"Ya sudah kalau tidak mau bicara, biar aku pergi untuk melihat apakah mereka sudah selesai makan atau belum," ucap Chelsia hendak pergi meninggalkan Edo.
"Tunggu!"Suara Edo tertahan bersamaan dengan ia menggenggam pergelangan tangan Chelsia yang hendak pergi meninggalkannya itu. Chelsia menatap Edo dan begitu juga sebaliknya, mereka saling menatap satu sama lain hingga beberapa detik."Apa yang telah terjadi hari ini di rumah?" tanya Edo masih menggenggam pergelangan tangan Chelsia."Apa, memangnya menurutmu apa yang telah terjadi," ucap Chelsia membalas tatapan Edo."Chelsia, jawab aku. Tidak usah berbelit seperti ini, aku serius," seru Edo memaksa Chelsia."Tidak ada sesuatu yang terjadi hari ini, sebagai ibu rumah tangga aku menyelesaikan tugasku dengan baik." jawab Chelsia dengan tenang.Edo lalu melepaskan pergelangan tangan Chelsia, ia yakin dan sadar bahwa jawaban Chelsia itu adalah bohong, ia hanya tidak mau terbuka pada suaminya lantaran sikap dingin dan kasar Edo selama ini padanya, apalagi Edo sangat tidak senang ketika Chelsia menyebut kekurangan keluarganya, padahal apa yang dikatakan oleh Chelsia tidak di tambah dan tidak juga di kurangi, ia mengatakan sesuai dengan apa yang mereka lakukan.Saat itu Chelsia berlalu pergi meninggalkan Edo dengan rasa penasaran yang masih belum terjawab, ia yakin bahwa telah terjadi sesuatu yang membuat Chelsia menjadi murung dan tidak banyak suara.Saat itu Edo sedang terdiam dalam penasaran, tuan Bram datang menemui Edo dan menyapanya, saat itu Edo terkejut lalu menoleh ke arah ayahnya."Ayah, kenapa Ayah ada di sini, udara sangat dingin, Ayah," ucap Edo menyentuh kedua bahu ayahnya."Tidak apa-apa, ini hal biasa. Edo, apa kau penasaran dengan sikap Chelsia malam ini?" tanya tuan Bram mencoba untuk membaca apa yang dipikirkan oleh oleh putranya."Ya Ayah, memangnya apa yang telah terjadi. Sepanjang aku pulang, Chelsia sama sekali tak menampakkan senyumannya, bahkan yang biasanya dia sangat semangat dalam menyambut makan malam, meskipun dia tidak ikut makan bersama di meja, dia lah yang meramaikannya, ada apa, Ayah?" tanya Edo dengan sekelumit pertanyaan di hatinya."Saat beberapa jam saja Chelsia diam dan tak menyapamu, kau terlihat sekali bingung dan tidak tahu harus melakukan apa, bagaimana dengan sikapmu selama 2 tahun ini pada Chelsia, Edo? Kau selalu pergi dan pulang dalam keadaan dingin seperti beruang kutub utara, bahkan Ayah sendiri ragu, apakah selama 2 tahun kamu menikah dengan Chelsia, kau tidak pernah menyentuh dirinya? Hingga sampai sekarang Chelsia tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilannya," seru tuan Bram duduk di kursi dan membiarkan Edo berpikir."A-ayah, kenapa Ayah berpikir seperti itu?" Edo menatap ayahnya dan ikut duduk di sampingnya."Aku melakukan tugasku Ayah, aku melakukan kewajiban ku sebagai seorang suami. Ya, meskipun aku tidak melakukan itu setiap waktu," sambung Edo menutupi kebenaran yang terjadi dalam pernikahannya di ranjang."Apapun itu, Ayah tidak mau ikut campur terlalu dalam Edo, pernikahan mu adalah tanggung jawab mu, Ayah hanya mencoba untuk memberikan nasehat, kalau kau mu mendengarnya." jelas tuan Bram yang tak bisa bersuara lebih banyak lagi.Tuan Bram pun menjelaskan apa yang telah terjadi hari itu pada Edo, bagaimana sikap nyonya Andin terhadap Chelsia hingga membuat tuan Bram dan nyonya Andin bertengkar, lantaran berbeda pendapat dalam menilai Chelsia.Saat itu Edo terdiam mendengarkan, ia akhirnya tahu apa yang telah terjadi pada Chelsia, saat itu Edo tidak bersuara, tuan Bram yang terlihat sekali membela Chelsia membuat Edo justru terlihat kesal, karena tuan Bram nampak sekali menyudutkan nyonya Andin, wanita pertama yang telah membuat Edo jatuh cinta, entah mengapa Edo sangat kesal ketika