[Ku fikir kamu terluka sepertiku, Saf. Nyatanya kamu terlihat sangat bahagia, apa tidak ada sediktipun sisa perasaanmu untukku?]Degh.====================Aku segera menutup aplikasi instagrem dan mematikan ponselku. Berjalan cepat keluar tenda menuju barak kesehatan. Aku tidak boleh terpengaruh dengan pesan yang mas Damar kirimkan. Biarlah, kisah kami sudah selesai, tidak ada yang bisa kami perbaiki, hubungan ini terlanjur rusak sejak awal.Sebelum ke barak kesehatan, aku mencari keberadaan Tiara, aku perlu membicarakan sesuatu kepada dirinya. Berjalan mengelilingi lokasi pengungsian, aku menemukan Tiara sedang mengantri sarapan pagi di dapur umum. Segera kutarik lengannya, sehingga keluar dari antrian dan mengikuti langkahku.Kubawa Tiara ke lokasi yang lumayan sepi, agar aku dapat berbicara lebih leluasa dengannya. Kutanyakan peluangku untuk bercerai dengan mas Damar, seingatku, Tiara pernah mengatakan jika semua bukti yang kumiliki sudah cukup dan sangat kuat, akan bermanfaat un
[Kamu fikir aku akan membiarkan hatiku terluka lebih lama lagi karenamu? Kamu GR kalau berharap seperti itu. Kurasa, waktuku sudah cukup dua tahun ini menunggumu, mengharapkan kamu bisa bersikap sedikit saja baik kepadaku. Sampai akhirnya kini aku sadar, diriku terlalu berharga hanya untuk mengemis kasih darimu.Lanjutkan hidupmu bersama wanita yang selama ini kau puja! Jangan pernah harapkan aku lagi untuk membersamaimu, karena salah satu hal terbaik yang pernah kulakukan dalam hidupku, adalah pergi dari hidupmu, Mas].======================Ku remas dadaku yang tiba - tiba saja terasa nyeri, menatap nanar ponselku yang masih memperlihatkan pesannya. Apa benar yang Safeea katakan melalui DM ini adalah ungkapan hatinya? Ya, pasti benar, aku yang terlalu berharap dirinya masih mau menungguku, menemani hari – hariku, setelah perjalanan panjang aku menyakiti hati, fisik dan mentalnya.Aku menertawakan kebodohanku sendiri, bertahun – tahun lamanya, aku menyakiti wanita yang sudah denga
"Papa enggak akan tega melakukannya, kan?”“Kata siapa, Del? Papa dengan senang hati akan melakukannya, kamu lihat saja!”“Papa pasti bercanda,”“Apa kamu lihat ada raut candaan di wajah papa, Del?” Adelya bergetar, tidak dia temukan keragu – raguan di mata sang ayah. Dirinya takut, jika sampai sang ayah memperkarakan Damar, dan membuat suaminya itu di penjara.======================Adelya gelisah, perkataan papanya seakan menari – nari dalam fikirannya, membayangi dan mengejeknya. Dirinya merasa dunia seakan tidak berpihak kepadanya, membiarkan dirinya tidak dapat hidup tenang dengan pria yang dicintainya. Adelya ingin kembali kepelukan Damar, menemaninya menjalani hari – hari terberatnya, namun dirinya pun tidak mau jika sampai Damar diperkarakan oleh orang tuanya sendiri.Tiba – tiba Adelya teringat ancaman yang Damar katakan sesaat setelah dirinya siuman dari koma. Damar mengatakan akan balik melaporkan Adelya dengan kasus penganiayaan yang menyebabkan hilangnya janin dalam kandu
“Cinta itu sungguh aneh, bukan? Dia hadir disaat tidak tepat, hanya membuat luka semakin menganga. Bahkan membuat seorang penakluk wanita, menjadi ciut dibuatnya, lucu” gerutunya, namun dapat terdengar jelas ditelingaku. Biarlah dirinya ingin mengoceh apapun yang di mau, aku tidak peduli.Dua hari lagi jadwal pembacaan ikrar talak ceraiku dengan Safeea, aku ingin tampil sempurna di hadapannya nanti, walaupun dengan keterbatasanku yang duduk tak berdaya di kursi roda. Tidak sabar rasanya untuk bertemu dengannya, saling menatap dan berbincang ringan. Walaupun kutau, itu hanyalah mimpi, tidak mungkin Safeea mau berbincang denganku, kan? ====================POV SafeeaSetelah satu bulan full aku menjalani tugas kemanusiaan di Jawa Timur, akhirnya malam tadi aku tiba di Jakarta, Mas Essa dan Tiara sengaja menjemputku di Bandara, kemudian membawaku makan malam, di salah satu resto fast food, yang identik dengan icon om badut berpakaian kuning merahnya. Sejujurnya aku ingin langsung pulan
