Share

Part 7, Pembelaan tuan Bram

"Ya sudah kalau tidak mau bicara, biar aku pergi untuk melihat apakah mereka sudah selesai makan atau belum," ucap Chelsia hendak pergi meninggalkan Edo.

"Tunggu!"

Suara Edo tertahan bersamaan dengan ia menggenggam pergelangan tangan Chelsia yang hendak pergi meninggalkannya itu. Chelsia menatap Edo dan begitu juga sebaliknya, mereka saling menatap satu sama lain hingga beberapa detik.

"Apa yang telah terjadi hari ini di rumah?" tanya Edo masih menggenggam pergelangan tangan Chelsia.

"Apa, memangnya menurutmu apa yang telah terjadi," ucap Chelsia membalas tatapan Edo.

"Chelsia, jawab aku. Tidak usah berbelit seperti ini, aku serius," seru Edo memaksa Chelsia.

"Tidak ada sesuatu yang terjadi hari ini, sebagai ibu rumah tangga aku menyelesaikan tugasku dengan baik." jawab Chelsia dengan tenang.

Edo lalu melepaskan pergelangan tangan Chelsia, ia yakin dan sadar bahwa jawaban Chelsia itu adalah bohong, ia hanya tidak mau terbuka pada suaminya lantaran sikap dingin dan kasar Edo selama ini padanya, apalagi Edo sangat tidak senang ketika Chelsia menyebut kekurangan keluarganya, padahal apa yang dikatakan oleh Chelsia tidak di tambah dan tidak juga di kurangi, ia mengatakan sesuai dengan apa yang mereka lakukan.

Saat itu Chelsia berlalu pergi meninggalkan Edo dengan rasa penasaran yang masih belum terjawab, ia yakin bahwa telah terjadi sesuatu yang membuat Chelsia menjadi murung dan tidak banyak suara.

Saat itu Edo sedang terdiam dalam penasaran, tuan Bram datang menemui Edo dan menyapanya, saat itu Edo terkejut lalu menoleh ke arah ayahnya.

"Ayah, kenapa Ayah ada di sini, udara sangat dingin, Ayah," ucap Edo menyentuh kedua bahu ayahnya.

"Tidak apa-apa, ini hal biasa. Edo, apa kau penasaran dengan sikap Chelsia malam ini?" tanya tuan Bram mencoba untuk membaca apa yang dipikirkan oleh oleh putranya.

"Ya Ayah, memangnya apa yang telah terjadi. Sepanjang aku pulang, Chelsia sama sekali tak menampakkan senyumannya, bahkan yang biasanya dia sangat semangat dalam menyambut makan malam, meskipun dia tidak ikut makan bersama di meja, dia lah yang meramaikannya, ada apa, Ayah?" tanya Edo dengan sekelumit pertanyaan di hatinya.

"Saat beberapa jam saja Chelsia diam dan tak menyapamu, kau terlihat sekali bingung dan tidak tahu harus melakukan apa, bagaimana dengan sikapmu selama 2 tahun ini pada Chelsia, Edo? Kau selalu pergi dan pulang dalam keadaan dingin seperti beruang kutub utara, bahkan Ayah sendiri ragu, apakah selama 2 tahun kamu menikah dengan Chelsia, kau tidak pernah menyentuh dirinya? Hingga sampai sekarang Chelsia tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilannya," seru tuan Bram duduk di kursi dan membiarkan Edo berpikir.

"A-ayah, kenapa Ayah berpikir seperti itu?" Edo menatap ayahnya dan ikut duduk di sampingnya.

"Aku melakukan tugasku Ayah, aku melakukan kewajiban ku sebagai seorang suami. Ya, meskipun aku tidak melakukan itu setiap waktu," sambung Edo menutupi kebenaran yang terjadi dalam pernikahannya di ranjang.

"Apapun itu, Ayah tidak mau ikut campur terlalu dalam Edo, pernikahan mu adalah tanggung jawab mu, Ayah hanya mencoba untuk memberikan nasehat, kalau kau mu mendengarnya." jelas tuan Bram yang tak bisa bersuara lebih banyak lagi.

Tuan Bram pun menjelaskan apa yang telah terjadi hari itu pada Edo, bagaimana sikap nyonya Andin terhadap Chelsia hingga membuat tuan Bram dan nyonya Andin bertengkar, lantaran berbeda pendapat dalam menilai Chelsia.