sang ibunda dinilai buruk oleh ayahnya.Melihat wajah Edo yabg sudah berubah, membuat tuan Bram akhirnya menghentikan pembicaraan, ia tidak lagi melanjutkan pembicaraan karena tahu bahwa Edo memang sangat mencintai ibunya."Kau boleh mencintai dan membela ibumu, tapi ketika dia bersalah dengan menyia-nyiakan istrimu, atau berbuat kasar pada istrimu, Ayah akan maju untuk membela menantu Ayah!" tegas tuan Bram bangkit dan menatap tajam ke arah Edo.Tuan Bram melenggang pergi meninggalkan Edo, kalimat yang begitu membela itu didengar oleh Edo dengan begitu jelas, kedua tangan Edo mengepal dan menatap tajam ke arah kolam yang begitu sangat tenang itu."Jika terus-terusan begini, Ayah dan ibu tidak akan sependapat dan sesikap mengenai Chelsia, bisa-bisa akan muncul masalah dan masalah baru." ungkap Edo berpikir demikian.Edo pun bangkit dan meninggalkan tempat itu, suasana sudah terlihat sepi, penduduk rumah sudah masuk ke kamar mereka masing-masing. Tinggal lah Chelsia yang masih sibuk ke sana ke mari mengambil piring kotor dan membersihkan meja.Chelsia nampak dengan cepat menyelesaikan kesibukannya, meskipun terlihat beberapa kali Chelsia menyeka air mata yang jatuh di kedua pelupuk matanya.Melihat Chelsia menangis bukan membuat Edo merasa kasihan, ia justru kesal lantaran menganggap bahwa Chelsia adalah wanita yang begitu lemah, Edo membuka pintu kamarnya dan masuk untuk istirahat.Sementara Chelsia masih sibuk sendiri membersihkan piring-piring kotor dan menyimpannya dalam keadaan bersih, beberapa saat kemudian, Chelsia sudah menyelesaikan tugasnya. Ia meletakkan celemek yang ia pakai dan kemudian ia mematikan semua lampu yang tak terpakai.Agar pengeluaran listrik bulanan tidak begitu besar, Chelsia menerapkan itu sejak masuk ke rumah besar dan mewah itu.Ceklek!! Sebuah pintu terbuka, Chelsia masuk ke kamar hendak mandi, membersihkan dirinya lalu kemudian tidur."Suasana sangat panas sekali, ada baiknya aku berendam sejenak, aku ingin sekali berendam." ungap Chelsia menutup pintu kamar.Chelsia tidak sadar bahwa Edo sudah berada di kamar sejak tadi, dan saat itu Chelsia terdiam saat melihat Edo sedang duduk bersandar di kepala ranjang, Edo mengingat kembali apa yang dikatakan oleh tuan Bram beberapa menit yang lalu mengenai Chelsia.Tentang bagaimana hubungannya dengan Chelsia dia atas ranjang, hingga membuat Chelsia tidak hamil sampai sekarang. Lalu ingatan juga tiba-tiba muncul kalimat tuan Bram, bagaimana tuan Bram begitu membela Chelsia hingga membuat Edo geram.'Mengapa ayah bisa begitu membela wanita itu, padahal dia bukan lah bidadari berhati malaikat, dia adalah wanita biasa yang sungguh menyebalkan, tidak punya kegiatan selain menjadi ibu rumah tangga.' batin Edo menatap kesal.Saat mendapatkan tatapan berbeda dari Edo dari sebelum ia ditemui oleh tuan Bram, membuat Chelsia berpikir sejenak. Namun karena tidak ingin berlama-lama duduk terpaku, akhirnya Chelsia memutuskan untuk melanjutkan niatnya.Ia meraih handuk dan masuk ke kamar mandi, Chelsia meneteskan sabun beraroma mawar di bathtub, lalu mengisinya dengan air yang sedikit hangat, Sambil menunggu, Chelsia melepaskan pakaiannya lalu masuk ke dalam bathtub tersebut sampai tertutup dengan air busa beraroma mawar itu, Chelsia meluruskan kedua kakinya dan tersenyum bermain air busa di dalam kamar mandi.Saat itu Edo duduk terdiam cukup lama, sampai akhirnya ia tersadar bahwa ada Chelsea di dalam kamar mandi. Edo bergegas bangkit lantara jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, namun Chelsea masih tak kunjung keluar dari kamar mandi, hingga membuatnya sedikit cemas dan segera membuka pintu kamar mandi yang rupanya tak terkunci. Saat itu Edo melihat sesuatu yang tidak ia sangka sebelumnya, Chelsea berada di dalam bathtub selama beberapa jam, dan saat itu Chelsea tertidur di dalam rendaman air hangat yang sudah ia atur. Karena terlalu lelah dengan pekerjaan rumah tangga hari ini, membuat Chelsea tidak sadar bahwa dirinya tengah tidur di dalam rendaman air. Namun, Edo menangkap sesuatu yang lain, ia bergegas menghampiri Chelsea karena mencemaskan nya. Ia berpikir bahwa saat itu Chelsea tak sadarkan diri, buru-buru Edo menghampiri dan memanggil Chelsea beberapa kali. "Chelsea, Chel bangun..." panggil Edo menyentuh pipi Chelsea. Saat itu Chelsea masih tak membuka kedua matanya, waja
