jika aku telah gagal menjadi calon ibu.==================================Di depan pintu sudah ada Mas Essa dan Tiara yang menungguku dengan wajah cemas, usahaku untuk berusaha baik – baik saja nyatanya gagal, aku menubruk Tiara, memeluknya dan menangis hingga sesak. Aku tidak baik – baik saja, hatiku sakit, fisik dan psikisku lelah, aku terlalu lemah mengahadapi semua ini.Tiara membawaku ke ranjang, mendudukanku dengan perlahan, memeluk tubuh ringkihku, sedangkan Mas Essa duduk di kursi depan ranjang, mengusap –usap lembut pergelangan tanganku. Aku bersyukur memiliki mereka berdua, karena tidak satupun yang menekanku dengan pertanyaan penyebabku kembali drop seperti ini.Mereka hanya mendengarkanku menangis, seraya terus memelukku, m
“Mbak, kasihan Saf jika harus dikorbankan lagi di sini, biarlah, nanti kita cari jalan keluarnya, Farhan enggak setuju kalau Safeea mbak minta untuk merawat Damar. Mereka sudah mau cerai, proses sidang perdana mereka akan di gelar pekan depan,”Ucapan Farhan bagai sembilu yang menembus jantung hatinya, bagaimana tidak, dirinya tidak menyangka jika Safeea benar – benar serius menggugat cerai anaknya. Walaupun dirinya sadar, jika kelakuan Damar memang sudah keterlaluan, namun, kondisinya saat ini Damar membutuhkannya untuk merawat dirinya.“Baiklah kalau kamu tidak mau membantu mbak, Han, biar mbak cari sendiri di mana Safeea dan membawanya ke sini,” ==================================Farhan tidak dapat berkata apa – apa lagi, dirinya sadar, jika semua hal buruk yang menimpa diri Safeea atas perlakuan Damar dan keluarganya, ada andil dirinya juga di sana, yang tidak memberitaukan kebenaran yang terjadi, antara kakak iparnya, Aldian dan juga Safeea. Andai saja dirinya dapat membujuk Al
“Memangnya mau telpon siapa, sih? mas Iyan? Nih pake hp gue aja,” sahutnya, seraya memberikan ponsel miliknya kepadaku.“Ra, gue minta handphone gue, bukan handphone lu, ini ada apa, sih? ada yang lu tutupi dari gue, ya?”“Hah? Eng – gak, kok, Saf! Beneran,” ucapnya ragu, aku dapat melihat jika Tiara tengah menutupi sesuatu dariku, tapi apa? =================================“Ra, kalau ada yang mau lu infoin ke gue, kasih tau aja! Gue oke, kok, fisik gue sudah baikan sekarang,” aku mencoba memancing Tiara, karena aku yakin ada yang sedang dirinya tutupi.“Benar, Saf, gue enggak nyembunyiin apapun dari lu, gue nahan handphone lu, cuma biar lu bisa fokus recovery sama kondisi lu dulu, enggak lebih. Lagi pula urusan lu di RS baik – baik aja, enggak ada masalah berarti, om Fadly ngasih lu waktu buat lu nenangin diri, bahkan kalau lu mau nambah libur lagi dia ijinin,” aku semakin curiga, Tiara memang seorang pengacara, selalu bersikap tenang menghadapi tekanan lawannya, namun jika dengank
Sekalian tolong dokter pantau keadaan pasien Damar, dokter bisa mengeceknya tiap satu atau dua jam sekali untuk memastikan keadaannya tetap stabil,” Safeea tersentak dengan penuturan Dokter Fadly, bathinnya mengatakan, dari sekian banyak dokter di rumah sakit ini, mengapa bisa Dokter Fadly yang kedapatan untuk merawat mereka berdua? Hal tersebut tentunya, menyeret dirinya untuk ikut mendapat tugas merawat mereka, karena Dokter Fadly berstatus sebagai konselennya. ‘Semangat Safeea! Kamu pasti bisa, bersikaplah biasa saja! Hargai dirimu dan jangan biarkan orang lain menyakiti dan merendahkanmu lagi! Safeea terus mengulang – ulang kalimat afirmasi tersebut, mengingat segala pesan Tiara yang dia ucapkan sebelum mengantarnya dinas. Hal tersebut dirinya lakukan agar menancap di alam bawah sadarnya.=================================Selesai memberikan briefing kepada Safeea, Dokter Fadly pamit pulang ke rumahnya, sebenarnya masih ada yang ingin dia konfirmasi, terutama mengenai hubungan k
“Cukup, Bu! Lupain aja masalah ini! Saf akan merawat mas Damar, tapi hanya saat di rumah sakit ini aja, karena itu tugas Saf sebagai dokter, tapi untuk selebihnya, Saf mohon maaf, karena tidak mau ikut campur dengan urusan mas Damar lagi. Safeea permisi dulu, Bu, masih banyak tugas yang harus Saf kerjakan,” tandasku mengakhiri percakapan yang melelahkan ini bersama mertuaku, ah maksudnya calon mantan ibu mertuaku.Bergegas aku beranjak dari kursiku, menatap sekilas pada Om Farhan, kemudian pergi meninggalkan mereka, meninggalkan masa lalu yang harus ku kubur bersama segala kenangan buruknya. Aku pasti bisa, tak akan kubiarkan lagi orang lain mengambil keuntungan dengan cara mencurangiku, memanfaatkan kelemahanku yang selalu tidak enakan pada orang lain.=================================Aku kembali menemui teman – temanku yang sudah menunggu di lorong depan kamar rawat, berjalan santai belagak tidak terjadi apapun, demi menghindari tatapan – tatapan penasaran dan menyeledik dari mata