Saat itu Edo terdiam mendengarkan, ia akhirnya tahu apa yang telah terjadi pada Chelsia, saat itu Edo tidak bersuara, tuan Bram yang terlihat sekali membela Chelsia membuat Edo justru terlihat kesal, karena tuan Bram nampak sekali menyudutkan nyonya Andin, wanita pertama yang telah membuat Edo jatuh cinta, entah mengapa Edo sangat kesal ketika sang ibunda dinilai buruk oleh ayahnya.

Melihat wajah Edo yabg sudah berubah, membuat tuan Bram akhirnya menghentikan pembicaraan, ia tidak lagi melanjutkan pembicaraan karena tahu bahwa Edo memang sangat mencintai ibunya.

"Kau boleh mencintai dan membela ibumu, tapi ketika dia bersalah dengan menyia-nyiakan istrimu, atau berbuat kasar pada istrimu, Ayah akan maju untuk membela menantu Ayah!" tegas tuan Bram bangkit dan menatap tajam ke arah Edo.

Tuan Bram melenggang pergi meninggalkan Edo, kalimat yang begitu membela itu didengar oleh Edo dengan begitu jelas, kedua tangan Edo mengepal dan menatap tajam ke arah kolam yang begitu sangat tenang itu.

"Jika terus-terusan begini, Ayah dan ibu tidak akan sependapat dan sesikap mengenai Chelsia, bisa-bisa akan muncul masalah dan masalah baru." ungkap Edo berpikir demikian.

Edo pun bangkit dan meninggalkan tempat itu, suasana sudah terlihat sepi, penduduk rumah sudah masuk ke kamar mereka masing-masing. Tinggal lah Chelsia yang masih sibuk ke sana ke mari mengambil piring kotor dan membersihkan meja.

Chelsia nampak dengan cepat menyelesaikan kesibukannya, meskipun terlihat beberapa kali Chelsia menyeka air mata yang jatuh di kedua pelupuk matanya.

Melihat Chelsia menangis bukan membuat Edo merasa kasihan, ia justru kesal lantaran menganggap bahwa Chelsia adalah wanita yang begitu lemah, Edo membuka pintu kamarnya dan masuk untuk istirahat.

Sementara Chelsia masih sibuk sendiri membersihkan piring-piring kotor dan menyimpannya dalam keadaan bersih, beberapa saat kemudian, Chelsia sudah menyelesaikan tugasnya. Ia meletakkan celemek yang ia pakai dan kemudian ia mematikan semua lampu yang tak terpakai.

Agar pengeluaran listrik bulanan tidak begitu besar, Chelsia menerapkan itu sejak masuk ke rumah besar dan mewah itu.

Ceklek!! Sebuah pintu terbuka, Chelsia masuk ke kamar hendak mandi, membersihkan dirinya lalu kemudian tidur.

"Suasana sangat panas sekali, ada baiknya aku berendam sejenak, aku ingin sekali berendam." ungap Chelsia menutup pintu kamar.

Chelsia tidak sadar bahwa Edo sudah berada di kamar sejak tadi, dan saat itu Chelsia terdiam saat melihat Edo sedang duduk bersandar di kepala ranjang, Edo mengingat kembali apa yang dikatakan oleh tuan Bram beberapa menit yang lalu mengenai Chelsia.

Tentang bagaimana hubungannya dengan Chelsia dia atas ranjang, hingga membuat Chelsia tidak hamil sampai sekarang. Lalu ingatan juga tiba-tiba muncul kalimat tuan Bram, bagaimana tuan Bram begitu membela Chelsia hingga membuat Edo geram.

'Mengapa ayah bisa begitu membela wanita itu, padahal dia bukan lah bidadari berhati malaikat, dia adalah wanita biasa yang sungguh menyebalkan, tidak punya kegiatan selain menjadi ibu rumah tangga.' batin Edo menatap kesal.

Saat mendapatkan tatapan berbeda dari Edo dari sebelum ia ditemui oleh tuan Bram, membuat Chelsia berpikir sejenak. Namun karena tidak ingin berlama-lama duduk terpaku, akhirnya Chelsia memutuskan untuk melanjutkan niatnya.

Ia meraih handuk dan masuk ke kamar mandi, Chelsia meneteskan sabun beraroma mawar di bathtub, lalu mengisinya dengan air yang sedikit hangat, Sambil menunggu, Chelsia melepaskan pakaiannya lalu masuk ke dalam bathtub tersebut sampai tertutup dengan air busa beraroma mawar itu, Chelsia meluruskan kedua kakinya dan tersenyum bermain air busa di dalam kamar mandi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status