Saat itu Edo berusaha keras memejamkan matanya, namun ia nampak masih sangat gelisah hingga telinga Chelsea dapat mendengar bahwa Edo beberapa kali mengganti posisi tidurnya. Ya, benar saja, Edo nampak gelisah lantaran ada sesuatu yang ia pikirkan saat itu, apa yang diucapkan oleh tuan Bram mengenai tanggung jawabnya sebagai seorang suami mengusik tidur Edo, dan kedua matanya sama sekali tidak mampu terpejam sedetik pun. Chelsea yang merasa terganggu itu akhirnya mengubah posisi tidurnya, dan saat itu memperhatikan Edo yang sedang tengkurap meremas kepalanya. Cahaya di dalam kamar itu hanya diterangi oleh lampu yang ada di balkon, saat itu Edo terkejut melihat Chelsea yang sudah menghadap dirinya dengan kedua mata yang menghunus tajam menatap dirinya. "Apa yang kau lakukan? Kenapa kau mengagetkan aku!" marah Edo dengan detak jantung yang berdegup kencang. "Seharusnya aku yang bertanya padamu, apa yang kamu lakukan malam-malam begini Mas? Caramu miring sana, miring sini, pindah sa
"Ayo sayang, kita lakukan dengan semangat dan penuh cinta," rancau Edo ketika dirinya hampir saja menyentuh kaki Chelsea. Saat itu Chelsea masih tidak menyadari bahwa suaminya tengah membayangkan dirinya sebagai wanita lain, wanita yang telah ia sewa sebelum ia dalam keadaan mabuk berat. Edo mulai menyentuh tubuh Chelsea hingga sentuhan itu membuat Chelsea tersadar, ia terbangun dan menyadari bahwa suaminya itu sudah ada di atasnya, saat itu Ado tersenyum begitu manis sebelum ia menyatukan bibirnya dengan bibir Chelsea. Chelsea terbelalak mendapatkan sentuhan itu, sentuhan yang tidak pernah diberikan oleh Edo selama dua tahun ini, sentuhan yang seharusnya Chelsea rasakan justeru baru bisa ia rasakan saat pernikahannya genap dua tahun. "Mas, apa-apaan ini, lepaskan aku!" berontak Chelsea saat merasa bingung ketika Edo melakukan itu padanya. "Ayolah sayang, kita habiskan malam ini berdua saja, kita nikmati dengan penuh gairah," rancau Edo yang kala itu telah mengunci tubuh Chelsea
"Ada apa si, kenapa Ibu kalian membuat keributan di kamar kakak kalian," protes tuan Bram yang merasa risih kala itu. "Tidak tahu Ayah, kesalahan apa lagi yang kakak ipar lakukan sampai membuat Ibu sangat marah," omel Raras yang merasa kesal. "Mungkin karena pagi ini kakak ipar tidak membuatkan sarapan, Kak," bisik Riri. "Kalian semua diam, jangan membuat suasana menjadi semakin ricuh, ada keributan kalian malah bikin suasana semakin ricuh!" marah tuan Bram menatap ketiga putrinya yang sedang membicarakan kakak iparnya itu. Mereka pun bungkam ketika mendengar tuan Bram, tuan Bram sendiri memutuskan untuk mendatangi kamar Edo, dan melihat nyonya Andin sedang menjambak kasar rambut Chelsea. Tuan Bram dengan cepat menghampiri nyonya Andin dan menghentikannya, saat itu tuan Bram melihat Edo masih dalam keadaan bertelanjang dada, tubuhnya hanya dibalut dengan handuk berwarna putih. Saat itu tuan Bram berpikir bahwa Edo dan Chelsea semalam sudah melakukan sesuatu yang sudah seharusny