Tanpa sempat sarapan, aku segera berangkat ke rumah sakit dengan menggunakan ojek online, yang sudah menungguku di lobby. Entah mengapa aku merasa seperti diperhatikan seseorang, namun saat kuteliti ke sekeliling depan apartemen, aku tidak mendapati apapun yang mencurigakan. Apa ini hanya perasaanku saja? Tapi aku seperti mendengar suara kamera terjepret, siapa yang memotreku?================== Merasa dikejar waktu, aku memilih untuk mengabaikan kecurigaanku, menepisnya dan mencoba meyakinkan diriku jika itu hanyalah perasaanku saja. Segera aku naik ke atas motor, meminta bapak ojol untuk cepat beranjak dari sini menuju rumah sakit. Aku tidak ingin telat untuk kesempatan besar hari ini.Sekitar dua puluh menit kemudian aku tiba di rumah sakit, setelah mengembalikan helm kepada bapak ojol, aku segera memasuki lobby, berjalan cepat ke mesin absen otomatis, menyapa sekedarnya kepada rekan sejawat yang berpapasan denganku. Aku sempat menangkap pandangan menilai dari beberapa rekan peraw
Safeea duduk tenang di sampingku, tanpa menoleh sedikitpun ke arahku. Nyeri, kami berdekatan, namun jarak tak kasat mata membentang begitu lebar. Aku berada di sampingnya, namun diabaikan olehnya, apa ini yang dulu Safeea rasakan, berada didekatku, namun selalu kuabaikan?“Baiklah, sidang pembacaan ikrar talak akan kita buka,” Degh, seperti ada sebuah tamparan yang mengenai telak ke wajahku, menyuruhku untuk bangun dan tersadar, jika sudah tidak ada sedikitpun harapan untukku meraihnya.===============Prosesi pembukaan sidang talak perceraianku dan Safeea pun di gelar, hakim ketua berbasa basi dengan menanyakan kabar kami berdua, dan hanya kami jawab sekedarnya saja, mungkin maksudnya ingin mencairkan suasana, namun sungguh itu tidak bekerja sedikitpun bagiku.Sejak kehadiran Safeea di ruangan ini, sungguh hatiku terasa sangat tidak nyaman, berdebar begitu cepat dan nyaring. Andai Safeea duduk lebih dekat lagi denganku, pasti dirinya akan mendengar suara derap jantungku yang berdetak
“Oh, jadi gitu ya, Ameera, ada bu dokter, papa di lupain, cukup tau, deh!” ucap Pak Yuda merajuk, karena merasa diabaikan oleh Ameera.“He . . . he . . . he, enggak, dong, masa Ameera lupa sama papa, kan kalau papa sudah sering jemput Ameera, kalau bu dokter kan baru hari ini, jadi Ameera senang banget,”“Ooh, begitu, okedeh, yaudah yuk, kita makan!”“Ayo!!” ucapku dan Ameera bersamaan.================= Kuhabiskan sisa hariku dengan bermain bersama Ameera, mendengarnya bicara dan tertawa membuatku ikut merasakan kebahagiannya. Ameera anak yang baik, ceria dan sopan. Kurasa Pak Yuda berhasil mendidiknya walaupun tanpa seorang pendamping yang membantunya, Ameera terlihat seperti tidak kekurangan kasih sayang walaupun hanya memiliki seorang ayah.Tepat pukul lima sore, aku tiba di depan apartemen Tiara, dengan diantarkan Pak Yuda dan Ameera, namun karena sudah terlalu sore, mereka berdua tidak turun untuk mampir. Aku baru saja keluar dari mobil Pak Yuda, saat kudapati seorang pria baru
“Bisa kali, Pak, enggak ngagetin saya!”“Habis si ibu, jalan melamun aja, mikirin siapa, sih?”“Mikirin bapak, sudah sepekan enggak ngapelin saya,” sahutku sekenanya, sebelum akhirnya aku menyesali jawabanku, setelah melihat ekspresi yang Mas Essa tampilkan. Rasain kau, Saf!!================ Aku buru – buru merentangkan tangan ke depan, demi mencegah pergerakan Mas Essa, yang seakan ingin memelukku, namun bukan Mas Essa namanya jika bisa kucegah keinginannya untuk menyentuhku, usahaku seakan sia – sia. Tubuh rampingku dengan sangat mudah masuk ke dalam dekapannya.“Kangen ya, Sayang?”“B aja, sih,”“Yakin?”“Mas, lepasin! enggak enak dilihat orang,” tukasku, mencoba melepaskan dekapannya.“Kenapa?”“Aku janda,” sahutku singkat, seperti ada duri yang menyelinap, saat aku mengatakan hal itu.“Lalu?”“Mas, semua orang tau sekarang kalau aku janda, aku enggak mau disebut janda gatal, karena main peluk – pelukan sama pria lain, bahkan di saat masa iddahku belum selesai,”“Katanya kangen