Saat itu Edo terlihat bingung hendak menjawab pertanyaan nyonya Andin yang terlihat sangat tegas menatap dirinya, namun Edo tidak bisa menutupi kebenaran yang sudah terjadi semalam. "Maaf Ibu, aku mengingkari janjiku sendiri," ucap Edo, lirih. "Apa, apa maksud kamu, Edo?" tanya nyonya Andin sedikit bernada tinggi. "Ya, ini aku yang bersalah Ibu, aku telah melakukan sesuatu yang membuat Chelsea kehilangan keperawanannya, tapi aku melakukan itu dalam keadaan tidak sadar Ibu, semalam aku dalam keadaan mabuk berat," sergah Edo yang tidak ingin disalahkan oleh nyonya Andin, dengan membuat alasan agar ia tidak terkena omelan. "Jadi benar, sikap Chelsea yang berubah pagi ini karena kamu? Dan cara Chelsea berjalan dengan sedikit mengangkang itu juga karena ulah kamu? Iya Ado!" marah nyonya Andin mendorong dada bidang Edo. Edo terdiam saat itu, ia mengangguk mengakui semua nya, karena memang di sana, dia lah yang bersalah. Dan pengakuan itu membuat nyonya Andin sangat murka, ia tidak ter
Di tengah malam yang dingin, Chelsea tidak bisa memejamkan kedua matanya lagi seperti sebelumnya, kedatangan Edo dan sikapnya yang acuh membuat hati Chelsea luka, rasanya ingin sekali ia marah saat itu, tetapi sadar bahwa jalan yang telah ia pilih adalah jalan terbaik bagi orang tuanya. Chelsea bangkit dari tempat tidur barunya, lalu ia perlahan keluar dari kamar dan duduk di ruang keluarga, ia menuangkan minum di gelas dan meneguk nya. Saat itu Chelsea merenung seorang diri, mengingat kembali ucapan ketiga adik iparnya yang memberikan ancaman padanya. Hal itu juga yang membuat Chelsea merasa takut jika sampai dirinya mengandung anak dari Edo, perlahan Chelsea menatap perutnya yang masih kempes, dan mengelusnya lembut. Ada keinginan besar di hati Chelsea untuk bisa merasakan betapa bahagianya menjadi seorang ibu. Mengandung, melahirkan, dan menyusui putra putri yang lahir dari rahimnya sendiri. Namun keinginan itu harus dikubur dalam oleh Chelsea karena keluarga suaminya tidak men
"Nona, itu suara nyonya," ucap salah satu asisten rumah tangga yang menatap Chelsea. "Ya, aku tahu itu, ada apa ya?" sahut Chelsea bertanya-tanya. "Entah lah, mungkin dia membutuhkan bantuan, atau sengaja membuat kegaduhan seperti yang dia lakukan setiap pagi," seru lainnya yang sudah paham sekali dengan nyonya Andin. "Sssst, seberapa buruknya nyonya Andin, itu adalah nyonya kalian, kalian tidak boleh mengatakan sesuatu yang jika beliau dengar, itu akan membahayakan kalian. Lanjut kan pekerjaan kalian ya, aku akan datang ke sana." jelas Chelsea yang memberikan peringatan pada para asisten rumah tangga nya itu. Mereka menganggukkan kepala secara bersamaan, lalu setelah itu mereka pun terlihat mulai sibuk dengan pekerjaan dan urusan mereka masing-masing, sementara Chelsea hampir tiba di pintu kamar nyonya Andin, Chelsea dikejutkan dengan suara teriakan nyonya Andin yang lagi-lagi membuat Chelsea harus buru-buru datang. "Ya Bu, ini aku datang," ucap Chelsea membuka pintu kamar. "K
1 bulan kemudianChelsea merasa aneh dengan dirinya sendiri, entah mengapa pagi itu ia merasa sangat kelelahan, padahal belum ada satu pekerjaan pun yang ia kerjakan untuk kesibukan paginya, namun ia merasa bahwa tubuhnya sangat lelah sekali. Bahkan hendak bangun dari tidurnya pun ia sangat malas, hingga akhirnya Chelsea memutuskan untuk kembali memejamkan matanya. Sampai akhirnya Edo tersadar bahwa hari itu ia kesiangan, dan ia terkejut karena tidak dibangunkan oleh Chelsea yang ternyata juga sedang tertidur di bawah ranjang nya. "Astaga, jadi dia juga kesiangan? Ya ampun, gimana ini." ungkap Edo yang merasa sangat bingung saat itu. Dengan cepat Edo menyingkirkan selimut yang semalaman telah menghangatkan tubuhnya, dan ia mendekati Chelsea untuk membangunnya. Saat mendengar suara yang tidak asing di telinga Chelsea, saat itu Chelsea segera membuka mata dan Edo pun memberi tahukan padanya bahwa ini sudah pukul tujuh pagi, Chelsea terkejut bukan main, karena niatnya untuk merebahka